"Mama pergi.."
Sunoo ikut berjongkok di samping makam yang masih basah. Di sampingnya ada Sunghoon yang menggenggam erat papan kayu yang bertuliskan nama seseorang.
Park Jihyo, Mama Sunghoon.
Tangan Sunoo mengusap bahu Sunghoon. Bahu yang selama ini selalu tegap kini terlihat rapuh.
"Hoonie.." Lirih suara Sunoo membuat Sunghoon kini menoleh kearahnya. Sunoo memaksakan senyum di wajah sembabnya.
"Kita pulang ya.. Kamu harus istirahat Hoonie," ajak Sunoo dengan tetap mempertahankan senyumnya.
"Mama pergi Nu. Mama bilang dia nggak akan ninggalin aku tapi sekarang Mama ingkar janji. Mama pembohong. Aku benci pembohong Nu!"
Sunoo menggigit bibir bawahnya. Dirinya menarik Sunghoon ke dalam pelukannya.
"Aku sendirian sekarang.." Sunghoon menumpukan wajahnya di bahu Sunoo.
"Ada aku.. aku ada di sini Hoonie."
Sunghoon melepaskan pelukan Sunoo. "Apa kamu juga akan ninggalin aku, Nu? Apa kamu juga akan seperti Mama?"
Sunoo menggeleng, "aku gak akan ninggalin Hoonie. Unu akan selalu sama Hoonie, Unu janji!" Mendengar ucapan Sunoo, Sunghoon kembali merengkuh badan Sunoo. Berganti kini tangannya yang melingkupi badan kecil Sunoo.
"Kamu sudah berjanji jadi kamu gak boleh pergi dari aku. Kamu milikku Sunoo."
"Iya Hoonie aku milikmu."
.
.
.
.Sunoo mengerjap. Pandangan yang sebelumnya kabur kini mulai jelas. Hal pertama yang dia tatap adalah langit-langit kamar yang sudah setahun ini dia tempati jika berada di mansion Sunghoon.
Ah iya Sunghoon.
Sunoo memijat pelipisnya yang mulai berdenyut lagi.
"Kamu sudah sadar?" Suara di samping tempat tidurnya membuat atensi Sunoo teralih.
Di sampingnya ada Jungwon, dengan raut wajah cemas dan tangan membawa segelas air putih.
Sunoo berdehem. Dirinya mulai mencoba duduk yang langsung membuat Jungwon meletakkan gelasnya di meja dan membantu menata bantal di punggung Sunoo.
"Masih pusing? Kamu butuh apa Noo? Apa mau aku panggilin dokter?" pertanyaan beruntun dari Jungwon membuat Sunoo tersenyum tipis.
Satu hal yang baru Sunoo tahu tentang pacar Jay ini.
Jungwon itu cerewet.
Gerakan tangan Jungwon yang akan menghubungi dokter terhenti saat tangan Sunoo menahannya. Jungwon mendongak, melihat ke arah Sunoo yang kini menggelengkan kepalanya.
"Aku gapapa Jungwon."
"Oh ehm.. i–iya.. syukurlah kalau gitu."
Suasana kembali canggung. Jungwon bingung harus melakukan apa disaat Sunoo hanya diam menatap lurus ke depan.
"Jungwon.." panggilan lirih dari Sunoo membuat Jungwon sedikit tersentak.
"Eh i–iya Noo?"
"Boleh aku tau dimana ponselku? Aku belum melihatnya sedari tadi."
Jungwon dengan cepat mengangguk dan berdiri. Ponsel Sunoo berada di sofa, diletakkan oleh Heeseung yang tadi membantu membawa Sunoo kembali ke kamar. Tadi Heeseung pulang karena ada seseorang yang menghubunginya. Jungwon tak tau siapa dan tak mau tau juga karena menurutnya Heeseung bukanlah orang baik.
Perasaan Jungwon saja sebenarnya. Mungkin karena mereka tak terlalu dekat membuat Jungwon mempunyai pemikiran seperti itu.
Kembali ke Sunoo sekarang. Ponselnya kini sudah berada di genggamannya. Sunoo menimang. Apakah Sunoo harus menghubunginya?
Pandangan Sunoo kini mengarah ke Jungwon. Jungwon yang ditatap menggaruk belakang kepalanya canggung.
"Bisa tinggalin aku sendiri dulu Wonie? Aku ingin menghubungi seseorang."
Jungwon yang mendengarnya langsung mengangguk dan berjalan keluar kamar dengan cepat. Tak lupa menutup pintu kamar guna memberi Sunoo privasi.
Yang penting keadaan Sunoo sekarang baik-baik saja. Jungwon bisa tenang karena dia tidak akan dimarahi pacarnya.
.
.
.Sunoo menatap pintu kamar dengan pandangan kosong. Kepalanya sudah tak terasa sakit, namun kini sakitnya berpindah tempat ke hatinya.
Dengan tangan bergetar, Sunoo mulai mendial nomer seseorang. Seseorang yang bisa menolongnya untuk keluar dari jerat kebohongan ini.
Dering ketiga, panggilan dari Sunoo diangkat. Jantung Sunoo berdegub kencang saat mendengar sapaan dari seberang.
"Ada apa?"
Tangan Sunoo meremas selimut di atas pangkuannya.
"Aku ingat."
Jeda sebentar. Tak ada suara terdengar dari seberang. Sunoo mulai cemas.
"Aku ingat. Aku ingat semuanya. Semuanya tanpa terkecuali." Sunoo kembali berucap. Satu helaan nafas lolos dari seberang.
"Senang mendengarnya. Setelah ini apa yang mau kamu lakukan?"
Sunoo semakin meremas selimutnya.
"Ayo kita susun rencana. Sudah cukup kebohongan yang aku terima selama ini. Aku sudah lelah."
Di seberang, seseorang yang mendapat telepon dari Sunoo mulai memutar-mutar gelas yang berisi wine berwarna merah. Senyum tipis tersungging di wajahnya.
"Ayo selesaikan drama ini bersama."
Tut.. tut.. tut..
Sambungan telepon terputus. Melempar ponselnya asal, orang itu mulai berdiri dan mendekat ke arah jendela. Disesapnya cairan berwarna merah itu perlahan dengan tatapan lurus memandang ke pemandangan kota malam dari ketinggian tiga puluh lantai.
Senyum semakin merekah saat dirinya kembali mengingat ucapan Sunoo.
"Terima kasih sudah kembali."
.
.
."Ingatan Sunoo kembali." Pemuda dengan jaket merah memasuki ruangan temaram yang sudah berisi satu pemuda lain berkemeja putih dengan lengan digulung.
"Gue tau," jawab pemuda itu santai. Tangannya memainkan pisau lipat yang terlihat mengkilat saat terpantul cahaya lampu.
"Sekarang rencana lo apa?"
Tatapan mereka beradu. Pemuda berkemeja itu mulai menyeringai.
"Just wait and see.. permainan baru aja dimulai.."
Jawaban dari pemuda itu disusul suara tawa kencang yang membuat si jaket merah mundur satu langkah.
Mengerikan. Begitulah yang terlintas di pikiran si jaket merah, disaat dirinya melihat orang di sampingnya melempar pisau lipat dan menancap tepat di selembar foto yang terpasang di tembok.
Foto seorang Lee Heeseung yang sedang memeluk Kim Sunoo.
TBC/END?

KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Run Away || New Version [END]
Fanfiction"Ada orang yang ngajak ngobrol Sunoo tadi," lapor Heeseung kepada Sunghoon. Sunghoon menghembuskan asap rokoknya kasar. "Siapa?" "Youngbin, sains 3." "Bawa ke markas jam tiga nanti." Sunghoon membuang puntung rokoknya dan menginjaknya sampai mati. T...