KEESOKAN harinya, Kelima anak prakerin itu disibukan oleh adanya rapat yang diadakan di kantor. Adena dan Nata diminta tolong untuk membuatkan beberapa gelas kopi panas.
Nata menghela nafas. “Ini kayaknya setiap hari Jumat bakalan ada rapat, ya?”
“Maybe, rapat mingguan ini mah,” timpal Adena. “Nat, pegangin gelasnya yang bener, ya. Gue mau tuangin air panasnya,” lanjutnya saat akan menuangkan air panas kedalam gelas yang sudah berisi kopi instan.
“Ini bakalan berat banget, deh!”
“Ntar gue bawa yang sebagian,” balas Adena.
Bukan suatu hal yang aneh lagi jika anak prakerin ditugaskan membuat kopi untuk pegawai. Walaupun sedikit keberatan, Adena dan Nata tetap membuat kopi yang terbilang cukup enak.
Kalo kata Pak Ahmad, itung-itung sebagai pelatihan menjadi calon istri yang baik.
“Gue gak dibikinin sekalian, Na?” Marcel berseru ketika melihat Adena dan Nata pergi melewatinya.
“Males. Bikin sendiri!” sahut Adena, gadis itu melanjutkan langkahnya dengan hati-hati karena kopi yang dibawanya sangat panas.
Adena dan Nata menuju aula kantor. Disana tempat rapat para pegawai kantor dan pegawai dari luar kantor diadakan. Rasanya gugup sekali jika semua pasang mata tertuju kearah kedua gadis itu.
"Lo jalan duluan, Na," ujar Nata. Adena pun segera melangkah menuju meja para undangan penting. Ada Pak Ahmad juga di sana.
Setelah selesai, kedua gadis itu menghampiri Davka, Marcel dan Sabian yang sedang duduk di depan ruangan.
“Na, na! Lo sini dong, gue disuruh pap sama Reval,” tutur Nata. Adena mengangguk dan menuruti permintaan temannya itu.
“Reval parah banget, dah, gak percaya banget gue,” seru Davka.
Tentu saja dihadiahi omelan Nata. “Gini-gini dia setia. Gak kayak lo!”
“Lah kok jadi gue?” Davka jadi bingung.
“Chely 'kan jadian sama Banu gara-gara lo kelamaan gantung dia. Waktu kelas 10 tuh Davka kita julukin apa, sih, Na?”
Adena terlihat sedang mengingat. “Emm, kang ghosting? atau kang gantung? Nggak tau, gue lupa. Semacam itu lah, ya.”
“Anjir?! Parah banget lo, Dav,” kaget Marcel. Marcel tak terlalu tau jika dulu Davka pernah dekat dengan Chely. “Jadi ceritanya keduluan sama si Banu, nih?”
Dan kebetulan Banu juga salah satu teman dekat Marcel. Mereka satu teman sekomplek. Marcel adalah salah satu saksi pendekatan Banu dan Chely waktu itu. Tak terasa sudah dua tahun lamanya.
“Huh. Apasih? Emang bukan takdirnya kali,” dengus Davka.
“Apaansih-apaansih! Itumah lo nya aja yang emang gak niat macarin,” balas Adena dengan kesal.
“Malah lo yang galak.”
“Kesel! Lo gantungin temen gue waktu itu.”
“Awas Na, jangan sampe lo jadi korban Davka,” peringat Nata.
Davka menggeram gemas. “Korban apaansih?”
“Nggak bakal jadi korban kok, Na. Tinggal minta aja diseriusin sama Davka. Iya, gak, Dav?” kekeh Marcel.
“Heh?! Lagian gak mungkin juga. Walaupun gue udah putus sama mantan gue, tapi di hp nih masih lengkap banget folder-folder tentang kita,” ujar Adena. Sebenarnya ia sangat berat hati mengatakan ini, Adena juga sudah malas mengungkit tentang mantannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shouldn't Be Lover
Novela Juvenil𝐃𝐚𝐯𝐤𝐚 𝐉𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 membiarkan 𝐀𝐝𝐞𝐧𝐚 𝐒𝐡𝐚𝐟𝐢𝐫𝐚 jatuh cinta sendirian. Davka yang terus denial dengan perasaannya sendiri, ingin terus dekat tapi tidak ada kata memulai diantara keduanya. Sampai pada saat itu, perlahan Adena mulai...