11. 𝕸𝖎𝖘𝖎 𝖕𝖊𝖗𝖙𝖆𝖒𝖆

48 7 17
                                    


“𝕾𝖎𝖋𝖆𝖙 𝖘𝖊𝖔𝖗𝖆𝖓𝖌 𝖆𝖓𝖆𝖐 𝖙𝖎𝖉𝖆𝖐 𝖆𝖐𝖆𝖓 𝖏𝖆𝖚𝖍 𝖇𝖊𝖗𝖇𝖊𝖉𝖆 𝖉𝖊𝖓𝖌𝖆𝖓 𝖏𝖆𝖚𝖍 𝖉𝖊𝖓𝖌𝖆𝖓 𝖔𝖗𝖆𝖓𝖌 𝖙𝖚𝖆𝖓𝖞𝖆.”

—𝕬𝖙𝖑𝖆𝖓𝖙𝖎𝖘—

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Viollet berdiri di depan 36 murid 41
guru, dan 10 Dewan. Dia berdiri bersama Sir Ariciloe. Pria itu sedaritadi menatap Viollet dari atas hingga bawah, mengkritik, mencoba menemukan kebohongannya di matanya bahwa Viollet berbohong soal Orakel memberikannya sebuah ramalan.

“Baiklah...” dia mendehem untuk meredakan detak jantungnya yang menggebu, memang bukan Sir Ariciloe yang akan pergi untuk mencari misi. Namun dia tetap grogi.

“Seperti yang kalian ketahui, sebagian dari kalian (Demigod) tahu siapa orang tua Dewa kalian karena orang tua manusia kalian. Sebagiannya yang lain mencari tahu, namun mereka sudah tidak berada di sekolah ini. Beberapa dari mereka sudah... mati dan sisanya mereka sudah sangat tua. Sudah lima puluh tahun lamanya Sang Orakel tak pernah memberikan ramalannya kepada siapapun.”

Sir Ariciloe menjilat bibir bawahnya gugup. “Namun sekarang, seseorang mengubah sejarah. Awalnya semua dari kita berfikir bahwa Appolo sudah tidak ingin lagi menjadi Dewa Peramal dan fokus pada pekerjaannya sebagai Dewa Matahari. Namun ternyata dugaan kita salah, Sang Orakel memberikan ramalan kepada siapapun yang berhak mendapatkan ramalan. Yaitu Viollet Venezuela.

Semuanya tercengang, tak bisa berkata-kata. Mereka terpaku dalam diam, apalagi beberapa dewan yang umurnya beratus tahun menatap Viollet penuh kritik.

“Apa isi dari ramalan tersebut?” seorang Dewan dengan wajah seperti bayi dan setelan jas biru dongker memecahkan keheningan.

“Isinya adalah—”

Pria itu mengibaskan tangannya, Sir Ariciloe dalam sekejap mata. “Aku tidak memintamu untuk menjawab Sir Ariciloe.”

Semua orang tampak biasa saja mereka hanya menundukkan kepalanya sedikit, mereka diam. Mereka tahu siapa pria itu, dia adalah Moines Dewan yang di kenal sebagai sosok tranpament.

Sir Ariciloe buru-buru berdiri, menepuk pundak nya yang kotor akibat runtuhan bangunan yang mengenai bajunya. Dia menunduk hormat. “Maafkan saya, Sir.”

Moines sudah tidak memperhatikan Sir Ariciloe lagi, dia memusatkan perhatiannya kepada Viollet. Yang membuat Viollet merinding dalam sekejap, dia menggeliat saat salur-salur anggur melilit kakinya.

“Tahan dirimu, Moines.” Pria dengan janggut lebat itu berhasil menghentikan perlakuan Moines.

Seorang pria dengan mata biru itu tersenyum kepada Viollet, dia Archos pemimpin para Dewan. Lalu berkata dengan suaranya yang lantang dan lugas. “Katakanlah apa yang Orakel katakan kepada mu, Nak.”

Viollet mengigit bibir bawahnya gugup. Kemudian dia berkata. “Kau akan pergi ke Barat
Bersama orang terpilih
Seseorang akan mati di tangan orang tuanya
Penghianat akan menunjukkan jati dirinya
Malam hari akan menyekik Sang Dewa orogan
Kebohongan Dewi yang menyebabkan kematian
Pada akhirnya kau akan gagal di kedalaman lautan.”

Archos mengetuk-ngetuk dagunya. “Aku rasa memang dia orang yang pantas mendapatkannya.”

Moines mendelik tak suka. “Apakah menurut mu wajar, Archos? Lima puluh tahun lalu Sang Orakel tak pernah memberikan ramalan kepada siapapun. Bahkan kepada anak Zeus. Sudah berapa Generasi yang di buat tertidur menunggu jawabnya?” dia melirik Viollet tak suka. “Dam sekarang, seorang gadis yang tampak bodoh dengan rambut ungunya mendapatkan ramalan begitu saja? Apakah itu masuk akal?”

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang