09. Fall in love with D?

18 3 0
                                    

ADENA tidak habis pikir pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian genggaman tangan dengan Davka itu.

Bodoh. Kata yang berulang kali gadis itu ucapkan untuk dirinya.

“Lo kelewat polos atau gimana, sih? Mau-mau aja genggaman tangan tanpa ada hubungan apapun. Kan cuma temen!” monolog Adena sendiri.

Adena mencebikkan bibirnya. “Arghh! Mampus, lo, gak bisa tidur nyenyak.”

Disisi lain, Davka merebahkan dirinya dikasur. Lelaki itu menatap langit-langit kamarnya, sekelebat kejadian tadi di kantor membuat sudut bibir lelaki itu terangkat keatas.

Jika saja tadi Marcel tidak tiba-tiba datang, bisa dipastikan Davka bisa lebih lama merasakan kehangatan tangan Adena.

Tangannya meraih ponsel yang ada di samping bantal, lelaki itu membuka aplikasi whatsapp nya. “Kebetulan banget,” ujar Davka yang baru saja melihat status whatsapp Adena.

Davka menoleh kepada adiknya yang sedang bermain boneka sendiri.

“Dek, ikut abang bentar ya.” Davka memangku adiknya, ia mengarahkan kamera ponselnya pada adik perempuannya. Berniat untuk memotret dan akan ia kirimkan pada Adena.

“Nah, pinter. Kamu main disini aja ya.” adik perempuan Davka hanya mengangguk polos. Menuruti perintah abangnya, gadis kecil itu tak beranjak pergi dari sana.

Davka mengacungkan jempol pada adiknya.

Kembali fokus pada ponselnya, Davka kembali pada roomchat  Adena. Lelaki itu akan mengajak Adena untuk video call, dengan alasan menemaninya mengasuh adiknya.

Ide yang bagus!

Tidak lama setelah Davka mengajak Adena untuk video call, gadis itu akhirnya menyetujui. Dengan segera Davka beralih menekan tombol vc.

“Hai!” sapa gadis yang ada diseberang sana.

“Mana adekmuu.”

Davka pun menyoroti adik perempuannya yang ada di sampingnya. Tak lama, layar kembali menampilkan wajah Davka. Mereka berdua hanya berbincang seadanya, Adena diminta untuk menemani Davka makan, maka dari itu Adena tidak mematikan panggilannya.

Tidak disangka, malam sudah larut, namun Davka enggan mematikan panggilan video itu.

“Ini enggak bakal udah?” tanya Adena.

Davka menanggapinya dengan cengengesan. “Jangan.”

“Loh?”

Sleepcall lah, biar kayak orang-orang,” kekeh Davka.

Adena tersenyum, menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja memang.

“Serius?”

“Iyaaa.” Davka menjawab dengan wajah yang tak biasa Adena lihat. Bisa dibilang Davka malam ini terlihat— gemas?

Tapi Adena terus menguatkan hatinya agar tidak goyah.

Tapi, ya, tetap saja! Mana bisa ia tahan? Rasanya Adena ingin menjerit saat itu juga. Skip, alay banget memang.

***

Siang ini, pegawai kantor disibukkan memanen buah nangka yang ada dibelakang kantor. Daripada habis dimakan kelelawar, lebih baik segera mereka ambil.

Adena dan Nata yang tengah sibuk menyusun arsip, pun, menghentikan kegiatan mereka sejenak karena melihat anak lelaki tengah membantu mengupas nangka. Percayalah, wangi buah itu sangat menusuk hidung.

“Tuh, makanin, ngambil banyak banget ini,” kata Pak Ahmad—ketua staff kantor.

Adena dan Nata menghampiri ketiga teman lelaki mereka. “Yah, ini gimana, getah semua,” ujar Adena.

Shouldn't Be LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang