13. break

111 16 4
                                    

Rajendra: rin, kamu gapapa?

Rajendra: kamu ga kangen aku apa? aku kangen tauuu

Rinjani: mau ketemu?

Rajendra: IYA LAH RIN. AYO MAU DIMANA? AKU JEMPUTTTTT

Rinjani: berangkat sendiri-sendiri aja. Ketemu di warung mas ijul? aku pengen yang seger

Rajendra: kok berangkat sendiri????? nanti kamu kenapa-napa

"Emang udah kenapa-kenapa kok. Kan gara-gara kamu Jen." ujar Rinjani dengan tawa mirisnya.

Rinjani: gapapa sih. Pengen coba sendiri aja biar jauh lebih mandiri

"Soalnya bentar lagi, gak bakal ada yang anter jemput aku lagi..."

Ajen mau tak mau mengiyakan saja keinginan Rinjani.





































Rajendra memandangi kekasihnya itu bingung sebab sejak keduanya duduk tak ada satu kata pun keluar dari bibir Rinjani.

Apa karena kue bundanya yang gosong waktu itu?

"Arin—"

"Jen. Aku mau udahan." potong Rinjani cepat setelah bermenit-menit ia memikirkan kalimat tepat apa yang harus ia utarakan.

"Maksud kamu?"

"Aku mau putus."

"Rin, kamu bercanda?" tanya Ajen dengan ekspresi tak percaya.

"Kamu bosen sama aku Rin? Atau aku ada salah? Kasih tau aku sekarang aku salah apa? Tapi, jangan putus. Aku gamau Rin." Ajen memegang tangan Rinjani erat.

"Aku serius Jen. Aku rasa kita nggak cocok."

"Jadi, alasannya cuma nggak cocok?" kekeh Ajen tak habis pikir. Rinjani menghela napas.

"Aku kaku Jen. Kamu selalu kasih aku afeksi sementara aku? aku nggak bisa bales afeksi kamu, aku banyak kurangnya Jen. Kamu sempurna, kamu emang baik, tapi salahnya ini emang di aku. Aku nggak bisa lanjutin...."

"Alesan kamu nggak masuk akal Rin. Ketidakcocokan itu ada supaya kita saling melengkapi. Gapapa kamu nggak bisa bales afeksi aku, kamu cukup jadi diri kamu sendiri Rin. Aku gak masalah kalo kita mau break dulu, tapi kalo putus aku gamau Rin."

"Jen... tolong aku mau udahan. Kamu ramah ke semua orang. Sementara aku? aku mau nyapa orang aja susah, aku bisa aja ramah dan terbuka sama orang tapi aku takut Jen. Kamu juga banyak temen sementara aku? temen aku cuma Jisel sama Nadya itu pun sepupuku. Jen maafin aku..."

Ajen meneguk ludahnya kasar. Tangan Rinjani ia lepaskan dari genggamannya.

"Oke. Aku gak bisa maksa." kata Ajen final. Walau keraguan menyelimuti hatinya tapi jika itu keinginan Rinjani— Ajen bisa apa?

Semua hal tak bisa dipaksakan kan kalau memang tidak bisa?

Es pisang ijo pun mendadak terasa hambar. Rasa dingin yang biasa ia keluhkan sebab otaknya membeku sesaat tak ia keluhkan. Rajendra memakannya dalam diam— kini hanya sesak yang ia rasa.

Ah, bukan.

Rasa sesak yang keduanya rasa.










































"Ayo aku anter pulang." kata Ajen kala tangannya menjulurkan helm ke depan Rinjani.

"Aku bisa sendiri—"

soft; rajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang