5 - You Have My Word

109 23 0
                                    

☘️☘️☘️

Happy reading yeorobuuuunn 💚

“Saya udah lama lost contact sama Arti, Teh.”

Bukan hanya dengan Arti, dengan teman-teman yang lainnya pun Rafka sudah kehilangan kontak, terlebih sejak dirinya memutuskan melanjutkan perjalanan hidupnya  di kota Tasik. 

Circle pertemanan yang ia miliki semasa sekolah dan kuliah perlahan terkikis, tergantikan dengan circle baru. Rafka juga bukan tipe orang yang aktif di dunia maya, sosial medianya hanya ia gunakan jika ingat dan jika sempat. 

“Loh? Bukannya dulu kalian deket banget sama Arti, Arman terus yang cantik itu … siapa namanya?” Rania menerka-nerka sambil mengingat nama teman-teman adiknya yang dulu pernah berkunjung ke rumah. 

“Putri, Teh,” sahut Rafka datar. 

“Nah, iya. Teteh dulu sempet berpikir Arti itu pacar kamu tau, Raf.”

“Pacar apa, Teh? Kita pure temenan. Bisa khotbah sehari semalem kalo Abah sampe tau anaknya ada yang pacaran,” seru Rafka dan Rania pun tertawa. Ia pun terkenang akan peristiwa yang dulu sempat menimpa kakaknya. 

Rafka pun masih jelas mengingat, ketika Rosita—kakak pertamanya ketahuan menjalin hubungan dengan lawan jenis semasa SMA, sampai pernah pulang malam dengan alasan tugas, lalu ketahuan oleh abahnya bahwa tugas hanya sebatas alasan untuk mereka berkencan.

Saat itu Rais langsung mencabut semua fasilitas penunjang untuk sekolah dan menasihatinya semalaman suntuk. Maka sejak saat itu, kedua kakak dan dirinya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. 

Rais—abahnya Rafka selalu mengatakan bahwa, mencintai atau menyukai lawan jenis tidaklah salah, agama pun tidak melarangnya. Karena hal itu adalah fitrah setiap manusia. Yang salah adalah ketika melakukan hal-hal yang tidak sesuai ajaran agama dengan mengatasnamakan cinta. 

“Abah dan Ambu akan dimintai pertanggungjawaban kelak, kalau tidak bisa menjaga dan menasihati anak-anak Abah. Dosa kami sudah terlalu banyak, kalau kalian sayang sama kami, jangan tambahi dosa kami ini. Kalian akan paham segalanya, setelah nanti menjadi orang tua.” 

“Kalau kalian mencintai lawan jenis, atau menginginkan sesuatu, dekati Allah. Karena semua hal yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Mintalah petunjuk, mintalah yang terbaik, karena tidak setiap sesuatu yang menurut diri kita baik, baik juga menurut Allah.”

Sebagai laki-laki normal, Rafka bukan tidak pernah memiliki ketertarikan pada lawan jenis, tentu saja ia pernah, terlebih ketika ia menginjak usia remaja. Namun, ia selalu mengingat setiap nasihat yang orang tuanya berikan. Karena bagi Rafka, sosok yang menjadi panutan dalam banyak hal adalah orangtuanya, terutama sang Abah. 

Beberapa saat setelah Rania kembali ke kamarnya, Rafka terdiam dengan pikiran yang berkelana entah ke mana. Masih berteman sepi dan semilir angin yang semakin kencang menerpa tubuhnya malam ini. 

Mendengar nama Arti disebut-sebut, ingatan Rafka terlempar ke masa-masa mereka sering menghabiskan waktu. Dulu. Sampai akhirnya ia dipertemukan dengan Divya, jodoh yang ia harap bisa menemaninya seumur hidup. Hanya satu. Tidak ada yang lain.

“Kalian ini di mana-mana bareng terus. Berempat aja, orang-orang yang baru kenal pasti nyangkanya kalian lagi double date,” seloroh salah satu teman.  

“Sorry, anti friendzone kita mah,” sahut Arman. “Iya ‘kan, Raf?” 

“Iya,” balasnya acuh tak acuh. 

“Tuuh, kalian juga sama, ‘kan, Ar, Put?” lanjut Arman bertanya pada Arti dan Putri—dua orang teman perempuan yang ada dalam circle yang sama. 

“Betul, Man. No friendzone-friendzone-an kita mah, bertemen ya bertemen aja, sih. Gak usah libatin hati, nanti ribet sendiri. Setuju, ‘kan, Ar? Tos dululah!” Putri—si gadis periang mengangkat telapak tangan, supaya mendapat balasan ‘tos’ dari temannya itu. 

My Dearest PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang