Setidaknya, tenang hari ini membantuku melupakan segala resah yang ada. Setidaknya, senyummu yang kemarin ku jumpai membantuku berdiri tegak bertopang pada kedua kaki ku sendiri.
Mari bersabar sebentar lagi. Permainan semesta ini, mari hadapi sekali lagi. Semoga aku dan kamu tetap kuat.
Semoga..
*
Setidaknya, beberapa hari ini kepala Renjun tak penuh akan gusar. Senyumnya mengembang apik sepanjang langkahnya. Hidup ditengah-tengah keluarga Jeno, nyatanya menjadikan mimpinya sedari kecil menjadi kenyataan.
Hari-harinya sangat produktif dan Renjun akui itu. Meski ruang geraknya terbatas, tapi ia tetap dibimbing penuh untuk bergerak kesana-kemari. Limpahan kasih sayang ayah-bunda tak pernah terasa asing. Mereka sangat adil, Renjun bersyukur akan itu. Anak-anaknya nanti akan hidup dalam kebahagian keluarga ini.
Tak sadar senyum manisnya membuat tanya di kepala remaja tujuh belas tahun yang tak sengaja melihat ipar —calonnya, senyum-senyum sendiri.
"Awas kesambet loh kak."
"Astaga! Jisung.." Renjun terkejut mendengar suara berat Jisung yang tiba-tiba. Ia mengusap dadanya yang rasanya mau copot.
"Hehe maaf." Anak itu malah mengembangkan cengirannya
"Untung gak kesiram. Ngapain si pake ngagetin segala." Omel Renjun. Memang sudah senyaman itu kala Renjun bicara pada Jisung, Junghwan, Ayah atau bunda, lebih-lebih lagi si berisik Karin. Kebiasaan yang ayah bangun saat di meja makan. Mengobrol. Kegiatan yang menurut sepengetahuannya adalah hal yang tidak sopan. Tapi justru dikeluarga ini, hal ini menjadi ajang untuk mengeratkan rasa cinta kasih sayang antar anggota keluarga. Hangat sekali dan Renjun suka.
"Lagian, nyiram bunga sambil senyum-senyum. Ngeri kak kalau siang-siang kesambet."
"Heh ngawur. Ngomong-ngomong kamu gak sekolah apa, ini udah jam berapa Ji?" Jisung mulai begidik. Agaknya calon iparnya ini akan sebelas-duabelas dengan bunda. Ia tidak bisa membayangkan.
"Ini nih, kalau kalender segede itu di dapur cuma dilewatin aja. Gak pernah dibaca. Huu!" Cibir Jisung
"Emang libur?" Tanya Renjun sampai kepalanya sedikit miring ke kiri. Lucu sekali.
"Dahlah.. orangtua mah beda emang."
"Ihh emang beneran engga tau Ji."
Jisung hanya terkekeh melihat Renjun yang merengut sebal. Pantas saja mas-nya tergila-gila, lucu begini orangnya. Oh! Tolong sadarkan Jisung sekarang, matanya mulai tak lepas memandang rubah manis itu.
Tidak-tidak, ternyata ini bukan perkara hati. Jangan salah paham.
"Kak."
"Heum?" gumam Renjun sebagai jawaban, kini dirinya kembali ke acara siram-siram bunga dan beberapa tanaman sayur organik milik bunda.
"Kakak pernah gak ada rasa benci sama mas Jeno?" Pertanyaan yang membuat air muka Renjun menjadi lebih sendu. Ada hening diantara mereka sejenak. Jisung jadi merasa bersalah sudah bertanya demikian, tapi salahnya adalah ia terlanjur penasaran. Logikanya, apa iya sosok rupawan dihadapannya ini tak punya sedikitpun rasa tak suka pada mas-nya.
"Bohong kalau aku gak punya rasa benci Ji. Nyatanya aku juga pernah ada difase ngerasa kalau mungkin jika Jeno bisa lebih kontrol diri dia, ini semua gak akan jalan sejauh ini." Renjun tersenyum kecil, tangan kanannya kembali mengarahkan selang pada pot sayur caisim yang nampak mulai layu karena kekurangan air. Sedang tangan kirinya menopang pinggangnya yang sumpah rasanya sudah mulai pegal seperti mau patah akibat efek terlalu nyaman berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad and Good Day | NOREN story | End ✔️
FanficAku tahu ini bukanlah berawal dari kesan yang bahagia. Tapi percayalah akan satu hal. Aku akan terus membawamu menyelam dalam kebahagiaan yang kita ciptakan dimasa depan. Aku jamin itu. -Jeno- start : 7 august 2022 finish : 14 Nov 2023 created by...