12. 𝕰𝖒𝖕𝖚𝖘𝖆

56 5 25
                                    

“𝕾𝖊𝖒𝖚𝖆 𝖇𝖊𝖗𝖏𝖆𝖑𝖆𝖓 𝖘𝖊𝖘𝖚𝖆𝖎 𝖌𝖆𝖗𝖎𝖘 𝖙𝖆𝖐𝖉𝖎𝖗.”

—𝕬𝖙𝖑𝖆𝖓𝖙𝖎𝖘—

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠

Viollet menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Sir Ariciloe hanya bisa mengantar mereka ke stasiun Evionea dan mereka harus melanjutkan perjalanan mereka sendiri ke kota Corlaetta. Corlaetta di percayai sebagai kota yang di huni para Dewa.

Sir Ariciloe memperhatikan 4 perempuan dari cermin mobil sambil sedikit tersenyum. Dia mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, kemudian memberikannya kepada Viollet. Itu adalah sebuah cincin cantik dengan ukiran mata.

Viollet menyerit. "Ada apa Sir?"

Pria itu tersenyum, kemudian mengangkat lengannya. Viollet memekik ketakutan saat melihat banyaknya mata yang berada di tubuh Sir Ariciloe. Pria dengan mata dua warna itu meringis tak enak hati.

"Astaga... Aku tak berniat mengejutkanmu. Yah... Kau tahu aku punya banyak sekali mata, dan jangan tanya apakah di bagian 'itu' ada juga, aku muak dengan pertanyaan itu. Tapi Anak Muda berjanjilah untuk menjaga selalu cicin itu, mata ku... Yah itu mataku terdapat di cicinmu, jadi aku akan selalu tau jika kau dalam masalah."

Viollet meneguk ludahnya, menatap ukiran mata abu yang awalnya dia kira hanya sebuah ukiran biasa. Namun semua itu sirna saat mata itu berkedip.

Viollet menutup mulutnya, membayangkan bagaimana bisa mata Sir Ariciloe ada di sebuah cincin.
"Baik Sir, terimakasih. Saya akan menjaganya."

Pada akhirnya Viollet memakai cincin tersebut yang membuat senyum Sir Ariciloe muncul.

Pria itu menatap mereka satu-satu bersatu, matanya sudah berkaca-kaca. "Semoga orang tua Dewa kalian memberkati kalian, aku harap kita bisa bertemu kembali."

Setelah itu, mobil Ferarri Sir Ariciloe melesat pergi dari pandangan mereka. Viollet melepaskan cincin yang Sir Ariciloe berikan, kemudian memasukkan nya kedalam kantong.

"Kenapa di copot?" Tanya Nomi yang memperhatikan Viollet.

Viollet menggeleng. "Rasanya aneh make cincin yang ada mata aslinya."

"Jangan sampe ilang, barang itu mungkin bakalan kita butuhin. Mending lo pake." Nomi memberikan saran.

Viollet menggeleng. "Biar gue kantongin aja."

"Terserah lo, yang penting gue udah ingetin."

Mereka berjalan kurang lebih 5 menit menuju halte bus yang akan membawa mereka ke Corlaetta. Setidaknya mereka harus menaiki paling sedikit 5 bus untuk sampai kesana. Kenapa tidak memilih untuk naik kereta bawah tanah? Itu terlalu beresiko untuk anak Demigod.

Para monster kebanyakan tinggal di Underwood tempat kekuasaan Hades, jika sampai mereka mencium bau Demigod habis sudah riwayat mereka.

Mereka duduk di halte bus, Viollet mengayunkan kakinya sembari menatap sekeliling. Cukup banyak orang-orang yang duduk untuk menunggu bus, sama sepertinya.

Namun ada satu wanita dengan topi keledai yang sedari tadi memperhatikan Viollet tanpa henti. Beberapa detik Viollet beradu tatap dengan wanita itu, bila diperhatikan wanita itu memiliki banyak bintik-bintik hitam di wajahnya.

Mata wanita itu merah cerah, dia melemparkan senyum menawan kepada Viollet dan malah terlihat menakutkan karena wanita itu memiliki taring. Viollet merinding bukan main, karena itu dia segera mengalihkan perhatiannya.

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang