"Bunga itu tumbuh mekar di tengah belukarnya hutan tak berpenghuni. Mekar tegak nan cantik tak goyah dihantam kuasa" -Reza
Satu, dua, tiga motor membelakangi depan mobil, padahal aku sudah keduluan berhenti tepat di balik garis zebra cross -belakang traffic light. Bagus. Tapi yang jelas aku tak peduli tentang masalah sepele itu, yang sekarang ini lebih penting. Aku harus memulainya dari mana?
"Akan kemana kita hari ini?"
Sedikit menyampingkan tubuhku mencoba mengangkat garis bibirku dengan jelas. Tapi aku yakin itu tidak akan membuat keadaan lebih baik. "Reza hijau," Rosa tidak balas menatapku-pandangan lurus kedepan, tidak sekalipun tersenyum. "Oh!" sadar dengan kecerobohanku, traffic light itu sudah berganti warna hijau. Terlebih lagi membuat kesedihan 'ayah dicampakkan anaknya' bertambah 2 kali lipat.
Begitu marahnya kah dia? Jika orang lain tak peduli padaku, itu tak apa. Tpi jangan gadis ini. "Itu terserah Reza," Lagi-lagi Rosa berkata dengan nada tak peduli.
"Maaf, maaf untuk hari ini, dan maaf untuk yang tadi pagi. Aku tidak seharusnya berkata seperti itu. Aku hanya berniat mencairkan suasana. Kupikir kamu sedang ada masalah atau karena masalah kemarin, tentang ibumu,"
"Sudah Reza, aku sudah memaafkanmu. Memang tak salah jika Reza sangat bosan mendengar curhatan yang kekanakan itu setiap hari. Dan berhenti mengungkit-ungkit masalah kemarin, aku lelah," Dia berkata dengan nada yang bersungut-sungut dan melipat kedua tangannya pertanda kesal yang sangat.
Aku benar-benar sudah pada tingkat masalah yang parah. Sepertinya dari dulu aku memang tidak pintar berkata manis pada perempuan. Aku meliriknya sebentar, "Kamu tidur?" aku coba memastikan, mengelus ubun-ubunnya yang sekarang besarnya menyamai tanganku. Dia tumbuh begitu cepat. Padahal dulu kepalanya lebih kecil dari tanganku.
Pandanganku lurus dan hati-hati dengan jalan yang ramai siang itu, namun tanganku tak ubah dari kepala Rosa.
Terasa begitu jelas rambut panjang itu 'sangat halus' saat ku sentuh, tak bosan-bosan meski sudah berapa kali kuelus. "Semakin lama seperti itu, semakin ingin aku tidur" ternyata dia belum sepenuhnya tertidur. Tanganku cukup panjang, lalu menuruni kepalanya, sepanjang rambutnya dan menjewer daun telinganya, menyentuh rahang atasnya dengan kulit yang utuh itupun kusentuh 'lembut'. Aku tahu dia sedang memperhatikanku dan pandanganku tetap mengarah ke depan.
Tanpa sadar saat jemari kiriku menyusuri rahang bawahnya, aku menyentuh bibir tipis mungil itu, 'lebih lembut'. Ha? Aku sadar lantas melepas, balik menjepit hidung kecilnya dengan jari tengahku.
"Au, Reza!!! Arrgh! Itu sakit. Aku bukan tali jemuran! Kali ini aku benar-sungguh kesal!" sepertinya benar jika dia kesal, tapi aku tahu dia tidak akan menaruh dendam untuk hal sepele ini.
"Maaf Rosa, aku hanya menghibur. Yah, aku hanya spontan. Kamu tidak benar-benar marahkan?"
"Kamu anggap itu hiburan? Apa semasa kecil kamu bermain SM?"
"Hmpph!" Aku menahan tawaku sebisa mungkin.
"Apanya yang lucu?"
" Maaf Rosaku sayang... aku sungguh bercanda untuk yang tadi, sekedar ingin menggodamu sedikit"
"Menggoda? Itu bukan menggoda namanya! Itu penyiksaan!"
"Tapi kamu suka? Seperti SM yang kamu katakan tadi?" Dan darimana pula dia tahu sebutan macam itu?
Aku meliriknya sebentar dan benar saja dia sudah mengalihkan pandangannya pada jendela samping kiri, aku pun meminggirkan mobil dengan cepat.
"Hei. Rosa," aku memelankan suaraku untuk menguasai rajuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just Want Him, My Uncle
Novela JuvenilRosa kecil yang telah lama tinggal di Panti Asuhan, dan penghuni 'Kasih Ibu' yang mana sudah seperti keluarganya sendiri. Sekarang ia harus meninggalkan tempat itu karena seseorang yang mengaku sebagai saudara ibu kandungnya, Reza, akan mengadopsin...