"Jayie bosen nggak? Unu bosen nih!"
Jay yang duduk di samping Sunoo menoleh. Melihat ke arah bocah berumur delapan tahun yang sedang mengayun-ayunkan kakinya yang tak menyentuh lantai.
"Unu bosen?" Dijawab anggukan lucu oleh Sunoo. Jay mengalihkan pandangannya ke depan, dimana ada sekumpulan orang dewasa yang sedang berbincang.
Hari ini keluarga Sunoo dan keluarga Jay sedang melakukan ibadah rutin di gereja. Ibadahnya sudah selesai sepuluh menit lalu, namun kumpulan orang dewasa itu sepertinya masih enggan untuk mengakhiri perbincangan seru mereka. Sampai mereka lupa bahwa ada dua bocah kecil yang sudah terlampau bosan menunggu.
"Kita main di luar aja yuk. Tapi jangan jauh-jauh ya, biar ayah bunda enggak susah nyariin kita nanti," ajak Jay yang mana langsung membuat Sunoo berdiri dan tersenyum lebar.
"Ayo main Jayie!"
Kedua bocah berumur delapan tahun itu lalu berjalan keluar gereja dengan tangan saling bertautan.
.
.
.
."Mau main apa Jayie?"
"Buat rumah-rumahan dari ranting aja gimana? Di sini gak ada mainan apa-apa soalnya."
Sunoo mengangguk. "Aku cari ke belakang ya Jayie. Nanti kita kumpulin di sini."
Jay menoleh. "Sendiri? Emang berani?"
Sunoo mempoutkan bibirnya kesal. "Unu udah besar ya!!"
Jay mencubit pipi Sunoo yang menggembung. "Iya iya percaya. Yaudah kamu ke belakang aku ke samping sana ya. Kalau ada apa-apa nanti teriak aja."
"Aye aye captain!!" Sunoo hormat seakan Jay adalah benar kaptennya membuat Jay tertawa renyah. Sunoo lucu, semesta pun menyetujuinya.
Sunoo lalu berlari kecil ke arah belakang gereja. Hari masih siang membuat Sunoo tak merasa takut untuk pergi ke sana. Matanya berbinar saat melihat banyak ranting pohon. Inimah dia sama Jay bisa membuat banyak rumah-rumahan, pikir Sunoo.
Pandangan Sunoo memutar, mencoba mencari spot yang terdapat banyak ranting, namun pandangannya memicing saat melihat anak laki-laki jongkok di belakang gereja.
Apa anak itu sedang buang air?
Sunoo sebenarnya ingin abai, namun lihat anak itu hanya diam membuat Sunoo semakin penasaran. Dirinya dengan pelan mulai mendekati tempat anak laki-laki itu. Dilihat dari postur badannya, kemungkinan mereka berdua seumuran.
Saat Sunoo sudah cukup dekat dengan tempat bocah itu, langkah Sunoo sontak terhenti.
Di depannya kini sedang berjongkok anak laki-laki dengan raut wajah datar menatapnya. Di depan bocah itu terdapat burung kecil yang berlumuran darah. Di tangan bocah itu juga terdapat pisau yang masih meneteskan darah.
Bukannya takut, Sunoo justru tersenyum saat pandangan keduanya bertemu. Sunoo semakin mendekat dan berdiri tepat di depan bocah itu, membuat bocah itu sedikit mendongak tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Sunoo.
"Kamu lagi main dokter-dokteran ya? Ayahku juga seorang dokter. Ayah biasanya juga ngelakuin ini ke pasien-pasiennya." Sunoo bercerita tanpa diminta. Bocah kelahiran September itu memang sangat aktif yang kadang membuat orangtuanya kewalahan menjawab pertanyaan dari bibir mungil Sunoo.
Tak ada tanggapan dari bocah di depannya membuat Sunoo berhenti bicara. Dirinya kini mengulurkan tangannya ke depan bocah yang kini mengernyit bingung saat mendapati tangan mungil terjulur di depan wajahnya.
"Main dokter-dokterannya udahan dulu ya. Sekarang kamu main bareng Unu sama Jayie aja. Kita cari ranting banyak-banyak untuk dibuat rumah-rumahan."
Bocah di depan Sunoo masih bergeming. "Tangan Unu udah pegal nih." Sunoo sedikit menyindir membuat bocah di depannya dengan perlahan meletakkan pisaunya dan mulai meraih tangan Sunoo.
Senyum Sunoo semakin mengembang saat bocah di depannya mulai berdiri dan kini mereka berdua saling berhadapan. Tangan keduanya masih bertaut, membuat Sunoo dengan cepat menarik tangan bocah itu untuk mengikutinya kembali ke tempat Jay.
Baru empat langkah namun Sunoo dapat merasakan bocah digandengannya berhenti membuat Sunoo otomatis ikut berhenti.
"Kenapa?"
Bocah itu sedikit ragu. "Ka-kamu gak takut sama aku? A-aku tadi kan bawa pi-"
"Enggak kok. Kan kamu lagi bermain. Aku juga gak takut lihat darah jadi aku gak ada alasan buat takut sama kamu."
Bocah itu mengerjap. "Te-terimakasih."
Sunoo tersenyum sampai matanya membentuk bulan sabit lucu.
"Sama-sama. Oh iya daritadi kita belum tau nama masing-masing ya. Halo aku Sunoo tapi kamu bisa manggil aku Unu. Nama kamu siapa?"
Senyum bocah di depan Unu semakin melebar.
"Sunghoon. Namaku Sunghoon."
.
.
."Hahh.. hahhh.. hahhh.."
Sunoo terduduk dengan nafas memburu. Keringat dingin mulai meluncur di pelipisnya.
"Mimpi buruk?" tanya Sunghoon. masih bersandar di samping jendela yang tirainya terbuka, dengan rokok disela jarinya.
Sunoo mencoba mengatur nafasnya. Dirinya menoleh ke arah Sunghoon dan menatap pemuda yang kini hanya memakai celana jeans tanpa atasan.
Sunoo meremat selimut di pangkuannya.
"Kak Sunghoon.." lirih Sunoo.
Sunghoon menoleh. Menunggu kelanjutan kalimat yang akan Sunoo ucapkan.
"A-apa saat kita masih kecil.. kita pernah bertemu?"
TBC/END
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Run Away || New Version [END]
Fanfiction"Ada orang yang ngajak ngobrol Sunoo tadi," lapor Heeseung kepada Sunghoon. Sunghoon menghembuskan asap rokoknya kasar. "Siapa?" "Youngbin, sains 3." "Bawa ke markas jam tiga nanti." Sunghoon membuang puntung rokoknya dan menginjaknya sampai mati. T...