Bagian 6

41 6 0
                                    

Hai readers terimakasih udah ngikutin cerita We're not Angel sampai disinii😆
Chapt berikutnya bakalan lebih seru nihh
So, jangan lupa tinggalkan vote & komen kalian disini biar aku makin semangat nulisnya🤗💗

Happy reading readers terlup lup ku😚💗

.

.

.

Seorang gadis berpawakan tinggi tengah berjalan sambil menenteng sebuah piala besar. Hari ini gadis bernama Ara itu mendapat juara pertama di ajang olimpiade Fisika.

Meskipun sudah berkali kali mendapatkan juara dan memborong banyak piala, hal itu tidak pernah membuat gadis itu menjadi sombong.

Ara memang berbeda dari manusia pada umumnya. Bukannya merasa senang dan bangga, hari ini perasaannya sedih dan kesal.

"Anjir lahh, pasti nanti emak ngamuk kalo gua pulang bawa ginian" Gumam Ara.

Sehabis pulang dari Olimpiade, Ara dipaksa Pak Hartono untuk membawa pulang piala hasil kerja kerasnya. Niat Pak Hartono agar Ara membuat rasa bangga ibunya terhadap anaknya. Tapi Pak Hartono tak mengerti, seberapa anti mainstream nya keluarga Arhasya Kiera Yunanta.

Sesampainya dikelas Ara disambut dengan sorakan dan tepuk tangan dari murid kelas X-MIPA2 karena piala yang dibawanya. Ara menatap malas pada anak anak kelasnya. Sorakan itu membuat telinganya risih.

Beberapa detik selanjutnya Ara tersenyum miring, menandakan dia baru saja memikirkan ide gila. Berhubung ini sedang jam istirahat, tidak ada guru yang sedang berada di dalam kelas. Jadi Ara bisa melakukan aksi gilanya kali ini.

Ara mengangkat pialanya tinggi tinggi, "SIAPA MAU PIALA INI??!" Ucap Ara lantang kepada seluruh penjuru kelas.

"Kalian pasti iri kan sama gua yang punya banyak piala, hohohoho. Dan sekarang karena gua baik hati dan tidak sombong gua mau bagiin piala ini ke kalian.. Jadiii yang mau piala ini angkat tangan. Piala ini bakal langsung jadi milik kalian" Sambung Ara dengan wajah yang begitu meyakinkan.

Namun, anak anak X-MIPA2 malah menatap julid kearah Ara yang masih mengangkat pialanya tinggi tinggi.

"Yuhuuu siapa yang mauuu. Ayo jangan malu maluu" Tawar Ara yang masih saja tidak mendapatkan respon dari teman sekelasnya.

"SIAPA YANG MAU?! CEPETAN BILANG ANJIRR GUA MAKSAA!!" Kesal Ara yang merasa terkacang.

Ara berdecak sebal dengan respon yang diberikan teman temannya. Memang selalu seperti itu, sangat membosankan. Maka dari itu Ara jarang bermain bersama teman sekelasnya kecuali Anya. Mampir ke kelas Atha & Aca lebih baik. Anak kelas XI-IPS3 selalu seru dan asik.

"Gk asik" Ara melangkahkan kaki menuju bangkunya. Percuma ia promosi piala sambil teriak teriak kalau hanya mendapat respon garing.

Ia duduk dan menatap ke arah jendela. Menenangkan pikirannya yang lelah akibat olimpiade beberapa jam yang lalu.

Diluar jendela tampak ada dedaunan yang terayun ayun akibat hembusan angin. Disana juga terdapat burung burung yang berada di sebuah sangkar besar. Ara memejamkan matanya menikmati kicauan burung dan hembusan angin yang menerpa wajah mulusnya.

Pikiran dan hati nya mendadak menjadi tenang. Ternyata menjadi gadis yang tenang tidak buruk juga.

"ARAA"

Mood buruk Ara belum sepenuhnya hilang. Namun teriakan seorang gadis dari sampingnya malah mengusik ketenangan Ara.

Ara menoleh dengan tatapan tidak senang "Paan?"

Anya tertawa kecil saat melihat raut wajah Ara yang tertekuk sebal.

"Muka lu kenapa? Lagi datang bulan ya?" Tanya Anya basa basi seraya duduk di sebelah kursi Ara.

"Gua dapet piala lagi Nyaakk!" Jawab Ara histeris.

"Ya bagus dong"

"Masalahnya ini sama Pak Harto pialanya disuruh bawa pulang Nyaaa. Gua harus ottoke?!"

Anya terdiam, mencoba mengingat sesuatu "Oiyaa Aunty Ratna kan nggak suka kalo lu bawa bawa piala ke rumah"

"Makanya itu Nya gua sekarang lagi bingung and syedih syekalii"

Ara meletakkan kepalanya di meja. Mencoba tenang untuk menghadapi kenyataan. Anya menatap heran makhluk disebelahnya. Memang satu keluarga Ara sangatlah unik.

"Lu mau gak Nya???" Tawar Ara begitu antusias. Tangannya menyodorkan piala ke depan Anya.

"Hehe nggk deh Ra, makasih"

Sorot mata Ara kembali sendu. Ia kembali meletakan kepalanya di meja dan merenungi nasibnya. Kenapa dia harus diciptakan pintar saat orang tua nya tidak suka jika anaknya membawa piala ke rumah.

Anya geleng geleng melihat tingkah random sepupunya + sohibnya itu. Daripada ikut pusing, lebih baik Anya mengisi buku jurnal untuk hari ini sebelum si Ketua galak memarahinya lagi.

Tangan Anya segera meraih buku jurnal yang berada dalam laci meja nya. Lalu dia mulai menulis dengan rapi apa yang seharusnya ditulis disana. Hari ini Anya tidak mau mendapat omelan dari bapak ketua.

Sebuah tangan tiba tiba menyambar buku jurnal yang sedang Anya tulis.

"Ehh.." Anya menatap kearah pemilik tangan itu.

Mata Anya memicing saat melihat laki laki yang berdiri disebelah nya tersenyum. Tidak biasanya Farez si ketua kelas yang tidak pernah absen untuk memarahi Anya tersenyum manis seperti ini.

"Ehh Farez kenapa di isi? Sini biar gua aja" Ucap Anya langsung menghampiri Farez yang sudah duduk di bangkunya.

Anya hendak meraih buku jurnal, namun tangan Farez langsung menahan tangan Anya.

"Gapapa. Udah lu ke kantin aja sama Ara, biar gua yang ngisi ini" Ucapan Farez membuat fokus Ara teralihkan.

Ara mengangkat kepalanya dan melihat dua manusia dia depannya. Ia tersenyum miring lantas menghampiri si ketua kelas dengan sekretaris yang sedang berdebat.

"Ciee Pares perhatian sama Anya ciee Ekhem! Ada apa nie kalian berdua?" Goda Ara mengundang tatapan tajam dari Farez.

Sadar dia harus menjalankan tugas sebaik mungkin, pria itu langsung mengubah tatapannya menjadi ramah. Tak lupa bibirnya tersenyum lebar walaupun hati ogah ogahan.

"Kalian pasti laper, mending ke kantin aja keburu bel masuk. Kasian Ara juga habis lomba pasti butuh makan banyak" Ucap Fares dengan senyum dipaksakan.

"Iya juga Nya. Ayo kita ke kantin, biarin Pares aja yang ngisi jurnalnya" Ajak Ara langsung menarik tangan Anya menuju kantin. Ucapan Farez benar, Ara sekarang sedang sangat kelaparan.

Anya terpaksa berjalan mengikuti langkah Ara. Namun kepala Anya menoleh ke belakang, menatap pria yang terus saja masih tersenyum kearahnya.

"Aneh" Batin Anya setelah keluar dari kelas. Seharusnya pria itu tidak membiarkan Anya istirahat sebelum kewajiban sebagai sekretarisnya selesai.

"Akhh pipi gua kram setan!" Umpat Farez seraya mengusap pipinya. Otot otot pipinya terasa pegal akibat senyum yang ia paksakan terlalu lama.

Ternyata susah menjadi orang yang ramah senyum. Farez harus menahan rasa sakit di pipinya agar tidak keceplosan marah marah lagi kepada Anya.

Tapi Farez harus menahan ini sampai kapan?

TBC

.

.

.

Kasian Mas Pares😕
Perjuangan anggota Bluesky siapa selanjutnya?🤩

Vote and komen untuk next chapter 🤗

We're Not AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang