Udara di dalam tak kalah memanasi meski sudah tertutup oleh logam yang tak menghantarkan panasnya kedalam. Padahal pagi itu panas tak cukup menyengat, sampai-sampai AC pun tak terasa dinginnya di kulit.
Gadis itu sembarang memaiknkan jari-jari nya yang tidak gatal. Sesaat sudah merasa cukup, ia beralih menyalakan stereo mobil. Lagu aliran jazz mengalun dengan nada rendah, mengisi kesunyian di dalamnya.
"Kenapa?" sang pengemudi merespon sebab tingkah gadis itu sejak tadi.
"Kenapa' apa maksudnya?" gadis itu malah balik bertanya, seakan tidak terjadi apa-apa, keadaan seakan seperti biasa.
"Sikapmu jadi aneh sejak kita meninggalkan rumah tadi. Bukan, tapi sejak sarapan pagi di meja, kamu diam lalu kembali ke kamar tanpa mengucapkan... satu katapun" Ia kemudian beralih dari kemudinya melihat gadis di sampingnya, menandakan lampu merah.
"Itu, karena tidak ada urusan yang begitu penting untuk dibicarakan, iya kan?" jawab gadis itu dengan nada bertanya seakan ia balik bertanya untuk meyakinkan diri sendiri.
"Tapi kamu selalu membicarakan hal yang tak penting, tentang... teman, kelas, guru.... sampai hal seperti makanan di kantin juga..." Belum selesai pria itu balik menimpali jawaban si gadis, ia balik bertanya.
"Jadi, menurutmu hal yang kubicarakan semua omong kosong, tidak penting? Lalu aku harus membicarakan itu pada siapa?" nadanya naik dari sebelumnya, menunjukkan emosi yang tidak biasa, mata dan air muka gadis itu berubah.
Ia sebentar melihat pria kepala tiga itu, lalu berganti memandang keluar jendela tepat disampingnya. Pria itu kemudian cepat menyadari keadaan, dan segera melihat si gadis yang sikapnya mulai terlihat berbeda.
Ia lalu pelan mencoba meraih bahu gadis itu, "Aku turun di sini!" perintahnya tiba-tiba. "Rosa?" spontan pria itu lalu menarik lengannya.
"Aku harus cepat-cepat Reza, aku bisa lari dari sini. Hanya tinggal beberapa meter." Gadis itu mencoba menarik diri, handle mobil itupun telah digenggam.
"Aku akan mengantarmu sampai sekolah" pria itu balik memerintahnya.
Lampu merah redup berganti lampu hijau menyala. Suara klakson yang protes mulai memekak telinga.
"Reza aku harus segera pergi! Mereka di luar sana mulai emosi!" Bentak Rosa yang lalu melepas diri dari tarikan Reza yang mulai mengendur.
Pria itu lalu melepas gadisnya dengan berat hati, seakan ditinggal si Gadis untuk selamanya. Pintu mobil itupun ditutup.
Kendaraan di belakang 'mobil yang terpaku' itu kunjung melewati, tak cukup, memaki dengan macamnya. Pria yang merasa bersalah telah mengatakan hal buruk kepada gadisnya. Begitu menyedihkan untuk dilihat. Sekarang bagaimana ia harus membayarnya?
***
Rosa yang tak menghiraukan sekitar terus saja menyusuri sepanjang trotoar yang mulai ramai oleh pejalan kaki, tak kalah juga pedagang kaki lima yang pintar menjajakan dagangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just Want Him, My Uncle
Teen FictionRosa kecil yang telah lama tinggal di Panti Asuhan, dan penghuni 'Kasih Ibu' yang mana sudah seperti keluarganya sendiri. Sekarang ia harus meninggalkan tempat itu karena seseorang yang mengaku sebagai saudara ibu kandungnya, Reza, akan mengadopsin...