Tak ada yang mudah, semuanya perlu adanya pengorbanan. Hati, pikiran, tenaga, materi atau yang lainnya. Semuanya bukan karena tanpa alasan. Tapi itu sudah hukum alam. Mendapat satau hal terbaik bukankah harus rela mengorbankan sedikit yang dipunya untuk bisa dapatkan apa yang dimau.
Dihari sebelum keduanya —Renjun dan Jeno memutuskan untuk mempertahankan bayi mereka dan juga menyusun rencana tentang bagaimana kehidupan mereka kedepannya. Mereka ada dalam situasi yang rumit. Pemikiran keduanya yang masih sama-sama memiliki tingkat keegoisan tinggi didukung dengan hormon sensitif Renjun membuat keadaan semakin tak kondusif.
Renjun sempat memberikan opsi untuk menggugurkan janin 3 bulan itu setelah beberapa hari berperang dalam pikiran. Jeno? pria itu jelas langsung menolak opsi itu. Ia tak setega itu.
"Aku gak setuju!" ucapnya sontak dengan suara yang meninggi. Berterimakasih untuk ide Renjun yang mengajak Jeno membicarakan hal krusial ini di salah satu tempat karaoke, hingga tak ada yang bisa mengganggu privacy mereka.
"Terus kamu setujunya gimana? Aku yang paling berat tanggungannya disini. Aku yang bakal bawa dia kemana-mana. Tau kamu perasaan aku kalo sampe semua orang tau aku hamil?! Malu mas malu! Masa depan aku masih panjang Jen dan semua bakal hancur gitu aja karena anak ini!"
"Tapi aku gak bisa biarin kamu bunuh dia!", Jeno berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol emosinya, nafasnya memburu, kepalanya seakan mau pecah. Tidak, ia tak boleh membalas Renjun dengan kemurkaannya. Tak bertemu ujung yang ada.
Perlahan Jeno menggenggam tangan Renjun dengan erat, mengelusnya perlahan. Nafas keduanya masih naik turun karena emosi. "Aku gak tega buat bunuh dia ay. Dia anak kita, gimanapun adanya," ucapnya selembut mungkin.
"Tapi aku gak mau dia mas. Ini salah kalau kita pertahanin dia"
"Kita juga salah kalau sampai buat dia pergi. Aku gak mau kita menyesal dibelakang nanti," Jeno masih terus berusaha untuk meluluhkan hati Renjun.
"Tapi gimana aku nanti mas? hiks" isakan Renjun melukai hati Jeno. Memang, Renjun adalah pihak yang paling dirugikan disini. Dari segi apapun itu.
"Kita cari cara ya. Mas janji mas bakal terus sama kamu. Mas janji bakal lindungin kalian. Mas janji bakal tanggung jawab akan semuanya. Tapi mas minta kamu buat percaya sama mas dan dukung mas. Kita jalani ini sama-sama ya," Jeno hanya bisa memeluk erat Renjun yang masih menangis sesegukan. Gumaman kata 'takut' menjadi hal paling inti dari segalanya.
Bukan. Bukan hanya Renjun yang takut akan semua hal yang akan terjadi. Tapi Jeno juga, takut perihal masa depannya, takut apakah ia sanggup dan mampu menjaga Renjun dan bayi mereka. Takut apakah janji-janjinya pada Renjun tak akan ia ingkari dan takut jika ia akan mengecewakan keluarganya. Walaupun nyatanya dirinya memang sudah mengecewakan bahkan menghancurkan tembok kepercayaan dari ayahnya untuknya.
Jeno juga takut.
****
Waktu terus berjalan dan harua selalu seperti itu. Semuanya masih dengan susunan yang tepat, belum ada yang bergeser barang seinchi pun dan Jeno juga Renjun mensyukuri itu. Tak ada yang mencurigai. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya masih dalam keadaan baik-baik saja.
Sudah satu minggu lamanya sejak kepindahan mereka ke sebuah rumah kontrakan minimalis dengan harga murah dan seadanya. Bukan asrama seperti yang Jeno bilang kepada bundanya.
Terhitung sudah ada satu minggu juga Jeno menjadi karyawan tetap toko service elektronik berkat kecekatan juga hasil kerjanya yang memuaskan. Jeno sedikit bersyukur karena dulu ia sering diajak dan membantu ayahnya untuk membenarkan barang-barang elektronik yang rusak. Sedikit-sedikit Jeno bisa mempelajarinya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad and Good Day | NOREN story | End ✔️
FanfictionAku tahu ini bukanlah berawal dari kesan yang bahagia. Tapi percayalah akan satu hal. Aku akan terus membawamu menyelam dalam kebahagiaan yang kita ciptakan dimasa depan. Aku jamin itu. -Jeno- start : 7 august 2022 finish : 14 Nov 2023 created by...