8. 𝕻𝖊𝖒𝖇𝖚𝖓𝖚𝖍𝖆𝖓

58 9 0
                                    

“𝕸𝖊𝖗𝖊𝖐𝖆 𝖞𝖆𝖓𝖌 𝖒𝖊𝖓𝖞𝖆𝖐𝖎𝖙𝖎 𝖆𝖉𝖆𝖑𝖆𝖍 𝖔𝖗𝖆𝖓𝖌 𝖞𝖆𝖓𝖌 𝖘𝖊𝖇𝖊𝖓𝖆𝖗𝖓𝖞𝖆 𝖙𝖊𝖗𝖘𝖆𝖐𝖎𝖙𝖎.”

—𝕬𝖙𝖑𝖆𝖓𝖙𝖎𝖘—

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Wajah Viollet merah padam, dia baru saja terlibat perkelahian oleh seorang gadis berambut pirang, Adresteia.

Nah, jadi awalnya seperti ini, Viollet sedang berjalan seperti biasanya dan saat dia ingin membuka pintu kelas saus tomat sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Saus itu berasal dari atas kepalanya, lalu terdengar tawa seorang gadis, dia Adresteia.

Dari cerita itu pun sudah jelaskan mengapa Viollet menonjok wajah Adresteia, kan?

“Dasar Otak Tumpul!” Teriak Viollet melihat Adresteia yang sudah babak belur, dan dia tak terkecuali. Mereka sama-sama babak belur. Seluruh tubuh Viollet masih dilumuri oleh saus, namun kemarahan menghilangkan rasa malunya.

Adresteia terkekeh, dia mengusap pipinya yang berdarah. Dengan gerakan cepat, dia menendang wajah Viollet dengan kakinya, Viollet punya refleks yang bagus jadi dia menahan kaki gadis itu dengan tangannya.

“Ubi Ungu!” Teriak Adresteia, dengan kakinya yang satu lagi dia menendang dada Viollet hingga terjatuh.

Viollet meringis saat tangannya mengeluarkan darah karena terluka akibat goresan. Adresteia berjalan dengan langkah angkuhnya, menatap Viollet yang berada di bawahnya dengan hina.

“Jangan berani-beraninya lo— Ah!”
Adresteia terjatuh saat Viollet menarik kakinya, dan sekarang Viollet sudah berada di atas tubuhnya siap menonjok wajah cantik Adresteia untuk kesekian kalinya.

Mata biru Viollet berkobar kemarahan. “Lo salah cari musuh, Adresteia.”

Suaranya begitu dalam dan hanyut dalam hembusan angin.

Tinggal satu detik lagi Viollet siap memukul wajah Adresteia, namun suara berat seseorang menghentikan mereka berdua.

“Adresteia, Viollet.” Keduanya tampak menoleh bersamaan, wajah garang Sir Ariciloe terpajang jelas. “Ikut saya, sekarang.”

Pria itu berbalik pergi.

Viollet turun dari tubuh Adresteia, wajah Adresteia pucat pasi. Dia menatap Viollet kemudian berkata tanpa suara, “Mampus kita.”

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Sir Ariciloe menatap dua gadis itu tak suka, kemudian berkata kepada Adresteia. “Pembuat Onar.”

Viollet menatap wajah sebal Adresteia saat di sebut ‘Pembuat Onar’ namun gadis itu diam saja. Seolah dia tak punya nyali untuk membela dirinya sendiri di depan Sir Ariciloe.

“Pergi ke kolam belakang belakang gedung, bersihkan. Saya tidak mau lihat satu butir debu pun disana. Ingat, satupun.” Pria itu menincingkan matanya seolah-olah dia siap melahap siapapun yang berani membantah perintahnya.

“Tapi Sir—”

Adresteia ingin protes, namun tatapan tajam pria itu membuat nyalinya menciut. Dia meneguk air liurnya sendiri, “Baik Sir, tidak satu debu pun.”

Sir Ariciloe tersenyum dingin, dan sangat jenaka. Kemudian dia berbalik pergi. Belum sempat dia pergi 5 langkah, Adresteia menendang batu kecil hingga mengenai kepala pria itu.

Sebelum pria itu menoleh, Adresteia menarik tangan Viollet dan berkata. “Mampus lo, Dasar Tua Bangka!” lalu berlalu secepat yang dia bisa.

“Adrestia!”

Mereka terus berlari menjauhi Sir Ariciloe, “Lo bisa cepetan ga sih larinya!” Sentak Adresteia.

Viollet melepaskan paksa tangannya yang di tarik oleh Adresteia, “Kaki gue lagi luka, karena lo.”

Gadis berambut pirang itu menyibakkan rambutnya karena gerah, kemudian mencibir. “Lebay banget, gitu doang ngeluh.”

Viollet tak menjawab, mereka berjalan tanpa ada obrolan. Hingga sampai di depan sebuah ruangan yang sangat tertutup, tak ada jendela, tak ada celah udara, hanya ada satu pintu tua. Adresteia membuka pintu tersebut dengan kunci yang entah dari mana dia dapat.

“Dari mana lo dapet kunci itu? Perasaan Sir Ariciloe ga ngasih apapun.”

Adresteia menghentikan aktivitasnya lalu berkata, “Kalau lo mau tau siapa orang yang paling sering dihukum di tempat ini, jawabannya gue. Si Tua Bangka itu udah muak nganter gue kesini buat bukain pintu, jadi gue punya kuncinya sendiri.”

Viollet tak berkomentar, sudah jelas gadis di depannya gadis problematik.

Pintu terbuka, menampilkan sungai.

Tunggu? Sungai? Bagaimana bisa ada sungai yang tertutup di sekolah?

“Sungai?” Tanya Viollet tampak kebingungan.

Adresteia mengangkat bahu. “Kita butuh sungai.”

Viollet ingin bertanya kenapa sekolah butuh sungai, namun Adresteia lebih dulu berucap. “Cepet beresin, sapuin daun-daunannya. Gue mau duduk.”

“Ga,” tolak Viollet mentah-mentah, “Lo yang dihukum sama Sir Ariciloe, gue ngga. Buktinya cuman lo yang di marahin, jadi ini bukan hukuman gue.”

Adresteia mendelik sebal. “Lo pikir gue berantem sama diri gue sendiri, Ubi Ungu?”

“Terserah, gue tetep ga mau.”

“Lo!—Akh! Awas!”

Adresteia menarik tangan Viollet saat satu hewan berukuran 11 meter hendak melilit kakinya, ular. Ular itu berwarna putih, dia terus mendekati kedua gadis itu dengan lidah panjang nya yang berdesis.

Perlahan Ular itu melilit tubuh Adresteia, Viollet mundur beberapa langkah. Kakinya tersandung sebuah panah kusam, dengan segala sisa keberanian nya. Dia menembakan busurnya tepat di kepala Sang Ular.

Wajah Adresteia merah padam sampai ke leher, dia terbatuk-batuk karena sulit bernafas setelah dililit oleh ular tersebut.

“Lo gila!”

Viollet menoleh, menatapnya aneh.

“Lo baru aja bunuh ular nya!” Kata Adresteia ketakutan, dia menatap busur yang Viollet pegang. “Lo baru aja bunuh anak Hydra...”

Viollet menyerit, “Hera?”

“Hydra,” koreksi Adresteia. “Drakon.”

Viollet terkekeh, “Lo ngomong apa sih?”

Karena kesal, Adresteia berteriak depan wajah Viollet. “Lo baru aja bunuh ularnya!”

“Kalo ga gue bunuh, lo dibunuh sama ular nya!” Viollet balas teriak, membuat Adresteia bungkam.

Mereka saling diam satu sama lain. Kemudian Adresteia mulai memunguti daun-daunan kering, dia memindahkan ular sepanjang 11 meter ke dalam danau, berharap tak ada siapapun yang melihat.

Dalam keheningan, Adresteia berkata. “Lo udah ga aman, Viollet.”

Untuk pertama kalinya, gadis itu menyebut namanya.

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Hallo temen-temen, how are you today? I hope u have nice day!💙

Sampai sini kalian udah kebayang belum Viollet itu siapa?

Dari banyaknya hal ganjal yang ada di sekolah ini, kalian udah ada gambaran belum untuk kedepannya? Semoga aja belum ya, soalnya kan sedih kalo kalian tau alurnya duluan •́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

Maaf ya aku ga update beberapa minggu, kalau kalian di sekolah ada sistem blok pasti tau kenapa. Karena masuk blok 2, dan waktu belajar ku di blok ini cuman 1 bulan kurang jadi aku di kejar-kejar tugas (takut bangezzz).

Tapi nanti kalau semua tugasku udah selesai, aku bakal rajin update lagi kok hehe. 💙💙

See u next time guys, ikutin terus ya ceritaku!💙

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang