Chapter 7 - Minggu Di Kyoto

121 20 1
                                    

Damai, tepat untuk mendeskripsikan suasana pagi hari di penginapan tempat Furuya dan Lleana menginap. Jam dinding dalam kamar bergaya tradisional jepang itu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Setelah memakai yukata yang disediakan pihak penginapan, Lleana keluar dari kamar. Ia cukup terkejut melihat Furuya sudah menunggu di depan kamar penginapannya.
"Bonjour ma chérie. Comment vas-tu ?" sapa Furuya pagi itu.
Lleana menggeleng kepala sambil menahan senyum ketika mendengarnya.
"Bonjour. Ça va bien merci" balas Lleana "Kau sudah lama menungguku ?" Ia bertanya.
"Tidak" Furuya menggeleng.
"Baru sebentar aku menunggumu disini".
Mereka berjalan sambil mengobrol santai ke ruang makan penginapan.
"Bagaimana tidurmu ?" tanya Furuya.
"Cukup nyenyak" jawab Lleana "Bagaimana denganmu ?".
"Cukup nyenyak juga" jawab Furuya, tersenyum.

Atmosfer hangat, nyaman, khas ruang makan tradisional jepang menyambut mereka ketika sampai disana. Pihak penginapan menyajikan menu bertema traditional japanese breakfast yang terdiri dari : semangkuk nasi, sup miso, tamagoyaki, yakizakana, natto, dan tsukemono untuk pengunjung penginapan. Lleana mulai menyantap sarapan paginya perlahan - lahan. Ada hal yang mengganggu Lleana selama sarapan pagi itu. Dari mana Furuya mendapat luka goresan yang ada di wajahnya ? ia bertanya dalam hati. Lleana sesekali memperhatikan Furuya.
"Ada apa Lleana ?" tanya Furuya, Furuya menyadari Lleana sedang memperhatikannya.
"Kenapa dari tadi kau terus memperhatikanku ?" tanyanya lagi.
Lleana mengerjapkan mata "Tidak, tidak apa - apa Amuro" jawab Lleana.
Kemudian mereka meneruskan kembali sarapan paginya.
Setelah mereka menghabiskan sarapan paginya, Furuya kembali memulai percakapan "Jadi... tempat mana saja yang ingin kau kunjungi hari ini ?" tanya Furuya memandang Lleana.
Lleana mengerutkan dahi, berpikir "Hmmm... sejujurnya Amuro, aku masih ingin kembali ke Eikan-dō Temple. Melihat Eikan-dō Temple di pagi hari dan menghabiskan waktu seharian disana. Aku benar - benar sangat menyukai tempat itu" jawab Lleana hati - hati dengan ekspresi minta maaf.
"Bagaimana denganmu ? Apa kau tidak keberatan jika kita kembali ke Eikan-dō Temple ?" tanya Lleana.
Furuya terkekeh melihat ekspresi Lleana "Tidak perlu memasang raut wajah seperti itu Lleana" kata Furuya.
"Aku tidak keberatan, kenapa aku harus keberatan ?" ia melanjutkan, nyengir.
"Syukurlah" kelegaan tercermin di wajah Lleana.
Lleana kembali memandang Furuya.
"Kenapa wajahmu terluka ?" kata Lleana tiba - tiba, perkataan itu meluncur keluar sebelum Lleana sempat menghentikannya.
"Oh ini ?" jawab Furuya memegang wajahnya di sekitar area yang terluka.
"Aku tidak sengaja melukai wajahku saat bercukur pagi tadi".
"Goresan itu karena pisau cukur ?" tanya Lleana.
"Benar, aku salah membawa alat cukur" jawab Furuya "Yang kubawa adalah alat cukur yang sangat jarang kugunakan karena sering melukaiku ketika menggunakannya" terang Furuya lancar.
Lleana memperhatikan dengan seksama luka di wajah Furuya itu.
"Tapi aku rasa itu bukan luka goresan yang bisa di akibatkan oleh pisau cukur" kata Lleana akhirnya.
"Pernahkah sebelum ini kau melihat orang yang terluka karena pisau cukur ?" Furuya menanyai Lleana.
Lleana mengingat - ingat "Sepertinya belum..." jawabnya ragu-ragu.
"Nah justru karena itu" kata Furuya menang "Ini pertama kali kau melihat orang terluka karena pisau cukur kan ? Bentuk luka yang diakibatkan oleh pisau cukur bisa berbeda tiap orang" tambahnya.
"Kenapa kau tidak mengobatinya ?" tanya Lleana.
"Aku tidak membawa kotak P3K" jawab Furuya "Tapi aku sudah membersihkan lukanya dengan air mengalir" imbuhnya.
"Datanglah ke kamarku setelah ini, aku membawa kotak P3K, akan ku obatin luka di wajahmu itu" kata Lleana ketus.

Mereka meninggalkan ruang makan penginapan itu bersama setelah membereskan peralatan makan yang tadi mereka gunakan. Tepat di depan kamarnya, Lleana berbalik memandang Furuya "Masuklah" katanya mengedikkan kepala ke arah kamarnya.
Lleana bergegas masuk dan mencari kotak P3K yang ia bawa di dalam tasnya. Furuya mengikutinya masuk kemudian duduk di dekat pintu kamar yang terbuka. Setelah berhasil menemukan kotak yang ia cari, ia menghampiri Furuya, duduk berlutut didepannya sambil mempersiapkan peralatan untuk mengobati lukanya. Furuya mendengus tertawa.
"Kenapa kau tertawa ?" tanya Lleana kesal.
Furuya memandang Lleana yang sedang mempersiapkan peralatan untuk mengobatinya.
"Tidak, tidak apa-apa Lleana" jawabnya kemudian.
Perlahan Lleana mulai membersihkan luka di wajah Furuya.
"Kenapa kau terpikir untuk membawa kotak P3K ?" tanya Furuya penasaran.
"Tentu saja. Kau lupa dengan siapa aku bepergian ?" jawab Lleana sinis.
Furuya mendengus tertawa lagi.
"Berhentilah tertawa Zero" kata Lleana kesal.
"Rasanya seperti nostalgia" kata Furuya tiba-tiba.
"Ha-ha-ha" jawab Lleana mengejek.
Setelah selesai membersihkan luka di wajah Furuya, Lleana mulai mengobati luka di wajahnya.
"Kenapa kau tidak berubah ? Dari dulu selalu saja seperti ini" kata Lleana ketika sedang mengobatinya.
Furuya diam. Ia menatap Lleana cukup lama "Maaf..." jawabnya kemudian.
"Kenapa kau minta maaf padaku ? Aku tidak butuh permohonan maaf darimu" kata Lleana agak ketus.
"Minta maaflah pada tubuhmu Zero. Kalaupun ada yang pantas mendapatkan permintaan maaf darimu itu adalah tubuhmu. Tubuhmu lah yang pantas menerima permohonan maaf darimu" jelas Lleana.
"Serta berjanjilah pada dirimu sendiri untuk berhati - hati menjaga tubuhmu mulai dari sekarang" ucap Lleana ketika sudah selesai mengobati luka di wajah Furuya.
Ia pun memisahkan peralatan yang sudah terpakai dan menaruh kembali sisanya ke dalam kotak P3K.
"Maaf sudah membuatmu khawatir Lleana" ucap Furuya lirih ketika Lleana menaruh kembali kotak P3K nya ke dalam tas.

Deretan rumah penduduk di kanan-kiri jalan mengiringi perjalanan Furuya dan Lleana menuju halte bus pagi ini. Cuaca cerah dan sejuk pagi ini menjadi mood booster tersendiri untuk mereka. Halte bus pagi ini cukup ramai, warga lokal dan beberapa turis asing terlihat menunggu bus yang akan mengantarkan mereka ke lokasi tujuan hari ini. Setelah menunggu sekitar 20 menit, Bus yang akan mengantarkan Furuya dan Lleana akhirnya tiba. Mereka akan turun di halte Nanzen-ji Eikando-michi dan berjalan kaki sekitar 3 menit untuk sampai di Eikan-dō Temple.

Pemandangan indah Eikan-dō Temple dari kejauhan menyambut mereka.
"Ayo cepat Zero" ucap Lleana, bahagia.
Tanpa sadar ia meraih tangan Furuya, menggandengnya untuk bergegas memasuki area temple.
Jejeran pohon maple jepang dengan daun - daun berwarna merah, kuning, hingga jingga serta keindahan alam yang ada disana sungguh membuat siapa saja yang melihatnya merasa bahagia. Furuya dan Lleana kembali menikmati pemandangan yang mereka lihat malam tadi di pagi hari. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya setelah puas menikmati pemandangan indah di tempat yang mereka lihat. Sungguh hari yang sangat menyenangkan. Puas menikmati pemandangan di beberapa tempat yang berbeda di area Eikan-dō Temple, mereka memutuskan untuk bersantai di bawah pohon maple rindang dekat danau.
"Aku suka pemandangan disini" gumam Lleana memandang danau yang dikelilingi pepohonan maple.

"Aku suka pemandangan disini" gumam Lleana memandang danau yang dikelilingi pepohonan maple

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terima kasih sudah mengajakku kesini Amuro" kata Lleana tulus.
Furuya merasakan ketulusan dalam perkataan Lleana. Ia tersenyum.
"Terima kasih juga sudah menemaniku Lleana" balas Furuya.
Pemandangan indah, udara sejuk, serta suara angin menerpa dedaunan itu menenangkan hati dan pikiran mereka. Mereka diam lama, menikmati pemandangan di tempat mereka duduk sekarang.

Lambat laun cuaca yang tadinya cerah dan sejuk mulai berubah. Semakin lama cuaca semakin mendung dan berangin.
"Lleana, lebih baik kita bergegas sekarang, sepertinya akan turun hujan" kata Furuya. Ia bangkit dari tempat duduknya, Lleana mengikutinya.
Furuya menggandeng tangan Lleana, kali ini ia sadar menggandeng tangan teman masa kecilnya itu. Ia malu untuk mengakuinya tapi sejujurnya ia tidak ingin melepas pegangan tangannya.
"Bagaimana kalau kita ke restaurant setelah ini ? Sebelum chek out dari penginapan" Furuya menawari Lleana ketika mereka berjalan meninggalkan area yang ada di Eikan-dō Temple.
"Tentu, aku tidak keberatan" jawab Lleana.
"Restaurant perancis ?" tanya Furuya.
"Ide bagus" ucap Lleana.

*Dreet* *Dreet* *Dreet*

Smartphone Furuya bergetar.
"Lleana, Aku angkat teleponnya sebentar" kata Furuya, menggerakkan smartphonenya di depan Lleana.
Lleana mengangguk memberikan jawaban.
Furuya bergegas pergi menjauh dari Lleana untuk mengangkat teleponnya.
Danroku Hida, nama yang tertulis di smartphone itu.
"Ada apa Kazami ?" kata Furuya.
Dari jauh Lleana memperhatikan Furuya.
Setelah memutus teleponnya, Furuya segera menghampiri Lleana.
"Ada apa Amuro ?" tanya Lleana, khawatir.
"Maaf Lleana, Kita harus segera kembali ke Tokyo" jawab Furuya.

***

Furuya Rei dan InvestigasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang