“Yang gue mau itu—lo.”
_________NOW PLAYING
🎵I'm not the only one - Sam Smith 🎶______________
SANGAT tidak terasa waktu kelima anak magang itu sudah habis. Besok, adalah hari terakhir mereka berada dikantor. Pegawai kantor saat ini sedang mengadakan acara makan-makan sebagai acara perpisahan bagi mereka.
“Nanti 'kan bisa diceritain ke orang-orang. Eh, aku dulu prakerin disitu, terus suka makan bareng sama Pak Ahmad. Nah, itu bisa jadi cerita,” tutur Pak Ahmad kepada kelima anak dihadapannya.
“Kebetulan banget, ya, saya nggak tau loh kalo besok adalah hari terakhir kalian. Jadinya dua bulan doang, ya?” Salah satu pegawai wanita membuka suaranya.
Adena, Nata, Davka, Marcel dan Sabian pun mengangguk ramah. Setelah itu, mereka berlanjut untuk melahap nasi liwet dan ikan yang ada didepan mereka.
Ah, Adena jadi merasa terharu.
Jika kalian bertanya tentang hubungan Adena dan Davka sekarang ... Ya, sama saja. Seminggu ini mereka sudah kembali seperti biasa, tidak ada saling diam seperti yang sudah-sudah. Dua hari yang lalu pun, Adena sempat bercerita kepada Davka soal Geo yang menembaknya dan juga cerita Neyza.
Flashback On.
Saat ini Adena dan Davka sedang duduk bersebelahan. Davka sangat bersyukur, gadis disebelahnya ini jika merajuk, tidak memakan waktu yang sangat lama.
Lelaki itu memang tidak tau apa-apa. Yang ia tau, jika Adena menjauh, itu artinya ada masalah yang membuat gadis itu bersikap aneh. Dan, mau tidak mau, Davka juga harus bersikap biasa saja.
“Eh, tau nggak sih?”
Davka menaikkan sebelah alisnya. “Apaan?”
“Ah, nggak jadi deh. Gue lupa, mulut lo ember banget soalnya,” kekeh Adena.
“Sialan. Tau apa, sih? Dosa lo banyak kalo nggak lanjutin omongan.”
Adena memincingkan matanya. “Tapi janji jangan dibilangin siapa-siapa, ya? Terus nanti jangan heboh ngomong kenceng-kenceng.”
“Iyaaa.”
“Cepetan, apaan?”
Adena pun membenarkan posisi duduknya. Dia menoleh kepada Nata, Marcel dan Sabian secara bergantian. Mereka sedang sibuk memainkan ponsel, bagus, berarti aman.
“Geo ... Minta gue buat jadi pacarnya,” cicit Adena. Davka dan Adena saling bertatapan lama, lalu Davka memalingkan wajahnya dan tertawa kecil.
“Bagus dong. Lo terima nggak?”
Adena menggeleng.
“Kenapa dah? Padahal mah lo terima aja. Cakep juga tu anak,” kekeh Davka.
Kalimat yang ingin Adena katakan saat itu ialah, “Yang gue mau itu lo, Dav.” Namun, gadis itu tidak mampu untuk mengeluarkannya. Dan terjadi lagi, ia harus mengatakan hal yang sangat berbeda dengan ucapan hatinya.
“Gila ya, lo? Gue bakalan dijadiin pelampiasan dong kalo gitu, cakep sih cakep—tapi mana ada sih yang terang-terangan baru sakit hati karena crush-nya punya cowok langsung nembak orang lain? Sama aja kayak nggak punya hati.” Adena menghela nafasnya, gadis itu benar-benar merasa kesal.
“Lagian gue nggak ngeliat dari cakep atau nggaknya, Geo emang cakep ya 'kan?” lanjutnya.
Davka mengangguk-ngangguk. “Bener, nggak usah deng. Mending sama gue, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shouldn't Be Lover
Teen Fiction𝐃𝐚𝐯𝐤𝐚 𝐉𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 membiarkan 𝐀𝐝𝐞𝐧𝐚 𝐒𝐡𝐚𝐟𝐢𝐫𝐚 jatuh cinta sendirian. Davka yang terus denial dengan perasaannya sendiri, ingin terus dekat tapi tidak ada kata memulai diantara keduanya. Sampai pada saat itu, perlahan Adena mulai...