Chap 8: My Greediness

3.1K 125 19
                                    

Rosalia Fernanda POV

Desi sudah kembali ke asrama setelah beberapa saat tenang dari masalah tadi. Aku juga sudah menghubungi ketua untuk saling bertukar informasi dan meluruskan semua. Desi lantas memilih untuk beristirahat besok sambil membicarakan masalah itu kembali dengan ketua. Aku tidak bisa membiarkan gadis itu sendiri. Sekalipun dia tangguh tapi di dalam ia tetap emosional layaknya perempuan.

Aku lalu melihat jam di handphone. "Astaga. Jam 18.15!? Kukira baru jam lima." Aku pun mengingat janji pagi tadi dan segera berlari mencari halte terdekat. "Reza... Maaf!!!" aku berteriak sepanjang perjalanan tak peduli dengan pejalan kaki lain. Kurangnya perhatian di depan dan lampu jalan yang remang membuatku tersandung oleh lubang besar. Untung tak banyak pejalan kaki di sini.

Segera aku berdiri merapihkan rok dan rambutku. Saat berjalan aku merasakan sakit yang teramat sangat. Aku lalu mengecek lutut kiri dan benar saja darah menetes keluar dari goresan biru itu. Entah keberapa kalinya hari ini aku tidak beruntung.

Tak berapa lama terlihat motor-motor besar melintasi jalan besar. Di antaranya masih mengenakan seragam SMA. Aku menjadi waswas saat salah satu dari mereka mendekat dan meminggirkan motornya.

Klakson motor hitam itu dibunyikan dengan keras membuatku takut dan mundur mengambil langkah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Klakson motor hitam itu dibunyikan dengan keras membuatku takut dan mundur mengambil langkah. "Hei Ros?" pengemudi itu menyebut nama kecilku dengan jelas. Aku yang mendengarnya malah merinding dan siap-siap kabur dari tempat ini.

Baru akan berbalik lagi-lagi orang itu bersuara. "Ros. Rosa kan? Sebentar, jangan pergi dulu." Laki-laki itu lalu membuka helmnya dan ingatan hari kemarin kembali. "Ah! Kakak yang kemarin ya?" aku yang melihat wajahnya lebih jelas dari sebelumnya menyadari kalau adik kelas itu memang benar. Wajah kakak ini sebanding dengan popularitasnya.

"Baru pulang?" Kakak itu bertanya seakan sudah mengenalku. Aku hanya bisa tersenyum canggung sambil menggenggam erat kedua tali tas punggungku. "Kamu cewek loh. Pulang malam sendiri lagi. Gak ada yang jemput?" Lagi-lagi aku hanya membalas senyum dengan gelengan kepala. "Kamu tinggal di mana? Biar aku antar" Sontak aku menolak dengan alasan akan pulang dengan mini bus. Tapi usahaku sia-sia karena kakak terus membujukku dan mengatakan jika dia juga memiliki urusan di sekitar perumahan itu. Aku yang semula ragu lalu percaya ketika dia menyuruhku menghubungi siapapun jika merasa terancam. Wajahnya yang serius membuatku begitu yakin kakak ini tidak memiliki niat lain.

Sepanjang perjalanan kakak terus bicara tanpa henti. Dia dengan mudah mencairkan suasana yang jauh semula kubayangkan. Aku lalu menanyakan nama dan asal sekolah kakak. Kami saling bertukar informasi dan semakin mengenal satu sama lain. Kak Nicholas biasa di panggil Nicho asal SMA Jaya Bangsa.

Tidak terasa kami sudah memasuki gapura perumahan dan aku memberi instruksi Kak Nicho pada tiap persimpangan. Saat sudah sampai di depan rumah, baru saja aku turun dan mengucapkan terima kasih seorang dari dalam rumah keluar. Gerbang besar itu terbuka dan nampak seorang yang sejak pagi kupikirkan. Laki-laki itu nampak elegan dengan kemeja putih dan poni yang diapik dengan minyak rambut terlihat formal. Reza malam ini benar-benar berbeda.

I Just Want Him, My UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang