01. 𝕻𝖊𝖗𝖙𝖊𝖒𝖚𝖆𝖓 𝖕𝖊𝖗𝖙𝖆𝖒𝖆

191 57 19
                                    

"ℌ𝔦𝔡𝔲𝔭𝔩𝔞𝔥 𝔰𝔢𝔩𝔞𝔯𝔞𝔰 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔞𝔩𝔞𝔪. 𝔍𝔦𝔨𝔞 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨, 𝔨𝔞𝔪𝔲 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔰𝔦𝔨𝔰𝔞 𝔞𝔱𝔞𝔲 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔩𝔢𝔟𝔦𝔥 𝔭𝔞𝔯𝔞𝔥𝔫𝔶𝔞 𝔡𝔦𝔰𝔦𝔨𝔰𝔞."

𝔄𝔱𝔩𝔞𝔫𝔱𝔦𝔰

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

“Jadi anak nurut sedikit sama orang tua, apa susahnya Viollet Valenzuela?” Tanya sang ayah yang wajahnya sudah merah padam karena marah melihat kelakuan anaknya.

Viollet, gadis yang memakai jaket kulit dan celana hotpants itu memutar bola matanya malas. “Kenapa aku harus nurut sama papah?”

Vincent, sang ayah menghela berusaha untuk bersabar. “Mau tidak mau, ini keputusan saya.”

Viollet berdiri dari duduknya. “Aku bilang ngga ya ngga! Papah kenapa sih? Papah mau aku ngapain lagi? Aku udah ngikutin semua yang papah suruh, terus sekarang papah mau aku masuk ke sekolah favorit di Lòyaffy? Aku ga mau! Aku benci tempat yang diisi anak-anak unggulan!”

Vincent menendang meja yang berada di depannya hingga melukai kaki Viollet. Pria itu menggebrak meja kesal sambil menunjuk wajah sang anak marah. “Viollet!” Teriaknya marah.

Wanita berdres merah di sampingnya menahan tangan sang suami yang hendak memukul Sang Anak, Viollet menutup wajahnya takut saat tangan sang ayah hampir mengenai wajahnya.

“Udah pah, tenang. Viollet bisa di kasih tau baik-baik.” Kata Valerie, sang ibu. Vincent menonjok udara kesal.

“Saya ga mau denger kamu nolak buat di pindahkan. Ini keputusan saya, lagipula disana kamu akan tinggal bersama nenek kakek kamu. Jaga sikap kamu, jangan buat saya malu.” Kata Vincent kemudian pergi dengan perasaan kesal.

Valerie menghela nafas berat, menatap lembut Sang Anak. “Kamu nurut ya Viollet, ini demi kebaikan kamu. Mamah sama papah bakalan pergi satu tahun, kita janji hanya satu tahun setelah itu kita balik ke Indonesia. Setelah semuanya selesai, kamu mau balik lagi ke sekolah lama kamu juga gapapa, mamah papah ga larang. Nenek kakek kamu bakal jaga kamu saat kita gada, kamu baik-baik disana. Mamah yakin kamu bisa ubah sikap kamu, jangan buat kita kecewa Viollet.”

Viollet terkekeh. “Kalian bahkan ga pernah dengerin aku, kalian selalu ambil keputusan sepihak. Kalian egois.” Dia pergi meninggalkan Sang Ibu yang tersenyum sedih, Valerie diam menatap kepergian sang anak.

“Viollet... Maaf...”

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Viollet menatap rumah besar berdonasi putih, rumah yang begitu sunyi seolah tak ada kehidupan didalamnya. Dia menatap kopernya yang sedang di bawakan oleh orang suruhan kedua orang tuanya.

“Motor kamu saya sita, saya tahu kamu akan balap liar jika saya tidak ada.” Kata Vincent yang baru datang.

Viollet menoleh. “Ada ngganya Anda, itu ga berpengaruh apapun.”

Vincent menatap anaknya marah, sebelum tangan lembut seorang wanita menyentuh pundaknya. “Sudah pah... Viollet hanya belum terbiasa.”

Viollet memutar bola matanya malas, berjalan masuk lalu menangkap sebuah pemandangan dua orang tua berambut putih tersenyum hangat menyapanya. Mereka adalah orang tua dari ibunya.

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang