X X V I

1.4K 267 4
                                    

Pandangan pria itu mengedar ke seluruh ruangan. Memperhatikan kamera yang mengarah kepadanya. Carlos masih mencoba untuk bungkam, membiarkan pengacara yang ditunjuk Theo bekerja sebagaimana mestinya.

Ia sudah ditinggal cukup lama oleh mereka berdua, dibiarkan sendirian dalam rekaman CCTV. Walaupun ada makanan di hadapannya, sama sekali tidak ada selera untuk memakannya. Masih banyak yang harus ia pikirkan selain keluar dari sini.

Apa motif mereka menuduhnya?

Pasti ada motif tertentu, tidak mungkin mereka hanya sembarang memilih orang. Terlebih lagi Carlos merupakan mantu dari Arnold, ada persiapan khusus untuk menuduhnya.

Sikapnya kembali seperti biasa saat mendengar pintu ruang interogasi terbuka. Memunculkan pengacaranya yang selalu didampingi Theo.

Theo mendaratkan bokongnya di kursi lipat. "Pak Carlos yakin ada tiga orang yang ada di dekat Pak Carlos?" tanyanya memastikan.

"Di saat seperti ini pun, saya mana berani untuk berbohong, Theo." Carlos masih bisa tersenyum tipis. "Ada Gery yang bisa kamu tanyakan kesaksiannya jika kamu tidak percaya," usulnya.

Masalahnya itu, Theo tidak bisa mengatakan kepada Pak Carlos jika Gery masih berada di pesawat karena urusan mendesak di kantornya. Anggaplah ia mempercayai semua yang dikatakan Pak Carlos.

"Austin Alarick," gumam Kavian sambil menunduk. Kemudian mendonggakkan kepalanya. "Jika Anda belum tahu, Austin Alarick yang banyak orang tahu sudah tidak bernyawa sejak 10 tahun yang lalu karena kecelakaan militer," beritahunya dengan raut wajah dingin.

Carlos nampak tidak terganggu dengan raut wajahnya itu. "Saya tahu itu," kekehnya tidak bisa menahan tawa kecilnya.

"Lalu kenapa Anda mengatakannya jika sudah tahu?" Kavian mengernyit, merasa sedikit janggal.

"Yang saya dengar darinya begitu saat kami berkenalan." Tubuhnya sedikit dimajukan. "Sebelum kemari, saya sudah mencari tahu semua tentangnya. Gelagat, tingkah, persembunyiannya, itu semua sangat mencurigakan," bisiknya melirik jendela besar yang akan terhubung ke ruangan sebelah.

"Saya tanya, kenapa Anda mengatakan namanya jika sudah tahu itu semua?"

"Karena Anda yang menanyakan. 'Apakah ada saksi lain?' saya jawab ada dengan semua hal yang saya tahu. Dan saya hanya tahu identitas palsunya, bukan identitas aslinya. Salah kah?" Carlos kembali menyandarkan tubuhnya.

"Menarik." Kavian terkekeh pelan.

Itu pertama kalinya Theo dapat melihat seniornya tersenyum, seperti senang mengambil kasusnya. Tanpa Theo sadari juga, Pak Carlos cukup cerdik dalam berekspresi di dalam sana.

"Jelas suara itu di dekat saya. Selama pesta, dia selalu berada di titik yang tidak terkena kamera CCTV. Kelihatan jelas bukan jika dia yang menembak dan mencoba mencari tumbal untuk dijadikan orang lain sebagai pelaku?" lanjut Carlos. "Tidak mungkin Gery dan tidak mungkin Jericky, mereka hanya rekan kerjanya. Dia tahu status saya, memanfaatkannya untuk menuduh saya. Artinya saya punya alasan untuk mencari tahu tentangnya 'kan?" Sorot matanya tertuju pada kaca besar itu. "Saya tidak perlu mengucapkannya dua kali 'kan?" tanyanya ke petugas polisi di balik sana.

Dari balik kaca besar itu, Reno menghantamkan kepalan tangannya ke meja. Merasa geram kenapa ia bisa berurusan dengannya.

"Pernyataannya bisa kita ulik. Tidak ada salahnya untuk menyelidiki ini ulang. Bukannya kita bisa lepasin dia sekarang?" sahut rekan kerjanya memberi saran.

Reno menggeleng, menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Jangan dulu. Kita udah biasa nanggapin orang yang tenang kayak gitu. Jangan terkecoh sama ucapannya," larangnya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang