11. demam

89 15 6
                                    

"Lo ngeyel sih ah dibilangin!" omel Davika selagi memeras sapu tangan hangat di tangannya.

Malam itu, ketika Ajen dan dirinya mengobrol di teras tiba-tiba Ajen bersin sampai susu di tangannya tumpah ke lantai.

Ternyata Ajen sudah demam semenjak turun dari pohon rambutan.

"Kayaknya gara-gara panas-panasan nyari sinyal deh." tebak Reyhan diangguki Mira di sampingnya.

Ajen terkekeh.

"Ini emang guenya harus sakit sih, bukan gara-gara sinyal. Orang-orang menyebutnya takdir."

Davika menekan kompresannya sampai Ajen meringis.

"Lagi sakit tuh diem. Lo hari ini full istirahat deh. Kasian gue liat muka pucet lo." ujar Davika.

Reyhan mengangguk setuju, "iya. biar kerjaan lo si Davika yang handle."

"KENAPA GUE?????" protes Davika.

"Lo kan ketuanya?" balas Rey cuek.

"Lo tuh kesannya kayak karena gue ketua jadi semua harus gue kerjain gitu? minggat lo Rey!" usir Davika galak.

"Ampun bu ketuuuuu." seru Reyhan seraya kabur dari hadapan Davika, takut kena amuk.

"Kalo gitu, gue pergi dulu ya. Jen, Dav." pamit Mira.

"Hhhhhh. Bener-bener si Rey. Kalo perannya nggak penting-penting amat udah gue kick!" omelnya jadi emosi.

"Dav." panggil Ajen.

"Apa?"

"Lo jauh-jauh dari gue." Davika melotot.

"DIH???? APAAN SIH LO GATAU TERIMA—"

"Nanti lo ketularan. Gue gak mau lo sakit....."

Awalnya Davika tersentuh tapi kalimat selanjutnya sukses membuat Davika berniat menyirami Ajen dengan air panas yang ada di baskom.

"..... nanti gak ada yang bikinin gue bubur."

"Bajingan!" umpatnya sudah kepalang emosi. Ajen hanya tertawa begitu Davika meninggalkan kamar.

Ajen jadi ingat Arjuna. Dia juga suka marah-marah tak jelas di kosan.

Selain kangen Rinjani. Ajen juga kangen anak-anak kos.

Jemarinya meraih hp di meja nakas. Matanya membulat begitu satu sinyal muncul di hpnya. Segera Ajen menyalakan data memanggil Rinjani.








"Jen yaampun kamu kemana aja? aku kangen, kenapa baru hubungin ini udah seminggu Jen... hiks... aku beneran kangen hiks..."

Nada panik dari Rinjani menyambutnya. Ajen terkekeh dibuatnya.

"Maaf ya. Dari aku sampe kesini baru dapat sinyal sekarang Rin. Aku juga kangen kamu, gimana kabar kamu disana? baik-baik aja kan?"

"Aku baik Jen. Kamu gimana?"

"Aku lagi demam," balas Ajen santai.

"APA? TERUS GIMANA? udah minum obat? sekarang masih panas?" tanya Rinjani jadi semakin panik.

"Gapapa. Aku juga udah makan terus minum obat, temen sekelompokku udah bikinin aku bubur."

Terdengar helaan napas di seberang sana.

"Ini kalo aku di sana udah aku rawat kamunya." kata Rinjani lirih.

"Kamu jangan khawatirin aku. Aku gapapa, kamu fokus aja kuliahnya."

"Gimana aku bisa fokus kalo kesayangan akunya sakit????"

Ajen terbatuk. Jadi salah tingkah sendiri. Rinjaninya terlalu jujur.

Ajen berdehem.

"Kamu, sejak kapan kamu sejujur ini?"

"Apanya? Kamu kan emang kesayangan aku."

"Duh Rin. Mau kapan nih?"

"Kapan apa?"

"Nentuin tanggalnya?"

"AJENNNNNNN!"

"Hahahahahahah. Lucu banget sih. Rin, kayaknya sinyalnya bakal ilang lagi nih. Soalnya udah ilang-ilangan."

"Jen, aku masih ka—"

Ajen mengernyit. Suara Rinjani tiba-tiba menghilang. Maniknya memandang layar hp.

Sinyalnya hilang lagi.

"Lamar Rinjani enaknya kapan ya?" gumamnya pelan. Diakhiri kekehan.


























Sementara itu Rinjani di seberang sana hanya bisa menghembuskan napasnya berat.

"Dua minggu lama banget plis."

"Gapapa Rin, seminggu lagi. Lo pasti bisa."

"Iya bisa, bisa gila."


Kak genta: jan. mau ke depan komplek nggak?

Rinjani: ngapain nih kak?

Kak genta: jajan yuk. kakak beliin deh

Rinjani: lain kali deh kak maaf ya....

Rinjani: akunya lagi banyak tugas

Kak genta: oh oke santai aja jan. moga cepet selesai tugasnya ya dek wkwkwkwk

Rinjani: oke kak makasih




***



"Gimana? udah mendingan?" tanya Davika memandang Ajen yang sedang meregangkan tubuhnya di teras.

"Mendingan. Berkat lo Dav, thanks ya." kata Ajen tersenyum kecil.

Davika memandang ke arah lain, mengangguk kecil tak bersuara.

"Kalo gitu gue mau ke belakang, masih ada yang harus dikerjain." ujar Davika segera berlalu ke belakang rumah.

Ajen mengangkat alis. Tungkainya melangkah mengikuti Davika berniat membantu.

Sesampainya di belakang, Davika sudah sibuk mengganti genteng yang bocor dengan genteng yang baru. Semalam sempat hujan lebat dan rumah yang mereka tempati sedikit kebanjiran air hujan.

"Hati-hati Dav." seru Ajen mewanti-wanti.

"Iye," balasnya.

Satu detik setelah ia membalas kalimat Ajen. Tangga yang ia pakai tiba-tiba bergoyang.

"Lah anjir!"

Davika memejamkan matanya sudah pasrah kalau sebentar lagi tubuhnya akan menyentuh tanah.

Tapi begitu matanya terbuka, tubuhnya sudah berada di dalam dekapan Ajen.

Ajen menahan tubuhnya.

Manik keduanya bertemu. Davika diam-diam meneguk ludahnya kasar.

Mendadak dia ingin menjadi pelakor.

Merebut Ajen dari Rinjani lalu mengajaknya kawin lari. Davika berdiri seiring dengan menepis pikiran liarnya.

"M—makasih ya Jen." cicitnya pelan.

"Udah biar gue aja. Lo mending siapin makan gih." kata Ajen mulai menaiki tangga.

Jadi tanpa banyak bicara, Davika segera berlalu meninggalkan Ajen dengan gemuruh di hatinya.

Ajen mengangkat alis. Sedikit heran dengan tingkah Davika.

Ajen mengendikan bahunya, memilih segera menaiki tangga dan mengganti genteng yang bocor dengan yang baru.


























Selagi menyiapkan makanan Davika masih menetralkan debaran jantungnya yang menggila.

"Cowok yang huruf awalnya R emang bahaya." gumam Davika pelan.













a/n:

haloooo ini pendek banget please :')

btw, lama banget ga update. maaf ya guys :(

semoga suka ya!!!

soft; rajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang