16. KEPEDULIAN ARSEN

28 17 38
                                    

AGRAL
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Abian yang dari tadi terus melemparkan tatapan penasaran kearah Diera, sedangkan sang empu yang ditatap hanya acuh dan persikap cuek sembari duduk di sofa yang berhadapan dengan Arsen dan Abian duduk.

"Kalau Lo capek Lo bisa istirahat di kamar Agral di lantai atas" ucap Arsen tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel yang di pegangnya.

"Emang boleh gue ke atas?" Diera melirik tangga yang ada di depannya yang berada tepat di belakang sofa yang di duduki oleh Arsen dan Abian sekarang.

"Password nya tanggal lahir Agral" ujar Arsen lagi.

"Hah pakai password? Maksudnya kuncinya?" Beo Diera

"Hmm"

"Udah seperti ruang rahasia aja pakai password segala" Diera masih tak percaya.

Ekspresi bingung yang ditunjukkan Diera sontak mengundang pertanyaan dari Abian "jangan bilang lo nggak tahu tanggal ultahnya Agral?"

"Bukannya nggak tahu, tapi belum" balas Diera.

"Tanggal ultah suami lo sendiri nggak tau? beneran nggak sih lo istrinya Agral?"

"Nggak istri beneran, cuman istri bohongan"

"Idih sensi amat Mbak, orang juga nanya baik-baik kok, ini ya di dalam kebanyakan novel yang gue baca biasanya istri dari ketua geng, mafia psikopat, kriminal, biasanya ceweknya itu lembut, kalem, pendiam imut, dan cantik nah lo beda" Abian masih belum habis pikir tentang cewek yang duduk di depannya sekarang sudah berstatus istri dari ketua nya.

"Niat ngasih tahu nggak sih? ya udah gue tidur di sini aja" Diera mulai menaikkan kedua kakinya ke atas sofa yang sedang ia duduki sekarang bersiap-siap untuk merebahkan badannya tapi mendengar suara dari Arsen, Diera mengurungkan niatnya.

"14 Agustus 2003"

"Tanggal ultah Agral?"

"Hmm"

Setelah Arsen memberi tahukan kata sandi kamar Agral Diera langsung berdiri dan mulai menapaki satu demi satu anak tangga.

"Jangan salah masuk kamar, kamar Agral di lantai tiga" beritahu Abian sedikit berteriak.

Diera yang masih mendengar kan suara Abian masih terus melanjutkan langkahnya hingga sampai di lantai dua markas itu. Bukan masalah dengar atau tidaknya tapi memang masalahnya terletak pada Diera yang orangnya malasan meskipun itu hanya keluarkan suara mengatakan "iya."

Sekarang di ruangan tamu yang besar dan mewah itu hanya tinggal Arsen dan Abian yang masih duduk bersebelahan "nggak nyangka gue Agral beneran nikah sama tu cewek, mana Nikah nggak ngajak kita lagi"

Arsen menatap Abian dengan raut tak terbaca "ngundang kita maksud nya bro, elah gue salah ngomong dikit aja tatapan Lo udah kek malaikat yang mau nyabut nyawa tau gak"

Arsen memutar bola matanya jengah.

Sekarang kedua kaki Diera sudah sempurna menginjak lantai 3 dari bangunan yang kurang atau bahkan sangat tidak layak dibilang hanya sebuah markas karena vibesnya yang cocok dijadikan rumah bahkan mension itu.

Di lantai 3 hanya terdapat tiga buah pintu kamar dan selebihnya ruangan lepas yang Di dindingnya terdapat banyak foto yang menempel mulai dari foto Agral masih kecil sampai pada masa sekarang,foto saat Agral bersama anggota Androska, foto persahabatan Agral dan tak lupa pula foto Angel diabadikan di sana. Ruangan tamu itu sepertinya lebih cocok dikatakan museum perjalanan hidup seorang ketua geng motor Androska.

Tapi Diera lebih tertarik ke sebuah foto di sudut ruangan yang mana itu hanya sebuah sketsa yang diberi bingkai dan ia mengenali sketsa itu dia meraba dan menurunkan sketsa itu dari tempatnya seketika air matanya jatuh tanpa permisi.

AGRAL [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang