X X X I I

1.4K 271 14
                                    

"Mas Keenan!"

Pemilik nama yang sedang menaruh botol obat berlabel di kardus pun menoleh. Melihat adiknya mengintip dari balik pintu dengan malu-malu.

"Tumben kamu keluar kamar? Sebentar lagi temen Mas dateng." Selesai melakukannya, ia bangkit dari duduknya. Membawa kardus itu untuk diletakkan di sudut kamar. Menghampiri Floana. "Kenapa?" tanyanya menyejajarkan posisi tubuhnya.

"Ana mau tunjukin sesuatu ke Mas." Ajakan Floana itu langsung menarik tangannya.

Tujuan Floana pasti selalu kamarnya, dan betul saja, Floana membawanya ke kamarnya. Melepaskan tangannya itu dan sibuk mempersiapkan sesuatu yang ingin ditunjukkan.

Keenan tidak tahu apa yang dilakukan adiknya. Mencoba mengintip, tapi adiknya itu langsung menutupinya. Harusnya sejak tadi dipersiapkan biar Keenan tidak menunggu!

"Bagus gak?"

Di tangannya, Floana menunjukkan sebuah mahkota yang dibuat dari tanaman rambat dan bunga. Wajahnya nampak sumeringah saat menunjukkannya, menunggu pujian dari kakaknya.

"Bagus." Kata itu yang tercelos dari mulutnya. "Coba Ana pakai, Mas Keenan mau lihat," suruhnya. Bagi Keenan, tangan adiknya itu memang ajaib. Apapun yang dibuatnya, pasti selalu bagus. Sumpah, Keenan tidak bohong tentang itu.

"Jangan." Floana meletakkannya kembali di meja. "Ana mau kasih itu ke Mama," beritahunya tersenyum. Memandangi mahkota itu lekat.

"Sekarang udah bucin ya sama Mama," sindir Keenan terkekeh. "Kenapa Papa gak sekalian?" tanyanya.

"Papa punya semuanya." Floana merentangkan tangannya, mendefinisikan seberapa besar yang dipunya papanya. "Ana gak tau Papa suka apa," jujurnya sambil memangutkan bibirnya.

"Sini." Keenan yang sudah duduk di tepi kasur pun menyuruhnya untuk duduk. Ana menurutinya, duduk di sebelahnya. "Apapun yang Ana bikin, pasti Papa sama Mama bakal terima. Karena selama ini kamu gak pernah tolak pemberian mereka, mereka juga akan lakukan hal yang sama. Apalagi dapat hadiah dari anak bungsunya." Tangannya menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Jujur, Mas sekarang seneng karena kamu udah bisa nerima mereka. Tetap jadi Ana yang Mas kenal ya," ucapnya lembut.

Floana mengangguk. "Ana gak akan berubah. Tapi mungkin Mas harus ngalah sama Ana. Mama sama Papa lagi lomba buat ngajak Ana keluar dari rumah. Mas Keenan gak diajak," sombongnya.

Keenan tertawa kecil, senang bisa melihat adiknya seperti kembali hidup. Hidup layaknya anak-anak seumurannya. Mungkin jika bisa diperkirakan, harusnya Ana sudah bisa masuk SMP.

"Kamu gak mau sekalian nyapa temen Mas? Gak ada yang gigit, cuma emang banyak yang galak aja." Paling parah, mungkin bisa menerkam orang. Seluk beluk temannya itu sudah Keenan ketahui semua.

Floana menggeleng. "Kasih Ana waktu," pintanya tersenyum.

"Iya." Keenan juga tahu pasti adiknya akan berkata demikian. Menepuk pucuk kepalanya sambil bangkit dari duduknya. "Mas Keenan keluar dulu. Kayaknya mereka udah dateng. Kalau mau manggil Mas, chat aja. Nanti kamu diledek 'tuan putri Nevara' sama mereka." Jangan pikir Keenan tidak tahu ledekan empat sekawan itu di belakangnya.

"Lucu tau Mas dipanggil tuan putri." Justru Floana malah bangga jika dirinya dianggap sebagai tuan putri, seakan sedang hidup di istana kerajaan.

Sepertinya Keenan harus lebih extra lagi untuk mengajarkan sesuatu tentang dunia luar yang belum disentuh oleh adiknya. Bahkan ledekannya pun malah dianggap lucu. Wajar karena adiknya masih kecil.



***


Cassiopeia : Nayanika ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang