2

513 14 0
                                    

Laura bangun keesokan paginya, ia merasa hampir tidak tidur semalaman. Ia melihat sekeliling ruangan tanpa menyadarinya sesaat sebelum akhirnya ia sadar bahwa dirinya berada di kamar tidur suaminya yang baru, dan rumahnya. Kenangan akan kejadian hari sebelumnya membanjiri dirinya dan ia memejamkan matanya.

Ia bukan lagi Nona Laura Carter, tetapi Nyonya Laura Hyden Anderson. Ia sekarang benar-benar Anderson, bertentangan dengan keinginannya.

Mereka berdua juga menolak untuk pergi ke suatu tempat khusus untuk bulan madu, karena mereka tidak memerlukan itu, bahkan mereka tidak bisa tinggal di kamar yang sama satu sama lain.

Ia menghela nafas, ini adalah awal dari kehidupan pernikahannya.

Laura duduk dan merenggangkan anggota tubuhnya lalu mengarahkan pandangannya ke pintu saat ketukan lembut datang.

Ia bertanya-tanya siapa itu karena Hyden yang ia kenal tidak akan mengetuk pintunya seperti itu. Pria itu mungkin bisa menerobos masuk, telanjang dan berpura-pura tidak ada orang di dalam sana.

"Masuk." ia mengizinkan dan pintu terbuka perlahan untuk memperlihatkan seorang wanita dengan celemek juru masak dan Laura mengira ialah juru masak dirumah ini. Ia mungkin berusia pertengahan atau akhir empat puluhan, seperti yang dilihatnya.

"Selamat pagi Nyonya." wanita itu menyapa, dan masih berdiri di dekat pintu.

"Selamat pagi, Bu atau..." Laura sedikit bingung harus memanggil wanita itu dengan sebutan apa.

"Saya Anna Samson, Nyonya," jawab wanita itu sambil tersenyum. "Tapi anda bisa memanggil saya Anna."

"Oke Anna, ada yang bisa saya bantu?" Laura bertanya dengan nada ramah.

"Makanan sudah siap, Nyonya." jawab Anna hangat. "Haruskah saya membawanya ke sini atau anda akan turun?" tanyanya.

"Oh, aku akan segera turun." jawab Laura.

Bahkan jika suaminya tidak menginginkannya, ia akan mencoba membuat pernikahan itu berhasil.

Setelah mencuci muka di kamar mandi, ia langsung turun ke bawah.

Namun saat ia melangkah ke ruang makan, ia sedikit terkejut karena suami barunya tidak ada, bahkan meja itu kosong dari seorang manusia.

Aroma sarapan mewah menyebar melalui hidungnya menggoda untuk hanya duduk dan makan tanpa pria itu, tetapi Laura tahu ia tidak bisa memulai tanpa suaminya jika ia ada disana.

Pada saat itu, Anna datang ke ruang makan untuk meletakkan beberapa peralatan makan dan Laura memutuskan untuk menanyakan keberadaan suaminya.

"Oh Nyonya..."

"Tolong," potong Laura. "Panggil aku Laura saja."

"Oh tidak Nyonya, saya tidak bisa. Tolong jangan paksa saya." jawab Anna. "Saya benar-benar tidak bisa." ucapnya sebari sedikit menunduk.

Laura mengangkat bahu. "Baiklah jika kamu berkata begitu. Jadi apa yang akan kamu katakan tentang keberadaan suamiku?"

"Dia berangkat sangat pagi untuk bekerja hari ini."
Anna menjawab dan membuat Laura sedikit terkejut, Anna yang menatap dirinya seakan-akan mengatakan 'bukankah seharusnya kau tahu?'.

Laura mencoba menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar tidak terlihat oleh juru masak itu.

Ia menjatuhkan diri di kursi yang paling dekat dengannya.

Kerja? Di hari Minggu? Pada bulan madu? Mengapa dia menjadi tidak berperasaan terhadapku? Dia bahkan tidak ingin memberi pernikahan ini kesempatan. Batin Laura.

Marriage Agreement [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang