21

228 26 2
                                    

Happy reading♡



Malam semakin larut, Yogi sudah kembali dari acara membeli makan tadi. Tapi hingga saat ini ia belum menemui eksistensi Juan sama sekali.

Ia sudah coba menghubunginya berulang kali, namun sama tidak ada jawaban.

Suara deritan pintu mengalihkan fokus Yogi, diliriknya sang ibu yang keluar dari ruangan penuh benda asing itu.

“Yogi, kamu udah dateng?” tanya Farah, Yogi tersenyum lantas mengangguk.

“Ini bu makanannya, ibu makan dulu gih” ujarnya.

Farah menurut saja untuk kali ini.

“Kok ada dua, yang satu punya siapa? Kamu udah makan?”

Yogi mengangguk,

“Yang satu punya Juan, dia kemana ya bu?”

Farah menatap Yogi bingung,

“Bukannya tadi dia disini ya? Ibu kira tadi ikut keluar sama kamu nak.”

“Iya tadi disini, katanya dia mau jagain ibu sama ayah tadi.”

“Apa dia lagi ke kamar mandi ya?” tebak Yogi.

“Mungkin aja, yaudah kita tunggu disini dulu.” tutur sang ibu.

“Tapi ponselnya mati”

“Bisa aja baterainya lowbatt kan, udah dia pasti kesini kok” ujar Farah meyakinkan anaknya, Yogi hanya mengangguk untuk menanggapinya.

Sebenarnya ada rasa janggal dalam hatinya, tak biasanya adiknya itu pergi tanpa pamit bahkan ponselnya tidak aktif seperti ini. Tapi Yogi tetap mencoba berfikir positif.

^^

Jam dinding mengarah pada pukul 22.30, Yogi semakin gusar adiknya itu tak kunjung menampakkan dirinya.

Kemana sebenarnya anak itu?

Farah terbangun dari tidurnya, lalu mengalihkan pandangannya pada Yogi yang tetap terjaga disebelahnya.

“Yogi, adikmu belum kembali?” tanya Farah dengan suara parau.

Yogi menggeleng, “Belum bu, ini sudah malam, bahkan sudah hampir larut”

“Yogi coba cari keluar dulu ya bu, siapa tau Awan masih ada disekitar sini” usulnya.

Farah mengangguk,

“Hati-hati ya, cari adikmu sampai ketemu, ibu khawatir dia belum makan dari pagi”

Yogi mengangguk lalu bergegas meninggalkan area rumah sakit, ia memutuskan untuk berjalan kaki saja, jika sekiranya belum ketemu ia akan mencari ke rumah.

^^

Juan duduk ditepi jembatan yang sepi itu, kakinya menggantung ke bawah, ia merenung bahkan hanya diam dan melamun sedari tadi. Angin malam membuat ia sedikit meringis menahan dingin.

Untuk kali ini ia merasa bersalah dengan semua keadaan yang menimpa ayahnya. Ia berspekulasi bahwa semuanya terjadi karena dirinya. Bahkan kondisi ayahnya semakin memburuk.

“Bener kata ayah, harusnya gue nggak terlahir di dunia ini, gue beneran anak pembawa sial” lirihnya.

“Ibu hancur karena ngeliat ayah kecelakaan, dan itu gara-gara lo Awan”

“Seandainya waktu itu gue gak ngasih liat nilai, pasti ayah masih sehat sampe sekarang, mereka juga gak akan berantem kaya gini”

“Apa emang semua harus di akhiri? Kalo gue gak ada semua orang gak akan keberatan kan?” Juan tersenyum getir, namun air matanya terjatuh begitu saja.

[✓] ASA dari AWAN [So Junghwan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang