14

199 31 0
                                    

Happy reading♡

Perlahan Juan membuka pintu rumah itu, dilihatnya sang ayah yang berkutat dihadapan laptop, ia terlihat sangat sibuk.

Farah selaku istrinya setia menemani dengan membawakan secangkir kopi.

Bahkan kedatangan Juan saja tak mengalihkan eksistensi kedua orangtuanya.

“Kalau capek istirahat dulu Yah” ucap Farah pada suaminya.

Hermawan melepas kacamata yang bertengger pada pangkal hidungnya, lalu mengurut keningnya sesekali.

“Kerjaan segini banyak kalo nggak dicicil malah makin numpuk yang ada”

Farah mengelus bahu sang suami,

“Yaudah aku temenin disini”

Juan mengambil udara, meneguk salivanya gugup lantas berjalan menghadap orang tuanya.

“Y–yah ini ada undangan buat ngambil raport hari Sab–”

“Gak bisa, ayah sibuk.” sahutnya secepat kilat, bahkan tanpa menoleh ke arah sang putra bungsu.

“T–tapi harus ada wali yang datang yah”

BRAKKK

Hermawan menggebrak meja dihadapannya, Juan terkejut setengah mati.

“Tuli ya kamu, ayah ini orang sibuk, gak ada waktu buat ngurusin hal gak penting kayak gitu”

“Kalo emang gak bisa diambil raportnya yaudah, palingan nilai kamu juga segitu-gitu aja” lanjut sang ayah.

“Udah yah, jangan marah-marah” ujar Farah menenangkan.

“Anak kamu itu bikin tambah stress aja” setelah berucap seperti itu, Hermawan pergi meninggalkan Juan, Farah pun mengikutinya.

Lagi dan lagi Juan tertunduk, memang seharusnya ia tidak mengatakan hal ini kepada ayahnya yang super sibuk itu.

Entah sudah berapa kali hatinya tergores oleh perkataan sang ayah. Selalu seperti itu diremehkan oleh sang ayah.

Ditaruhnya undangan itu di atas meja, lalu dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamar, wajahnya sendu menahan sesak.

Sesampainya didalam kamar ia merebahkan tubuhnya, memejamkan mata sebentar.

Tanpa aba-aba air matanya keluar begitu saja. Ia berpikir sehina itukah dirinya?

Kenapa sangat sulit untuk mencari perhatian sang ayah?

Kenapa harus dia yang dibenci?

Bahkan Hermawan tak peduli tentang kehidupan Juan diluar rumah, yang ia tahu hanya Juan masih hidup di dunia ini sudah cukup tidak lebih.

^^

Hari mulai menggelap, Juan, anak itu berjalan menuju rumahnya. Dia baru saja pergi ke toko terdekat untuk membeli sedikit cemilan.

Saat Juan hendak masuk ke halaman rumah ia menyipitkan mata, memfokuskan pandangannya.

“Om Juna? Ngapain dia?”

Juna yang sadar akan kehadiran Juan beranjak mendekati,

“Juan dari mana?”

Juan menggaruk kepalanya tanpa sadar,

“Habis beli cemilan dikit om.” ujarnya sambil menunjukkan plastik yang ia bawa.

“Om kok bisa disini?” lanjutnya

“Ohh, jadi ada urusan dikit sama ayah kamu, kita itu sebenarnya saling kenal udah lama dan ya karena sama-sama sibuk jadi gak pernah ketemu lagi. Sampai om ketemu sama kamu, dan baru tau kalo kamu itu anak temen om.”

Juan mengangguk paham,

“Tapi kayaknya ayah lagi keluar kota deh om.”

“Sayangnya iya” ujar Juna kecewa.

“Tapi ibu ada kan, om bisa sampein pesan om ke ibu”

“Iya udah kok, udah ngobrol juga tadi”

Sekali lagi Juan mengangguk.

“Oiya, Sabtu kamu ambil raport ya?”

Juan mengerutkan kening, darimana Juna tau akan hal itu? pikirnya.

Seakan tau isi hati Juan, Juna kembali bersuara,

“Tadi ada undangan sekolah di atas meja, terus om gak sengaja baca”

“Ooh iya om.”

“Siapa yang dateng?”

Wajah Juan kembali murung, kepalanya menggeleng pelan.

Dengan senyum Juan menjawab,

“Nggak tau om, ayah sama ibu sibuk, Kak Yogi kuliah. Mungkin masih belum bisa diambil.”

Juna mengelus kepala Juan pelan,

“Yaudah jangan sedih, hari Sabtu biar om yang jadi wali kamu”

Dengan gerakan cepat Juan memandang Juna.

“Beneran om?” tanyanya memastikan.

“Iya, kalo orang tua kamu gak bisa dateng biar om yang dateng.” ujarnya dengan senyum manis.

“Tapi kenapa om mau?”

Juna memegang pundak Juan,

“Denger ya, kamu itu udah dianggap cucu sama ibuku yang secara otomatis kamu juga sudah om anggap kaya anak sendiri, jadi bolehkan om yang jadi wali kamu?”

“Hitung-hitung ini balas budi om sama kamu karena kamu udah nyelametin ibu om.” lanjutnya.

Entah kenapa hati Juan menghangat saat mendengar tutur kata pria dihadapannya. Tanpa sadar ia tersenyum.

Ia juga sebenarnya merasa nyaman berada dilingkungan Juna yang menurutnya hangat, seperti apa yang Juan inginkan akan ia dapatkan pada keluarga Juna.

Juan mengangguk mengiyakan,

“Makasih ya om udah baik sama Awan”

Juna mengerutkan kening,

“Awan?” tanya Juna tak mengerti.

“Iya, orang rumah biasa manggil Juan sama sebutan Awan biar gampang kata Kak Yogi”

Mendengar penjelasan Juan, Juna menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“Yaudah, sekarang om pulang dulu, kamu juga istirahat yang cukup ya, sampai ketemu hari Sabtu” ucap Juna sambil menatap Juan.

Juan tersenyum lantas mengangguk,

“Hati-hati om”

Juna tersenyum lalu menepuk pundak Juan dan melangkah pergi menuju mobilnya. Dibukanya kaca mobil itu, lambaian tangan ia suguhkan kepada Juan.

Setelah Juna meninggalkan pekarangan rumah keluarga Hermawan, barulah Juan masuk kedalam rumahnya.

Bersyukur, sekali lagi ia dipertemukan dengan orang baik.


_____

Tbc

Mau cepet namatin ini cerita aja, biar gk kepikiran terus >_<

[✓] ASA dari AWAN [So Junghwan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang