E P I L O G

2.1K 322 63
                                    

"Ibu, masa Ace dimarahin Ayah karena miniaturnya ilang satu." Sembari menggerutu, ia meniup lilin ulang tahun yang dipersilakan untuk dirinya sendiri. "Padahal Ace udah bilang kalo Ace bawa sebentar kesini biar Ibu bisa liat."

Ia menunjukkan miniatur berbentuk bunga matahari. Tidak memiliki corak, hanya beberapa lekukan berwarna kuning bening. Jika terkena cahaya, itu akan sangat bagus untuk ditunjukkan.

Diletakannya miniatur itu di atas makamnya yang sudah dibersihkan. "Ayah gak kesini bukan karena kita lagi berantem, tapi Ayah masih di Jerman. Ulang tahun anaknya udah gak sepenting itu kalo dibandingin sama pekerjaannya," ricaunya tidak suka.

Melihat makam kakeknya yang berada di sebelahnya. "Kalo Ibu ketemu sama Kakek, tolong dimarahin karena udah buat Ayah sibuk sekarang," pintanya. "Sekalian kalian maaf-maafan disana. Ace tau kalian masih saling sayang," cibirnya terkikik geli.

Ritual Ace setiap tahunnya akan selalu sama. Menghabiskan waktu di makam ibunya akan membuat hidupnya lebih aman walaupun banyak pasang mata di sekitarnya. Itu karena keluarganya menjadi seorang konglomerat dadakan, jadi selalu diikuti oleh pengawal atau penjaga.

Sama sekali tidak menganggu, toh mereka akan terbiasa dengan ritualnya setiap tahun. Ini tahun pertamanya setelah tahu penyebab kematian ibunya. Ace sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Bianca, seakan Bianca memang sengaja melenyapkan dirinya sendiri dari kehidupannya.

"Ibu tau, Ace udah gak takut sendirian," bangganya memamerkan diri. "Karena Ace percaya kalo orang yang selama ini di sisi Ace gak akan ninggalin Ace lagi untuk selamanya." Mengusap rerumputan tipis itu di atas makam. "Kalaupun begitu, Ace gak akan terlalu merasa kehilangan kayak Ace kehilangan Ibu dulu," ujarnya tersenyum.

Perlahan orang-orang di sisinya hampir pergi. Ayahnya akan lebih sering di Jerman bersama Adele. Aludra akan ke luar negeri. Kai mulai sibuk dengan semester tiganya, sedangkan Rio melanjutkan kuliah di luar kota.

Keenan? Anak itu sekarang tinggal di rumahnya sampai lulus nanti. Keluarganya pindah untuk membawa Floana ke lingkungan baru untuk beradaptasi.

"Ibu tau Lean? Anak bungsunya Bu Bianca?" tanyanya. "Ace pikir sikapnya bakal sama kayak Keenan, ternyata beda." Terkekeh kecil. "Dia langsung akrab sama Ace. Sikapnya manja, nempel mulu kalo Ace kesana." Tubuhnya mendekat ke arah nisan. "Mirip sekali sama Bu Bianca waktu jaman kalian kuliah," berikannya informasi.

Sorot matanya menatap kue potong yang dibelinya tadi. "Temen Ace pernah tanya 'lo udah bahagia belum?' dan suruh jawab ke Ibu." Pertanyaan Dayana tahun lalu masih saja membayanginya sampai sekarang. Kepalanya mendonggak, menatap sendu langit malam yang tidak terlalu banyak bintang. "Ace mau minta izin, Ibu izinin Ace bahagia tanpa Ibu disini, boleh?" tanyanya serius. "Ibu bakal selalu Ace ingat sampai kapanpun, Ace janji itu."

Karena ada kebahagian lain yang ingin ia kejar sampai dapat.

Sungguh, Ace sangat merindukan sosok ibunya. Rindu setiap kali ibunya mengomel karena ia memberantaki sesuatu. Rindu melihat ibunya sabar dengan tingkah aktifnya. Dan rindu melihat ibunya hidup sampai pada hari itu.

Ace juga yakini sesuatu.

Ibunya juga merindukan itu semua.



***



"Setelah saya kembali ke Indonesia, setidaknya harus ada satu yang kamu rekomendasikan untuk posisi sekretaris sekolah." Memakai earpod, Carlos masih berbicara dengan orang di seberang telepon. "Jangan biarkan Ridwan kembali lagi ke sekolah. Kalau dia membuat keributan, usir paksa agar tidak menimbulkan kehebohan di sekolah lagi. Paham 'kan, Cera?" tanyanya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang