09. tiba-tiba

103 17 5
                                    

"Rin, mau jajan nggak?"

Rinjani yang sedang merunduk memandang hp pun refleks mendongak dengan mata berbinar— mengangguk antusias layaknya anak kecil.

"AYOOOO!" seru Rinjani nyaring.

Ajen terkekeh mengacak rambut si gadis pelan. Keduanya berjalan beriringan menuju supermarket terdekat, Rinjani berjalan menuju area snack sementara Ajen memilih pergi ke rak berisi mie instan.

Mengambil sedikit agak banyak dari biasanya.

Rinjani yang sudah selesai, memilih untuk menghampiri Ajen, keningnya berkerut begitu melihat mie instan ada banyak di keranjang Ajen.

Setahu Rinjani, Ajen jarang makan mie instan.

"Kamu mau kemana?" tanya Rinjani pada akhirnya.

"Hah?"

"Kamu mau kemana?"

"Aku..... cuma mau nyetok mie aja," balas Ajen lirih.

"Jen???"

"Hhhhh, ada projek dan aku harus ke luar kota. Dua minggu," jelas Ajen ringkas. Rinjani terdiam.

"Aku bantu siapin," katanya pelan, mengambil beberapa mie lagi.

Ajen meneguk ludah. Merasa bersalah tak memberi tahu lebih awal tentang ini. Selama seminggu ini Ajen pusing dan kebingungan mencari cara untuk memberi tahu Rinjani tentang hal ini.


























"Rin, maaf ya aku nggak ngasih tau dulu. Aku takut kamu sedih terus kepikiran." ujar pemuda itu memandang sekilas Rinjani yang berada di depannya. Keduanya tengah duduk di kursi— teras supermarket.

"Jen, serius ini dua minggu?" Rinjani bertanya dengan suara bergetar.

Ajen menipiskan bibirnya mengangguk kecil. Rinjani menghembuskan napasnya berat agaknya ia tak rela Ajen pergi selama itu.

"Kapan berangkatnya?"

"Besok."

Mata Rinjani membulat, "ngedadak banget???? Kamu kok gak bilang hal penting kayak gini sih???"

"Nanti gaada lagi yang puk-pukin aku kalo capek? nanti gaada lagi yang anterin aku ke kampus? nanti gaada lagi yang aku kasih kue, nanti aku bakal kangen gimana???"

Rinjani hampir menangis. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Hhhhhh. Tadinya seminggu lagi berangkatnya, tapi dimajuin jadi besok." jelas Ajen memegang lembut tangan Rinjani.

"Jen.... hiks.... aku nggak mau...."

Ajen menghela napas, "aku juga nggak mau ninggalin kamu. Tapi, projeknya gitu."

"Batalin aja sih, Jen."

Ajen tertawa kecil.

"Ya nggak bisa dong sayang..."

"Jangan panggil sayang kalo kamu mau pergi!" balas Rinjani ketus.

"Lucu banget sih. Aku janji bakal sering telepon kamu, aku bakal sering ngabarin kamu, jadi gak usah khawatir ya?"

"Bener ya," kata Rinjani mengulurkan kelingkingnya.

"Kalau ada sinyal sih," balas Ajen ringan. Rinjani langsung mencubit lengan si pemuda kesal.

"Jangan bercandaaaaa." rengek Rinjani. Ajen yang dicubit malah tertawa semakin kencang.

Tawanya sudah reda, tangan besarnya memegang pipi Rinjani lembut.

soft; rajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang