Hujan ditengah kemarau. Bahkan hembusan anginnya masih terasa hangat. Dingin yang tipis-tipis mengusap samar muka kulit. Tak apa, ini lebih nyaman dari hari kemarin. Hangatnya menenangkan jiwa.
Bukan. Bukan aku lancang untuk tidak terluka. Aku terluka —sangat. Hanya saja, gemuruhku meredam berkat kekasihku. Apa lagi yang bisa ku jadikan alasan untuk menyerah. Jikapun aku mengaku kalah pada dunia, bukankah aku adalah manusia paling merugi di dunia?
*
Jenazah Wendy sudah dikebumikan dua jam lalu. Kini keluarga dari pihak Yuta —mama dan papa, juga keluarga besar Huang ditambah dengan keluarga Jaehyun dan Rose, mereka berkumpul di ruang keluarga kediaman Yuta dan Wendy.
Belum ada yang berniat membuka percakapan sejak beberapa menit mereka hadir disana sembari menunggu anggota keluarga lain berkumpul. Ini semua sebenarnya inisiasi kakek Bae —ayah Wendy, yang teramat sangat kecewa juga tak menyangka hal yang sebegini rumit dan memalukannya terjadi pada keluarganya.
"Sebenarnya saya tidak tahu harus bicara dari mana. Saya tidak menyangka hal buruk ini terjadi pada keluarga kita.." Atensi yang ada disana beralih pada kakek Bae yang membuka suaranya lebih dahulu.
"..pertama, saya meminta maaf pada keluarga Huang. Jika selama hidup putri saya, belum bisa menjadi menantu, istri juga sosok ibu yang baik." Lanjut kakek Bae. Namun setelahnya hening kembali.
Sebenarnya entah bagaimana harus diselesaikan. Karena pastinya dari kedua belah pihak —antara Yuta dan Wendy— punya andil yang sama untuk memulai semua kekacauan ini.
"Sebenarnya.. kami tidak tahu mengerti apa yang telah terjadi." Nyonya Huang menanggapi kemudian, ia dan suaminya benar-benar kaget akan berita mendadak ini, juga dari perkataan besannya. Mereka benar-benar tidak mengetahui duduk permasalahannya.
"Saya akan ceritakan semuanya." Jennie, dengan senyum sendunya.
*
Renjun masih dengan pakaian serba hitamnya. Duduk kembali di tepian ranjang. Kembali ia memandang luar balkon. Terpaksa membiarkan keramaian di bawah tanpa atensi dirinya. Itu juga paksaan dari tante Jennie yang memintanya untuk istirahat dibanding ikut mendengarkan apa yang mereka akan diskusikan, yang ia tahu pasti semua pembahasan itu menyangkut dirinya.
Clek
Pintu terbuka, menampakkan sosok ibu dari babanya yang membawa satu gelas susu di tangannya. Kening Renjun mengerut samar, cukup heran kala neneknya itu menyunggingkan senyum begitu lebar.
"Renjun-ah. Nenek disini." Ucap nenek sembari menghampiri cucu yang sudah lama sekali ia tidak temui, entah berapa tahun yang lalu.
Mendudukkan dirinya di samping sang cucu. "Nenek belum sempat tanya kabarr kamu. Kamu baik 'kan?"
Pertanyaan klise itu dijawab gelengan pelan oleh Renjun. Nyonya Huang tersenyum kembali.
"Pasti. Pasti kamu gak baik-baik saja." Diraihnya jemari Renjun, lalu mengusapnya perlahan. Jemari yang nampak keriput itu seolah mengalirkan kekuatan juga pengampunan.
"Nenek minta maaf atas apa yang babamu lakukan ya, nak. Nenek gak tahu kalau babamu bisa seperti itu. Nenek dan kakekmu sudah tahu semuanya." Ucapannya tulus. Lalu bagaimana bisa hati Renjun tidak bergetar dibuatnya. Sakit memang terasa. Hanya saja, apakah ia bisa menukar nasibnya dengan orang lain? Nyatanya tidak.
"Aku juga bandel, nek. Jadi gak sepenuhnya salah baba atau mama kok."
Mata dengan keriput tiap ujungnya itu memerah. Ia tahu, sangat. Yang paling tersiksa disini adalah Renjun. Anak manis yang tidak tahu menahu tentang permasalahan orang tuanya, malah menjadi korban. Lalu ia masih dengan sadarnya berkata bahwa ini juga salahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad and Good Day | NOREN story | End ✔️
Fiksi PenggemarAku tahu ini bukanlah berawal dari kesan yang bahagia. Tapi percayalah akan satu hal. Aku akan terus membawamu menyelam dalam kebahagiaan yang kita ciptakan dimasa depan. Aku jamin itu. -Jeno- start : 7 august 2022 finish : 14 Nov 2023 created by...