6

468 43 9
                                    

Malam semakin larut, ditambah dengan medung yang sedari tadi menggunung. Entah kapan bulirnya akan sampai ke bumi, sedari tadi hanya kilat menyeramkan yang nampak bersahutan tak henti.

Tidak, bulir diluaran sana memanglah belum sampai pada tanah ini. Tapi, bulir dari netra sipit seorang perempuan dewasa bahkan sudah terlihat sangat memilukan. Mata yang bengkak, isak yang semakin malam semakin membuat sesak. Ketidakpercayaannya seolah berbanding terbalik dengan fakta yang hari ini ia temukan.

"Bunda —ayah mohon percaya dengan ayah.." ujar Jaehyun entah untuk keberapa kali sejak siang tadi. Ia tak bisa untuk marah karena ia sadar bahwa ini memang kesalahannya.

Rose masih tak mau membuka suaranya, yang terdengar ditelinga Jaehyun sejak siang tadi hanyalah isakan yang teredam. Ia sangat merasa bersalah dan juga bingung —bagaimana cara untuk ia menjelaskan pada kekasih hatinya ini.

"Bunda bisa pukul ayah, marahin ayah atau lakuin apapun yang bunda mau. Tapi ayah mohon jangan diem aja, hati ayah sakit"

"Lebih sakit siapa? Kamu apa aku?" akhirnya Rose memberanikan diri untuk bersuara, mendudukkan diri menghadap 'suami'nya. Sorot matanya sarat akan kekecewaan.

"Apa salah aku mas?" suaranya lirih, teredam oleh tangis juga karena ia tak mau anak-anaknya terbangun karena dirinya.

"Ada aku pernah gak berbakti sama kamu mas? Aku tau aku banyak kurangnya apalagi aku udah semakin tua dan kerjanya cuma di rumah ngurus anak sama dapur. Aku udah gak secantik dulu atau se-sexy selingkuhan kamu tadi. Aku tau! tapi apa harus dengan cara kaya gini mas tampakin ketidaksukaan mas. Mas bisa bilang ke aku kalo mas emang udah bosen sama aku. Bukan malah main belakang begini mas. Gimana kalo anak-anak tau.. hiks.."

Air matanya semakin deras, Rose tak kuasa menjatuhkannya walau sudah sekuat  tenaga ia tahan. Jaehyun yang melihat bagaimana bergetarnya kedua bahu sang istri hanya bisa menatapnya dengan nanar dan sakit. Ia merutuki kebodohannya dengan merenggut janji yang ia selalu udapkan pada Rose untuk tak membuat wanita itu menangis karena sebuah kesalahan yang dia perbuat.

Benar adanya, janji yang manusia ucap hanyalah sekadar janji semu yang lambat laun bisa dilupakan kesakralannya. Sebuah janji yang terucap kadang kala dibuat sebagai pemanis bumbu-bumbu cinta, yang nyatanya hanyalah implementasi dari sebuah peribahasa 'habis manis sepah dibuang'. Tak berguna. Bullshit.

Tangan kekarnya mendekat, mencoba meraih ranting yang rapuh milik istrinya. Rose tak menolak, ia sudah terlanjur sakit.

"Ayah bisa jelaskan"...

"Apa? apa yang bisa kamu jelasin? Khilaf, huh? Basi mas."

"Engga sayang engga, aku bisa jelasin semuanya. Ini semua engga kaya yang kamu pikirin."

"Mas keluar aja, aku lagi pengen sendiri. Tolong kasih aku waktu biar bisa dengerin penjelasan mas."

Rose kembali bergelung pada selimutnya. Matanya masih tak berhenti mengeluarkan cairan asin itu, ia belum bisa mendengar tentang seperti apa bentuk penjelasan yang diklaim sang suami ialah bukan seperti yang ada pada pikirannya. Lalu apa? bagian mana dari pikirannya yang salah. Bukankah sebagai seorang wanita juga sebagai seorang istri pikiran tentang hal-hal menakutkan itu wajar untuk dijadikan kekhawatiran dan penyebab dari badai besar yang bisa saja datang seperti sekarang ini. Lalu ia harus apa? Harus bersabar seperti yang ada didalam kebanyakan cerita? Tidak. Ia tak sekuat itu. Ia tak mau.

Dalah hatinya hanya berharap, semoga anak-anaknya tak ada yang curiga mengenai hal ini. 

Beberapa hari ini keluarga Jung Jaehyun masih terselimuti dengan keterdiaman. Khususnya ia dan sang istri, mereka sedemikian apik menyembunyikan perang dingin diantara keduanya dari anak-anak. 

Bad and Good Day | NOREN story | End ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang