Bukan Salah Siapapun

47 5 2
                                    

Bagian 25 MDP

Mudah-mudahan teman-teman yang baca cerita ini bisa terhibur dan memetik pelajaran 🌻

***

Empat hari sudah Divya menginap di rumah sakit, itu artinya sudah empat hari Rafka meninggalkan kegiatannya di Jakarta. Konsentrasi Rafka terkait program PDT mulai terpecah, ia sempat ragu untuk melanjutkan atau mengundurkan diri. Rafka tahu untuk saat ini keluarga adalah prioritasnya, tetapi tidak mudah juga jika Rafka harus mengubur impiannya.

Bayi yang dilahirkan prematur memang rentan terkena penyakit, seperti gangguan jantung, gangguan otak atau gangguan pernafasan, dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan organ yang belum sempurna, tetapi bayi harus lahir di waktu yang kurang tepat.

Seperti halnya bayi yang baru Divya lahirkan, yang didiagnosis mengalami respiratory distress syndrome atau sindrom gangguan pernafasan. Dokter mengatakan bahwa sindrom tersebut menjadi penyebab utama kematian pada bayi prematur. Penyebabnya adalah paru-paru yang belum berkembang sempurna, sehingga tidak memiliki zat pelindung yang disebut surfaktan. Zat tersebut diproduksi di dalam paru-paru, berfungsi untuk membantu menjaga agar paru-paru tetap berkembang.

Jika jumlah zat surfaktan paru-paru tidak cukup, maka bayi akan kesulitan ketika menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Maka dari itu, bayi yang memiliki komplikasi pada paru-paru berupa respiratory distress syndrome akan dipasangkan tabung oksigen dan pengganti surfaktan.

Divya dan Rafka yang bukan ahli di bidang medis, dan baru saja menjadi orang tua, sangat terkejut mendengar penjelasan dokter. Tak heran Divya seringkali menangis ketika mengingat sang anak.

"Mereka masih kecil, tapi ujiannya udah kayak gini ya, Kang," ucap Divya, ketika berdiri di depan tabung inkubator bayinya, lalu menatap sekeliling ruangan perinatologi. Tempat dimana bayi-bayi mungil berjuang untuk tetap hidup.

"Tapi mereka bayi-bayi kuat pilihan Allah, yang sedang berjuang untuk bertahan. Termasuk bayi kita," sahut Rafka, lalu memandangi jagoan kecilnya yang tengah terlelap.

Jika bisa dan diizinkan, semua orang tua yang mengalami situasi dan kondisi serupa pasti menginginkan untuk tetap di samping bayi-bayinya. Tetapi tidak bisa.

Suara nyaring terdengar di seluruh penjuru ruangan, suara itu berasal monitor pendeteksi denyut jantung, saturasi oksigen dan macam-macam alat-alat medis. Selain itu, masker, selang, lampu, dan kabel beraneka ragam menempel pada tubuh makhluk-makhluk mungil di ruangan yang didominasi warna putih itu.

"Kenapa harus bayiku yang kayak gini? Apa ini karena dosa-dosaku?" lirihnya sambil membenamkan wajahnya di dada bidang Rafka yang tertutupi kaus biru.

Refleks tangan Rafka merangkul Divya yang terisak, lalu mengecup puncak kepalanya yang tertutup jilbab hitam. "Istighfar, Sayang ... Ini semua kehendak Allah. Bukan salah kamu atau salah siapapun."

"Tapi rasanya ujian hidupku gak habis-habis, Kang. Allah kayak belum puas terus kasih aku ujian," ucap Divya disela-sela isak tangisannya.

"Astagfirullah, Vy ...."

Rafka tidak habis pikir, ketika Divya memiliki pemikiran seperti itu. Rasa sedihnya semakin dalam ketika beberapa hari ini tidak ada perkembangan yang menuju ke arah yang diharapkan. Tentu Rafka pun cemas, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali berdoa.

***

Zaman sudah berubah, teknologi sudah maju, bahkan ilmu kedokteran pun sudah berkembang pesat. Buktinya banyak metode yang bisa dipilih bagi siapa saja yang sedang menjalani pengobatan. Begitupun dengan metode persalinan, ada metode VBAC, Caesar, dll.

My Dearest PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang