13. 𝕾𝖊𝖗𝖆𝖓𝖌𝖆𝖓 𝖉𝖎 𝖇𝖚𝖘

156 8 25
                                    

"𝕶𝖊𝖇𝖊𝖗𝖚𝖓𝖙𝖚𝖓𝖌𝖆𝖓 𝖙𝖎𝖉𝖆𝖐 𝖇𝖎𝖘𝖆 𝖉𝖎 𝖒𝖎𝖑𝖎𝖐𝖎 𝖔𝖑𝖊𝖍 𝖘𝖊𝖒𝖚𝖆 𝖔𝖗𝖆𝖓𝖌."

—𝕬𝖙𝖑𝖆𝖓𝖙𝖎𝖘—

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Nomi menatap jalanan lewat jendela bus, dia menyenderkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.

Tangannya membentuk sebuah permintaan perlindungan yang di gunakan orang-orang Yunani kuno.
Perasaan Nomi bercampur aduk, dia bingung, takut, sedih. Dia merasa tidak aman, seolah-olah seribu bahaya mengintainya saat ini.

Nomi menoleh menatap teman-temannya yang tertidur, karena sekarang sudah jam 10 malam. Mereka akan sampai ke halte bus selanjutnya 15 menit lagi. Jadi meraka memilih untuk tidur agar bisa kembali vit.

Bus yang semula hening tiba-tiba terdengar teriakan dari supir, mereka semua terbangun. Kecuali Adresteia yang masih nyaman dengan mimpinya. Nomi berdiri paling pertama, suasana bus gelap dan hanya ada dua penerangan kecil di bagian depan dan belakang.

Suara desisan halus memecahkan keheningan, mereka semua berteriak ketakutan. Beberapa orang menyuruh untuk bus segera berhenti dan menyalahkan lampu agar mereka bisa melihat situasi. Namun tak ada jawaban dari supir.

Viollet yang baru bangun terjatuh kencang ke depan, sosok tangan hitam dengan kuku panjang menarik kakinya. Hidung Viollet berdarah, dia meringis merasakan seluruh badannya sakit.

“Sial.” Dia mengumpat kesal. Viollet ingin memukul orang yang menarik kakinya, namun sebelum itu Nomi menariknya hingga terlempar ke bangku bus.

“Awas!” Nomi berteriak yang mendapatkan respon sangat bagus dari Viollet yang langsung menghindar.

Sebuah cakaran hampir saja merobek wajahnya sampe ke dada.

Setelah hening beberapa detik, Nomi diam-diam mengeluarkan pedangnya. Vinca sudah menangis histeris karena takut. Dengan sekedip mata, sebuah tangan yang aneh mencengkeram leher Vinca.

Vinca berteriak histeris meminta pertolongan, sedangkan Nomi dan Viollet membeku. Tak berselang lama, Vinca terlempar kencang dari bangku belakang hingga ke bangku supir yang menyebabkan gadis itu pingsan.

Pikiran Viollet buntu, dia bingung, takut, panik namun di tengah kekacauan dia mencoba mengeluarkan kalungnya sama seperti yang dia lakukan saat bertemu Empusa. Namun tak terjadi apapun, tak ada cahaya seperti sebelumnya.

Setelah itu bunyi suara aneh datang, di tengah kekacauan bus muncul sosok hewan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh mereka. Itu adalah monster setinggi 2 meter dengan tubuh serigala dan kepala rajawali. Dengan kukunya yang hitam dan panjang, matanya yang tajam menatap Viollet tanpa kedip.

Dia adalah Griffin, Sang Raja Hewan Buas dan Penguasa Udara. Makhluk ini melambangkan kekuatan atas langit dan bumi, kewaspadaan, kekuatan, dan keangkuhan. Seharusnya Griffin tak berada disini, seharusnya dia menjaga emas Hyperboreia (negeri mistik tempat matahari dan kebahagiaan bersinar abadi di balik angin utara).

Mulut Nomi menganga begitu lebar saking terkejutnya. “Griffin... Griffin ga seharusnya disini... Kenapa.... Kenapa bisa dia...”

Sebelum sempat menyelesaikan ucapannya, sayap Griffin lebih dulu melempar tubuh Nomi sampai pingsan.

Viollet mematung tak bergerak, sedari tadi Griffin itu menatap lurus kearah nya bahkan saat dia menyerang Nomi dia tetep menatap ke arah Viollet.
Viollet memundurkan langkahnya saat Griffin itu mendekat perlahan, kepala rajawali nya itu ke kanan dan kiri seolah memikirkan bagian tubuh mana yang paling enak di santap lebih awal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang