“Loh, si Davka gak bakal masuk hari ini?” tanya Adena ketika tidak melihat batang hidung Davka. Hanya ada Marcel dan Sabian disana.
Hari ini adalah hari Jumat, dimana pastinya akan ada rapat yang diadakan oleh kantor. Betapa terkejutnya ketika ia datang melihat Marcel yang disibukkan bolak-balik untuk membawa pot bunga ke aula.
Tumben sekali. Biasanya Adena yang menginjakkan kantor paling pertama, sekarang malah kedua lelaki itu.
“Darimana aja, sih, Na! Gue udah sibuk dari tadi sama si Sabian.” Marcel menghampiri Adena setelah selesai dengan tugasnya.
Adena menyengir. “Bangun siang gue kali ini.”
“Davka beneran gak masuk, ya?”
“Ngasuh adeknya katanya,” jawab Marcel membuat Adena ber-oh ria.
Tak lama setelah Adena datang, Nata pun juga sampai dikantor. Karena Davka tidak datang, maka hanya mereka berempat saja yang bertugas disana.
Marcel berdecak sebal. Mengapa giliran lagi sibuk-sibuknya, satu personil malah tidak ada? Padahal kemarin benar-benar santai tidak ada perkerjaan yang harus dilakukan.
Satu jam berlalu, rapat yang diadakan pun telah usai. Pak Dimas menghampiri ke empat anak magang sambil membawa lima bungkus nasi kotak untuk diberikan kepada mereka.
“Ini berempat doang? Satu lagi mana? Siapa tuh namanya, bapak lupa.”
“Davka izin pak,” balas Adena.
Pak Dimas mengangguk-ngangguk saja. “Kalo gitu bapak bawa lagi yang satunya, ya.”
“Yah, pak. Padahal saya masih bisa nampung, loh.” Marcel menyahut. Padahal, niat Marcel hanya bercanda, namun Pak Dimas benar-benar tidak jadi membawa kotak nasi itu. Untuk Marcel nambah katanya.
Tentu saja itu membuat Marcel senang.
“Bagi ayamnya dong, Cel!” pinta Nata pada Marcel.
“Enak aja. Gue aja ngincer ayam juga! Nih lo telurnya aja,” ujar Marcel, tangan bergerak mengambil telur rebus itu dan diberikan kepada Nata.
Nata berdelik. “Ih, gue pengen ayamnya.”
“Sambelnya itu siniin dong tin.” Adena menunjuk sambel yang ada di kotak nasi itu. Dengan sukarela Marcel memberinya. Iyalah! Apapun itu selain ayam, batin Marcel.
“Sab, lo enggak mau lalapannya?” tawar Marcel.
“Gila, lo. Nawarin lalapan doang!”
“Ya sisa lalapan, emang lo mau gue tawarin apaan? Nih, kotak nasinya aja.”
“Na, Na. Pamer ke Davka, kita dapet banyak nasi kotak,” lanjut Marcel, menoleh pada Adena yang tengah sibuk makan.
Adena yang belum selesai mengunyah itu hanya menganggukkan kepalanya saja. Tangannya meraih ponsel yang ada di saku. Gadis itu memotret beberapa kotak nasi milik Nata, Sabian, Marcel dan juga dirinya. Lalu ia kirimkan pada Davka.
“Rugi banget, sih, si Davka nggak masuk hari ini!” seru Sabian.
“Yang beruntung 'kan Marcel. Dapet 2 sekaligus,” timpal Adena.
“Rejeki anak sholeh,” sambung Marcel.
“HALAHH!” sentak Adena, Nata dan Sabian secara bersamaan.
***
Kurangnya personil membuat siang ini menjadi lebih bosan dari biasanya. Keempat anak magang itu juga sepertinya sudah muak memainkan ponsel mereka.
Namun tiba-tiba saja Marcel ingat ajakan di grup kelas semalam soal akan mendatangi rumah Kafiya karena Kafiya sendiri yang mengajak.
“Gimana lo pada mau ikut?” tanya Marcel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shouldn't Be Lover
أدب المراهقين𝐃𝐚𝐯𝐤𝐚 𝐉𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 membiarkan 𝐀𝐝𝐞𝐧𝐚 𝐒𝐡𝐚𝐟𝐢𝐫𝐚 jatuh cinta sendirian. Davka yang terus denial dengan perasaannya sendiri, ingin terus dekat tapi tidak ada kata memulai diantara keduanya. Sampai pada saat itu, perlahan Adena mulai...