Bahkan sejuknya embun dedaunan, hangatnya mentari dengan sinarnya, pula damainya suasana pagi tak melulu menjadi hal indah bagi para hati yang tak pernah menemukan ketenangan.
Semua puisi-puisi romantis dari puluhan bait lagu mendayu tak ubahnya angin lalu yang tak bisa menyentuh kalbu. Suram. Entah bagaimanapun senyum yang dituai hanya kebohongan yang terus dipupuk dengan keadaan. Ia tak bisa berbuat apa-apa.
Ia hanya bisa diam dan menerima entah bagaimana hasilnya — Jeno misalnya. Pagi ini —di meja makan, suasananya sangat canggung baginya dan Jisung. Hal tak terduga ia dapati semalam, tak pernah ia bayangkan bahwa salah satu keluarganya akan mengetahui hal besar yang ia simpan rapat-rapat secepat ini, pada waktu yang ia tidak siap bahkan untuk mengucap satu kata 'maaf' sekalipun.
Semalam, saat ia kembali dari kamar mandi. Ia mendapati Jisung dengan raut wajah terkejutnya, jantungnya seakan melompat dari tempatnya, ia menyadari perihal apa yang terjadi kala melihat ponselnya ada di tangan sang adik.
Bodoh, ia lupa untuk mengganti kata sandi dan ia baru sadar kebiasaan Jisung yang akan memainkan ponselnya atau sekadar untuk meminta hospot. Jeno merutuki diri sesaat.
"Sung mas bisa.."
"Bisa apa? Bisa terus-terusan nyembunyiin hal biadab yang mas lakuin." Ucap Jisung marah, remaja 17 tahun itu berusaha meredam suaranya sekuat tenaga kala mengingat suasana rumah yang sudah sangat hening.
Jeno memejamkan matanya ketika mendengar kalimat yang baru saja diucapkan sang adik. Habislah ia, mau bilang apa.
"Tolong dengerin gue dulu."
Mata Jisung masih menatap Jeno dengan nyalang. Jeno bisa lihat jelas kemarahan disana. Ia menghela napas pelan lalu perlahan menghampiri Jisung di kasur miliknya walapun akhirnya satu pukulan keras Jisung telah berhasil lebih dulu mendarat pada pelipis Jeno hingga tubuhnya jatuh tanpa daya.
Kerah bajunya dicengkeram kuat, tangan Jisung sudah kembali mengepal di udara sekuat mungkin ia tahan untuk tak menghantam lai wajah sang kakak.
"Jelasin yang bisa lo jelasin."
Jeno menunduk, matanya memejam sesaat, bibirnya ia basahi untuk mengurai ketakutan dalam dirinya. Menghela napas pelan lagi, mendongak menatap balik netra Jisung yang masih nyalang itu.
"Iya gue salah. Gue biadab."
Tangan Jisung mengepal kuat, sungguh kalau hanya ada dirinya dan sosok kakak sulungnya ini. Bisa ia pastikan bahwa wajah tampan duplikat ayahnya itu akan sudah dipenuhi lebam dan darah. Pria itu beruntung, batinnya.
"Mas, lo sadar kan?"
"Gue sadar sepenuhnya. Maaf."
"Goblok! Bangsat!" Pria muda itu kembali mendesis sebal karena hanya bisa menekan dalam upatannya. Sungguh apa kakaknya ini sudah gila?!
"Mas, lo —lo mikir engga si mas?"
"Gue kira engga bakal kayak gini sung."
Bodoh! Bodoh! Bodoh!
"Terus kalau gak akan kejadian kayak gini lo bakalan terus jadi brengsek kayak gini? Iya mas? Dimana otak lo mas?"
"Sorry Sung. Gue bener-bener khilaf. Semua terjadi begitu aja."
Jisung masih menatap tak percaya pada salah satu role model hidupnya itu. Sosok 'kakak' yang keren, dewasa, attitude baik dan anak dengan segudang prestasi, nyatanya malah jadi pria brengsek yang sekarang secara tidak langsung telah menjadikan keluarganya berada ambang kehancuran.
Benar, tak ada yang benar-benar orang baik di dunia ini —sekalipun itu dirinya. Ia jadi ingat perkataan sang bunda beberapa waktu lalu. Percakapan sederhana yang menenangkan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad and Good Day | NOREN story | End ✔️
Fiksi PenggemarAku tahu ini bukanlah berawal dari kesan yang bahagia. Tapi percayalah akan satu hal. Aku akan terus membawamu menyelam dalam kebahagiaan yang kita ciptakan dimasa depan. Aku jamin itu. -Jeno- start : 7 august 2022 finish : 14 Nov 2023 created by...