Chapter 2 - Takdir yang Tak Terelakkan

223 29 0
                                    

Sudah kali ke empat dalam minggu itu Lleana mengunjungi Poirot Cafe. Ia juga sudah mulai akrab dengan Azusa. Saat di Poirot, Lleana sering berbincang dengan Azusa. Dari perbincangannya dengan Azusa, Lleana memperoleh beberapa informasi, seperti : Amuro merupakan pekerja part time disana, pekerjaan Amuro adalah Detective Swasta, dan ia merupakan murid pertama Detective yang cukup terkenal di Jepang, Kogoro Mouri. Dalam empat hari itu, Amuro sudah izin sebanyak 3 kali. Jadi Lleana belum bertemu Amuro lagi selain saat kunjungan pertamanya.

Dalam kunjungan kelimanya, di jalan dekat Poirot Cafe, saat Lleana sedang menuju Poirot Cafe, dari kejauhan ia melihat di gang kosong sekitar ±300 meter dari Poirot, Amuro berbicara dengan seorang pria, pembicaraan singkat, setelah itu Amuro kembali ke Poirot. Lleana masih terdiam ditempatnya, dalam ingatannya masih terpeta jelas gerak Amuro saat berjalan dari gang tersebut sampai ke Poirot, dan itu membuka ingatan masa kecil Lleana.

"Zero... tunggu aku, aku ikut" ucap Lleana kecil, terseok - seok di antara semak belukar hutan berusaha mengikuti Zero.
"Cepatlah, kalau tidak kumbangnya keburu pergi" balas Zero "Dan berhenti memanggilku Zero, namaku Furuya Rei, bukan Zero" tambahnya agak keras.

Lleana yakin pria itu Zero — Furuya Rei — teman semasa kecilnya. Tapi yang membuatnya bingung, kenapa dia menggunakan nama 'Amuro Tooru' ? orang - orang juga mengenalnya dengan nama itu. Ada rahasia apa dibalik nama 'Amuro Tooru' ? pertanyaan - pertanyaan semacam itu memenuhi pikiran Lleana. "Aku harus berbicara dengannya untuk memastikan" batin Lleana.

'Kring', suara lonceng berbunyi, menandakan kedatangan seorang pelanggan. Lleana masuk, memesan menu seperti biasa. Sembari menunggu pesanannya selesai, ia beberapa kali menatap Amuro dengan tatapan menilai. Amuro sadar akan hal itu, walaupun itu sedikit mengganggunya, dia mencoba mengabaikannya. 'Insting' alamiahnya yang sudah lama terbentuk mengatakan "Wanita itu bukan musuh".

Pesanan Lleana selesai, ia makan seperti biasa. Untuk berjaga - jaga, Amuro bertanya soal wanita itu kepada Azusa.
"Bukankah wanita itu pelanggan yang minggu lalu kemari, Azusa-san ?" Amuro memulai pembicaraan dengan suara berbisik.
"Iya, tapi bukan hanya minggu lalu Amuro-san. Ini kali kedua kau melihatnya, tapi ia sudah sering berkunjung kesini, kira - kira (Azusa mengingat - ingat dan menghitung) ini sudah kunjungan kelimanya" jelas Azusa berbisik.
Mereka melanjutkan pembicaraan dengan berbisik.
"Berarti saat 3 hari aku tidak masuk, dia juga kemari ?" Tanya Amuro.
"Benar" jawab Azusa.
"Apa kau sering berbicara dengannya Azusa-san ? Kau terlihat akrab saat mencatat pesanannya" tanya Amuro.
"Iya, kami cukup sering berbincang selama kau tidak masuk Amuro-san" balas Azusa.
"Dia pasti bertanya kenapa kau sendirian saat aku tidak masuk" gumam Amuro.
Azusa menjawabnya sedikit kesal "Benar, aku cukup kewalahan saat kau tidak masuk Amuro-san".
"Maaf untuk itu Azusa-san" Amuro memandang Azusa dengan wajah memelas.
"Tidak apa - apa Amuro-san, kau juga sedang melakukan pekerjaanmu sebagai detective" jawab Azusa.
"Dan apakah ia tertarik dengan ketidakhadiranku selama 3 hari ini Azusa-san ?" tanya Amuro penasaran.
"Hmmm... dia menanyakan kenapa kau sering tidak masuk, jadi aku menjelaskan kalau kau hanya kerja part time sebagai pramusaji disini, pekerjaanmu adalah detective swasta, kamu murid Detective Mouri, dan sama sepertiku, ia paham kenapa kau sering tidak masuk karena pekerjaanmu sebagai detective" jelas Azusa.
"Dia sering kemari karena menu Poirot lezat ya..." gumam Amuro lagi.
"Aku setuju, haha, dia juga baru seminggu ini berada di Jepang" jawab Azusa.
Amuro terkejut "Dia bukan warga Jepang ?".
"Bukan, dia berkewarganegaraan Perancis, dia kesini untuk wisata, di Perancis dia bekerja di.... hmmm... kalau tidak salah di Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan, seorang peneliti biogeografi" jelas Azusa.
Amuro semakin penasaran.
"Begitu ya... oh ya, kalau aku tidak salah dengar, kau tadi memanggil namanya ya ?" tanya Amuro.
"Iya, namanya agak susah di ingat, hehe, tapi dia mengizinkanku memanggilnya "Ana" "jelas Azusa.
'Kring', suara lonceng berbunyi lagi, menandakan kedatangan pelanggan lainnya. Azusa bergegas menghampiri pelanggan tersebut.

Jepang saat itu tengah memasuki awal musim gugur, beberapa daun mulai berguguran, termasuk daun di pohon dekat Poirot.
"Azusa-san, aku akan keluar sebentar untuk menyapu halaman" kata Amuro kepada Azusa.
Pengunjung di Poirot saat itu hanya tinggal tiga orang.
"Baiklah Amuro-san" jawab Azusa.

Lleana memandang Amuro saat ia keluar. "Mungkin saatnya akan tiba" gumamnya dalam hati.
Ia segera bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Azusa, membayar tagihan menu makanannya, setelah itu duduk di bar sembari berbincang dengan Azusa.

Sekitar 10 menit kemudian, suara gesekan sapu diluar cafe tidak terdengar lagi, menandakan Amuro sudah selesai menyapu halaman.
Saat itulah Lleana pamit pulang pada Azusa. Seperti sudah diperhitungkan, Lleana berpapasan dengan Amuro saat itu. Saat berpapasan Lleana bergumam, gumaman rendah, lirih, tapi cukup untuk didengar Amuro "Furuya Rei — Zero, itu kau kan".
'Kring' suara lonceng berbunyi, menandakan Lleana sudah keluar; pergi. Meninggalkan Amuro yang terpaku setelah mendengar gumamannya.
Azusa menyadari ada yang aneh dari sikap Amuro, kemudian berkata "Amuro-san, kau baik - baik saja ? Wajahmu terlihat aneh" tanya Azusa, khawatir.
Amuro sadar, dan berkata "Tidak apa - apa Azusa-san, aku baru ingat, sepertinya keran kamar mandiku belum ku matikan saat aku berangkat ke Poirot pagi tadi" jawab Amuro.
"Gawat kalau begitu, bisa - bisa tagihan listrikmu membengkak Amuro-san" balas Azusa, kaget.
"Benar, Azusa-san aku izin hari ini hanya sampai setengah hari ya, aku tidak bisa memikirkan bagaimana jika kamarku tergenang air, pembuangan kamar mandiku agak bermasalah" ucap Amuro.
"Iya, iya, cepat kau pergi Amuro-san, aku tidak bisa membayangkan hal itu, semoga semuanya baik - baik saja" jawab Azusa.
"Terima kasih banyak Azusa-san" balas Amuro tulus.

Amuro bergegas menuju tempat mobilnya terparkir. Sesampainya di dalam mobil, Amuro segera menghubungi Kazami.
"Kazami, maaf mengganggumu, tolong mintakan segera data seluruh penumpang penerbangan internasional dari luar ke Jepang seminggu yang lalu. Mintakan juga data penghuni baru warga negara asing yang baru tinggal seminggu di seluruh Distrik. Kirimkan padaku segera setelah kau mendapatkannya. Aku mengandalkanmu Kazami" ucap Furuya.
"Baik Furuya-san" jawab Kazami.

Butuh waktu sekitar kurang lebih 60 menit, untuk mendapatkan seluruh data tersebut. Setelah berhasil menemukan data wanita yang Furuya cari, ia bergegas memacu mobilnya menuju Distrik Shinjuku.

Furuya memarkirkan mobilnya dekat apartemen wanita tersebut. Menit demi menit waktu berlalu, sinar matahari senja mulai meredup, tergantikan pekatnya malam disinari cahaya redup bulan dan bintang. Furuya masih duduk dalam mobilnya, mengawasi.

Wanita itu keluar, berjalan menuju minimarket dekat apartemennya, Furuya mengawasinya dari dalam mobil. Setelah wanita itu masuk kedalam minimarket, Furuya bergegas keluar dari mobil, berjalan menuju minimarket. Langkah kakinya terhenti, Furuya memutuskan untuk menunggu wanita itu ditempat ia berdiri sekarang. Dua puluh menit kemudian wanita itu keluar. Ia terlihat tidak memperhatikan sekitar karena fokus membenarkan kantong belanjaan ditangannya. Setelah dirasa nyaman, barulah wanita itu mengarahkan pandangannya ke depan. Furuya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Ditempatnya berdiri, Furuya masih terus memandangnya. Langkah wanita itu terhenti ketika melihat Furuya. Dipisahkan jarak kurang lebih 1 meter, Furuya berkata padanya "Lama tak jumpa, Lleana"

***

Furuya Rei dan InvestigasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang