Chap 7: Late Home

2.5K 97 1
                                    

Author POV

Siang itu tak dapat dihindari jika harus membuat semua sakit tenggorokan. Panas yang menyengat juga dirasakan seisi penghuni ruangan. Semua mencoba tenang setelah perdebatan panjang yang menghabiskan separuh waktu isi rapat.

Semua berpikir keras memecahkan permasalahan. Bukan hanya topik rapat yang dipikir akan tetapi juga masalah pelik baru ini. Desi yang belum tenang itu mencari tempat bersandar dengan melingkarkan tangannya dipinggang Rosa yang berdiri. Setelah beberapa lama mereka mencoba tenang, ketua rapatpun angkat bicara.

"Maaf jika rapat hari ini tidak dapat berjalan sesuai harapan kita. Setiap saat seorang terus belajar dari masalah seperti hari ini. Bukan maksud menyalahkan siapa dengan siapa, tapi bagaimana kita memperbaikinya bersama. Ini adalah tanggung jawab kita bersama juga sebagai pelajaran bagi yang lain. Selanjutnya terutama adik-adik kita yang menggantikan kita atau mereka nanti. Sekian." Semua tahu ketua juga khawatir dengan hal ini, tapi berusaha membuat semua tenang agar dapat menemukan jalan keluarnya. Setelah ketua menyuruh seisi ruangan bubar kecuali bendahara, Rosa coba menenangkan Desi. "Aku kembali ke kelas sebentar mengambil tas. Setelah itu aku tunggu di luar." Rosa beranjak sambil mengelus punggung lelah sahabat yang selalu menyemangatinya.

Rosa bergegas ke kelas untuk mengambil tas setelah meninggalkan ruangan dan kembali menunggu Desi di bawah pohon yang tak jauh dari ruang rapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rosa bergegas ke kelas untuk mengambil tas setelah meninggalkan ruangan dan kembali menunggu Desi di bawah pohon yang tak jauh dari ruang rapat. Pikir Rosa mengambang pada permasalahan Desi. Sesaat setelah itu kembali teringat dia kejadian pagi tadi. Lagi, Rosa teringat akan pertengkaran mereka. Dia menyalahkan diri sendiri untuk kesekian kalinya. "Terkadang saat emosi sulit membedakan siapa yang salah. Butuh waktu untuk sadar dan sekarang aku yang merasa bersalah berkali-kali lipat. Kenapa ada perasaan aneh seperti ini sih!?" gumamnya di sore yang hening itu. Semua sudah pulang yang tersisa hanya sebagian anggota dari beberapa ekstrakurikuler.

Dia kembali membuka smartphone putihnya memastikan ada tidaknya pesan dari Reza. Walaupun Rosa sudah dapat menduga kemungkinan Reza yang tidak mengirim pesan, dia masih berharap mendapatkan pesan meski hanya pesan singkat. Dia menggeser screen berkali-kali seperti mencari-cari sesuatu yang sebenarnya tidak ada.  Pilihannya berakhir tuju pada galeri foto. Sekilas melewati beberapa foto selfi Desi bersama teman kelasnya kemudian foto Rosa dengan Desi. Rosa menggeser pelan saat memasuki foto-foto keadaan rumah seperti kelinci peliharaannya, masakan mandirinya, novel-novel karya Reza dan tentunya beberapa selfi bersama Reza yang ia kolase* (*beberapa foto dalam satu bingkai).

Rosapun menyentuh dua kali untuk menzoom foto saat dengan Reza di perpus kota. Foto Reza tengah tertidur saat membaca novel lama. Melihat wajah pamannya tanpa sadar membuat Rosa cekikan. Beberapa detik kemudian terdengar suara hantaman. Rosa sontak melihat ke arah ruang rapat yang masih diisi dua orang itu. Tanpa pikir panjang segera ia menyusul Desi yang masih di dalam tapi belum sampai di pintu Desi keluar dengan mata merah berkaca-kaca melewati Rosa seakan tidak peduli.

"Desi?" Rosa mencoba memanggil namanya tapi tidak menyadarkannya juga. Rosa berbalik memastikan ketua keluar dari ruangan namun tidak terlihat pula batang hidungnya. Rosa memilih mengejar Desi yang hampir mencapai batas gerbang. Segera Rosa menyamai langkah Desi dan menanyakan kejadian di ruang rapat tapi tidak dijawabnya. Sesaat kemudian Rosa menarik lengan Desi dan mengajaknya ke suatu tempat untuk menenangkannya. Desi tidak menjawab yang berarti dia tidak keberatan barulah Rosa bisa mendiskusikan masalah di ruangan tadi.

________________________________________________________________________________

Sore itu langit sudah memasuki batas jingga memberi tanda masuknya waktu istirahat. Jalanan ramai terisi hiruk pikuk kendaraan pribadi dan umum serta pejalan kaki. Beberapa juga masih ingin berada di luar untuk memenuhi janji menikmati keindahan malam kota metropolitan bersama. Baik remaja, dewasa, dan tua yang tak ingin ketinggalan masa-masanya.

Beberapa gadis dengan seragam sekolah juga masih terlihat di beberapa kafe. Mereka asyik berbincang serta topik yang silih berganti tak ada hentinya. Berbeda dari dua gadis dengan seragam SMP Garuda yang hanya menatap kosong potongan kue di hadapan mereka. Salah satu dari mereka coba membuka obrolan yang membuat penasaran sejak tadi. "Desi," gadis berlesung pipi itu nampak khawatir dan terus mencoba membujuk sahabatnya.

Gadis dihadapannya lalu berusaha mengangkat wajah dan mengungkapkan isi hati. "Maaf kalo aku terlalu emosional Ros. Aku tadi benar-benar blank dan bergerak tanpa pikir. Aku kecewa. Kecewa dengan aku, dengan mereka." Desi kembali menarik satu nafas dan kedua ujung bibirnya sebentar. "Bukan, bukan. Bukan kecewa dengan mereka tapi kepercayaan mereka." Desi membenarkan ucapannya kembali lalu menunduk dalam-dalam hingga tak nampak wajahnya dengan linang air mata. Rosa segera memindahkan kursi dan duduk di samping Desi untuk menenangkan tangisnya. Saat itu ia tak banyak berpikir dengan keadaan di luar. Rosa hanya ingin sahabatnya kembali ceria sedia kala. Bahkan urusan yang tak kalah penting itu juga terlupakan.

























I Just Want Him, My UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang