X X I

1.4K 264 6
                                    

Rencana itu tidak berjalan mulus dengan apa yang diharapkan. Terbukti ketika dua anak itu sibuk dengan pikirannya sendiri setelah pertemuan itu.

Ace masih kepikiran ucapan Gery tadi. Sepandangnya mengenal Sora, ia bukan orang yang jahat. Masih baik setelah ia memberitahu semuanya tentang tujuannya itu. Tidak mungkin 'kan Sora masih menjalankan tujuannya itu?

Namun ada satu lagi yang menganggunya. Ia menoleh, menatap heran Aludra yang sibuk berkutat dengan ponselnya. "Masih sempet belajar di situasi kayak gini?" tanyanya.

"Soalnya daritadi di diemin terus. Mending belajar." Aludra menelengkan kepalanya, memancarkan tatapan tidak suka. "Iya gak?" pastikannya. Tangannya menepis tangan Ace yang ingin menyentuh rambutnya. "Gak usah pegang-pegang. Lama ini bikin modelnya, jangan lo berantakin," omelnya.

"Yang mau berantakin tuh siapa?" Heran sejak tadi Aludra memfitnahnya terus. "Gue cuma baru liat belakang rambut lo. Jepitan rambut dari gue 'kan?"

Ingat bukan hadiah yang diberikannya saat Aludra mengendap masuk kamarnya? Ace memberikannya jepit rambut dengan sedikit manik-manik. Entah ia kepikiran saja ingin membelinya saat jalan-jalan dengan Kai untuk membeli kado Resha. Tidak pernah berekspektasi jika Aludra yang modelan begini akan memakainya.

Aludra menyentuh jepit rambutnya itu. "Iya dari lo. Sengaja aja gue pake karena cocok sama warna bajunya," alasannya. Jelas ia baru membeli bajunya kemarin, tidak sengaja menemukan warna yang senada. "Lo tau gue yang begini, kenapa punya ide ngasih jepitan?" tanyanya heran.

Ace mengedik. "Iseng aja." Nah, ini baru betul.

"Bohong."

"Ya udah tuduh aja terus." Padahal Ace sudah bicara jujur, tapi masih dituduh bohong. Memang tampangnya seperti pembohong atau bagaimana? Lebih baik ia makan cemilan sampai acaranya selesai. "Jangan belajar terus. Ntar malah jadi beban pikiran besok," ingatkannya ketika ekor matanya menangkap Aludra yang kembali menatap ponselnya.

"Ace."

"Hm?"

"Gue ada rencana mau lanjutin kuliah di luar negeri."

Laki-laki itu menangkap sorot matanya. "Tiba-tiba?" Pernah sekali gadis itu mengatakan tidak ingin kemana-mana selain bersama mereka. Sekarang semudah itu ia berubah pikiran?

Aludra berpikir sejenak. "Masih rencana. Gue denger banyak rekomendasi dari Papa dan gue mulai ada sedikit rasa ... ketertarikan?" Ia masih belum bisa memastikan itu. "Itu yang perlu gue pikirin sampe akhir tahun ini sebelum ikut tes sana sini. Menurut lo gimana?" pintanya.

"Lo nanya pendapat sama gue?" Jujur Ace masih bingung dengan pernyataannya barusan.

"Engga. Gue nanyain mbak-mbak yang lewat barusan." Aludra melengos, jelas-jelas ia hanya menatap Ace. "Emang gue daritadi lagi ngomong sama siapa, Ace Darwinasa?" geramnya.

Ace mengangguk pelan, paham dengan arah pembicaraannya. "Pendapat gue sebagai temen lo sih ikutin aja apa kata hati lo. Mau lo tempuh pendidikan dimana pun, kalo lo ngerasa nyaman disana, pasti lo bisa lewatin dengan mudah," ucapnya mengelus rambutnya lembut.

"Ucapan lo kayak orang yang gak nyaman di kampus lo yang sekarang." Aludra mendekat. "Nyesel gak ambil beasiswa disana?" Pasti Ace tahu ia sedang menyinggung siapa sekarang.

"Sotoy banget. Ngapain juga gue nyesel? Enakan disini," sombongnya. "Kalo lo belum yakin, coba cerita sama mereka. Gue cuma bisa kasih saran segitu. Mungkin Kai sama Rio bisa kasih pendapat lain," suruhnya.

Aludra mengangguk pelan, sepertinya ia perlu menambah konsultasinya. "Gue masih penasaran apa yang diomongin sama Papa ke lo. Dia ngancam lo sesuatu atau gimana sampe lo jadi diem?" Dimasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang