Chapter 3 - Perbincangan Hari itu

201 27 1
                                    

Lleana memandang secarik kertas ditangannya. Kertas yang berisikan koordinat suatu tempat. Masih teringat dalam benaknya, percakapan singkatnya semalam dengan Furuya.

"Aku senang kau masih mengingatku, Zero" balas Lleana, nada sindiran terselip didalamnya.
Furuya menghampirinya "Tentu saja, bagaimana mungkin aku lupa ? pelafalan nama yang susah menjadi ciri khasmu, bahkan saat aku kecil" balas Furuya.
"Ara..... aku baru menyadarinya, ternyata dulu kau kesusahan memanggil namaku" jawab Lleana.
Furuya terkekeh, dan kemudian berkata "Sudah malam, tidak baik bagi seorang wanita berkeliaran di malam hari, termasuk di Jepang".
Tanpa menunggu respon Lleana, Furuya melanjutkan "Ku dengar dari Azusa-san kau seorang peneliti biogeografi dari Perancis. Ku rasa kau akan tertarik mengunjungi tempat ini" Furuya memberikan secarik kertas pada Lleana, dan melanjutkan "Tempat ini jarang terjamah manusia, tempatnya masih asri, flora dan faunanya juga beragam, kau pasti akan menyukainya. Aku akan pergi ke tempat itu besok lusa, akan lebih menyenangkan jika kita mengobrol disana. Senang bertemu kau kembali, Lleana".
Furuya kembali ke mobilnya, meninggalkan Lleana sendiri yang pikirannya dipenuhi tanda tanya.

Setelah mempertimbangkan, Lleana memutuskan untuk datang ke tempat itu.
"Toh tidak ada ruginya" pikirnya.
Setelah mengobservasi koordinatnya melalui peta digital dan search engine, diperkirakan akan memakan waktu sekitar 3 - 4 jam perjalanan dari Distrik Shinjuku menuju ke lokasi. Karena itu Lleana memutuskan akan berangkat pagi sekali dari apartemennya.

Udara sejuk pepohonan serta pemandangan hijau asri menyambut Lleana begitu turun dari bus.
"Menyegarkan sekali berada disini" kata Lleana sambil meregangkan badan. Di tempat itu sudah terparkir mobil Mazda RX-7 putih. Lleana tahu mobil putih mencolok yang terparkir itu milik Zero, tapi ia mengabaikannya. Pemandangan indah disekelilingnya sangat tidak bisa diabaikan. Lleana berjalan memasuki hutan, dibatas jalan setapak menuju hutan, Lleana mendengar suara langkah kaki dari belakang menghampirinya.
"Ku pikir kau tidak akan kemari" ujar Furuya ketika berada disamping Lleana.
"Aku sudah berangkat sedari pagi dari apartemen, perjalanan menggunakan bus memakan waktu lebih lama dari estimasi yang kukira. Bersyukurlah aku sudah sampai disini sekarang" jawab Lleana ketus.
Furuya menyunggingkan senyum, sedikit mengejek "Harusnya aku menjemputmu tadi" katanya.
"Tidak usah dan tidak perlu, terima kasih" balas Lleana ketus.
Lleana masih kesal pada Furuya sejak mengetahui dia menggunakan nama samaran.

Lleana melangkahkan kaki memasuki hutan, Furuya mengikutinya dari belakang. Benar yang dikatakan Furuya, tempat ini masih asri, sangat sangat indah bagi seorang peneliti biogeografi seperti Lleana. Mereka menghabiskan waktu disana - lebih tepatnya Lleana menghabiskan waktu meneliti flora & fauna yang ada disana sampai lupa dia datang kesini bersama Furuya. Furuya sendiri hanya mengikuti Lleana, berjalan beberapa meter di belakangnya, diam.

Entah sudah berapa lama mereka disana, saat Lleana masih asyik berkutat dengan sampel penelitiannya, suara Furuya menyadarkan Lleana.
"Lleana" Furuya memulai pembicaraan.
"Y-Ya..." jawab Lleana ragu.
"Sepertinya kau sangat menikmati berada disini" kata Furuya.
"Benar, aku sangat menikmatinya, terima kasih telah mengajakku kesini" balas Lleana.
"Tempat ini seperti harta karun bagimu ?" tanya Furuya.
"Benar, kau bisa mengerti itu" jawab Lleana.
Furuya terkekeh mendengar jawaban Lleana.
"Kau sendiri bagaimana ?" tanya Lleana.
"Aku juga menikmatinya" jawab Furuya.
"Kau menikmatinya dalam diam sambil terus mengekorku begitu ?" sindir Lleana.
"Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menikmati sesuatu, tidak bisa disamaratakan" jawab Furuya.
Lleana berbalik memandang Furuya, menginginkan jawaban lebih.
"Aku menikmati melihatmu melakukan penelitian dengan sample - sample itu, jangan salah paham, maksudku ini pertama kalinya aku melihat seorang peneliti biogeografi melakukan penelitian, ilmu yang sangat mahal bukan ?" jelas Furuya.
"Langsung saja pada intinya Zero, untuk apa kau mengajakku kesini ?" tanya Lleana.
Furuya menghela nafas sebelum berkata "Aku sangat berterima kasih padamu karena kau tidak memberitahu identitasku pada orang-orang disekitarku saat ini. Mudah bagimu melakukannya saat aku tidak ada, tapi kau tidak melakukannya, jadi aku sangat berterima kasih padamu".
"Tidak perlu berterima kasih, sejujurnya aku baru menyadarinya saat kali kedua kita bertemu. Tapi, apa alasanmu melakukan itu ?" tanya Lleana.
"Karena profesiku sebagai detective" jawab Furuya.
"Hanya karena itu ?" tanya Lleana, sangsi.
"Pekerjaan detective tidak selalu mudah, ada kalanya gagal dalam menjalankan tugas, ada kalanya berurusan dengan orang-orang berbahaya juga. Karena itulah aku menggunakan nama samaran" jelas Furuya.
Lleana menghela nafas, "Baiklah, aku mengerti" katanya.
"Serta tolong sembunyikan identitasku sebagai Furuya Rei atau Zero" pinta Furuya.
"Tentu saja, aku mengerti, kau tidak perlu khawatir" jawab Lleana "Di personal message pun aku harus memanggilmu "Amuro" ? tambahnya "Bukannya tidak mau, hanya saja rasanya aneh" lanjutnya menundukkan wajah.
"Ku rasa tidak masalah soal itu, kau bisa memanggilku sesuai keinginanmu di personal message" jawab Furuya.
Lleana memandangnya kembali "Terima kasih" ucapnya.

Semburat senja menerobos ranting-ranting pepohonan tempat Furuya dan Lleana mengobrol santai di dalam hutan, memberi tanda waktunya bagi mereka untuk meninggalkan hutan.

Matahari nyaris tenggelam saat Furuya dan Lleana sampai di perbatasan hutan dan jalan setapak.
"Butuh waktu beberapa bulan untuk mengeksplore hutan ini" gumam Lleana pada dirinya sendiri, tersenyum.
"Aku dapat kembali menemanimu jika kau mau" kata Furuya.
"Tidak, tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri Zero" jawab Lleana.
"Apa kau yakin tidak akan takut mengeksplore hutan sendirian ?" goda Furuya.
"Untuk apa aku takut ? Aku sudah terbiasa melakukannya. Tempat-tempat seperti ini sudah seperti rumah kedua untukku" Lleana menjelaskan.
"Bukankah lebih baik sedia payung sebelum hujan ?" ucap Furuya.
"Akan lebih berguna serta tidak merepotkan jika kau dapat menggunakan payung itu disaat yang tepat" balas Lleana.
Furuya tertawa mendengar jawaban Lleana.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah sampai di tempat mobil Furuya terparkir.
"Bus sudah tidak beroperasi di jam ini, lebih baik kau ikut bersamaku Lleana" kata Furuya.
Lleana memandang sekelilingnya, sepi "Baiklah" jawab Lleana.

Furuya dan Lleana meninggalkan tempat itu dengan hati ringan - kembali ke hiruk pikuk perkotaan di Prefektur Tokyo.

***

Furuya Rei dan InvestigasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang