Chapter 10 - Keputusan

92 18 0
                                    

Lleana memandang langit - langit kamar tidurnya, dalam posisi berbaringnya ia berusaha mengurai benang kusut yang ada dalam pikirannya. Memikirkan berbagai macam premis yang ada. Sesuatu mengganggunya, percakapan singkatnya dengan dr. Hana beberapa saat yang lalu membuatnya memiliki sesuatu untuk dipikirkan malam itu.

"Dia laki - laki yang dr. Hana sering ceritakan ?" Lleana memulai percakapan ketika mereka berjalan masuk ke dalam apartemen.
Hana mengangguk, ia menoleh ke arah Lleana, tersenyum. Kebahagiaan tercermin dari wajah cantiknya.
Lleana menyadari ada sesuatu yang berbeda dari Hana, ia tersenyum dan berkata "dr. Hana terlihat bahagia sekali malam ini".
"Banyak hal baik yang terjadi hari ini Lleana" Hana menjawabnya, tersenyum "My Hero baru saja memberiku hadiah liontin ini" tambahnya seraya menyentuh liontin yang terkalung di lehernya. Liontin indah itu terdiri dari rangkaian berlian yang membentuk bunga sakura.

 Liontin indah itu terdiri dari rangkaian berlian yang membentuk bunga sakura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Indah sekali" balas Lleana begitu melihatnya. Hana mengangguk "Aku juga sangat menyukainya" ia tersenyum seraya menatap liontinnya "Kami bertemu pertama kali saat musim semi, musim yang identik dengan bunga sakura" tambahnya tersenyum seraya memandang Lleana. Lleana balas tersenyum memandang Hana.
Hana tiba - tiba menatap Lleana "Kau juga terlihat bahagia malam ini Lleana" katanya. Lleana mengernyit "Aku ? Terlihat bahagia ?" tanyanya bingung. Hana menghentikan langkahnya, ia menoleh memandang Lleana, dan kemudian mengangguk "Benar kok, kau juga terlihat bahagia" katanya seraya memperhatikan Lleana "Apa karena laki - laki — 'temanmu' " Hana mengedikkan kepala ke arah lobby "Di lobby tadi ?" tanya Hana.
Mereka berjalan kembali, Lleana tidak tahu harus menjawab apa. Ia mengernyit "Benarkah ?" gumamnya lebih kepada diri sendiri "Tapi aku merasa biasa saja malam ini, tidak lebih" Lleana menggeleng "Mungkin hanya perasaan dr. Hana saja melihatku bahagia malam ini" jawabnya mengangkat bahu. Hana meliriknya sekilas "Kau yakin ?".
Lleana mengangguk terlalu cepat "Tentu saja" jawabnya yakin.
Mereka berjalan menuju lift apartemen dan memasukinya. Hana berbicara setelah menekan tombol liftnya "Jangan membohongi perasaanmu sendiri Lleana" ucapnya. Lleana memandang Hana dengan tatapan bingung "Membohongi perasaan ?" tanyanya.
Hana membalas tatapan Lleana "Benar, lebih baik jujur pada dirimu sendiri. Kau yang lebih mengerti tentang dirimu, bukan orang lain" balas Hana tersenyum "Bukankah kau merasa senang setelah menghabiskan waktu bersama temanmu tadi ?".
Lleana kembali memandang pintu lift, seraya bertanya dalam hati — benarkah demikian ? Ia bertanya - tanya sendiri. Hana mengalihkan pandangannya setelah melihat ekspresi Lleana, tersenyum, memberi waktu Lleana untuk mengonfirmasi perasaannya sendiri. "Dia temanku semasa kecil, kami bertemu kembali beberapa bulan yang lalu, aku rasa ekspresi bahagia dan rasa senang yang dr. Hana maksud adalah karena aku kembali menghabiskan waktu bersama teman masa kecilku setelah sekian lama" kata Lleana setelah beberapa saat.
Hana mengangguk. Pintu lift terbuka, mereka berjalan keluar dari dalam lift. "Mungkin itu yang kau pikirkan sekarang Lleana, tapi kurasa kau merasa nyaman berada di dekatnya. Dan kurasa temanmu juga merasa nyaman berada di dekatmu" ucap Hana.
Lleana mengerutkan dahi, berpikir.
Melihat ekspresi Lleana, Hana berkata "If conversation was the lyrics, laughter was the music, making time spent together a melody that could be replayed over and over without getting stale".
Lleana menoleh singkat mendengar ucapan Hana, ia terdiam, memikirkannya sepanjang jalan. Tanpa Lleana sadari, mereka sudah sampai di depan unit apartemennya. Hana menyadarkan Lleana dari pikirannya "Baiklah Lleana, selamat malam" kata Hana.
Lleana mengerjap "Selamat malam dr. Hana" jawabnya spontan.

Lleana masih memandangi langit - langit kamar tidurnya, ia mengingat kembali waktu yang dihabiskannya bersama Furuya. Di dalam hutan - kereta shinkansen - Kyoto - Eikan-dō Temple - penginapan - dan di apartemennya malam ini. Mencari tahu 'perasaan nyaman' yang dimaksud dr. Hana.
"Perasaan nyaman satu sama lain ?"—gumamnya dalam hati. Lleana mengingat saat - saat yang ia habiskan bersama Furuya, rasanya semua itu mengalun begitu saja seperti sebuah melodi tanpa ketidakharmonisan didalamya. Tanpa ia sadari, memori saat dirinya bergandengan tangan bersama Furuya muncul dalam benaknya. Lleana menemukannya—rasa nyaman yang selama ini tidak ia sadari. Apakah perasaan itu muncul karena sudah lama tidak bertemu teman semasa kecilnya ? sudah lama tidak berbincang dengan teman semasa kecilnya ? sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama teman semasa kecilnya ? Tapi bagaimana jadinya jika lebih dari itu ? Ia bertanya - tanya sendiri, menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika memikirkannya.
Lleana mulai memikirkan apa yang dirasakan Zero. Apakah Zero juga merasakan hal yang sama ? rasa nyaman itu ? tanyanya dalam hati seraya memandangi langit - langit kamar. Pertanyaan muncul dalam pikirannya—"kenapa Zero begitu sering menggandeng tanganku ? Tak jarang juga bersikap manis di depanku ? lalu kenapa tiba - tiba dia memintaku menemaninya makan malam ? Apakah mungkin ? Bagaimana jika — ?".
Pikiran - pikiran itu mengganggu Lleana. Ia menarik selimutnya hingga menutupi leher "Tidak, tidak mungkin" gumamnya lirih "Lebih baik aku segera menemuinya untuk bicara padanya" ia memutuskan. Setelah memutuskan untuk segera menemui Furuya, Lleana berguling ke kanan, memejamkan matanya, berusaha untuk tidur malam itu.

***

Furuya Rei dan InvestigasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang