02. 𝕸𝖊𝖓𝖞𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙𝖐𝖆𝖓 𝖆𝖙𝖆𝖚 𝖒𝖊𝖓𝖌𝖍𝖆𝖓𝖈𝖚𝖗𝖐𝖆𝖓?

124 49 13
                                    

   “𝔐𝔢𝔪𝔦𝔩𝔦𝔥 𝔪𝔢𝔪𝔞𝔫𝔤 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔰𝔲𝔩𝔦𝔱, 𝔨𝔦𝔱𝔞 𝔟𝔢𝔯𝔥𝔞𝔨 𝔪𝔢𝔪𝔦𝔩𝔦𝔥 𝔞𝔭𝔞𝔭𝔲𝔫 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔨𝔦𝔱𝔞 𝔦𝔫𝔤𝔦𝔫𝔨𝔞𝔫. 𝔑𝔞𝔪𝔲𝔫 𝔞𝔭𝔞𝔨𝔞𝔥 𝔭𝔦𝔩𝔦𝔥𝔞𝔫 𝔦𝔱𝔲 𝔰𝔲𝔡𝔞𝔥 𝔟𝔢𝔫𝔞𝔯? 𝔄𝔱𝔞𝔲 𝔥𝔞𝔫𝔶𝔞 𝔰𝔢𝔟𝔲𝔞𝔥 𝔧𝔢𝔟𝔞𝔨𝔞𝔫?”

𝔚𝔥𝔬 𝔱𝔥𝔢 𝔡𝔢𝔳𝔦𝔩'𝔰

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠


“Berapa umurmu Anak Muda?”

Viollet berhenti menatap lukisan, mengarahkan pandangannya sepenuhnya kepada pria bermata biru di depannya. “Delapan belas tahun.”

Pria itu tersenyum, mengusap dagunya pelan. “Berarti sudah lima tahun sejak kejadian itu.”

“Kejadian apa?” Tanya Viollet.

Pria itu menggeleng, membenarkan keras bajunya. “Lupakan saja.” Katanya, mereka sampai di depan ruangan yang awalnya Viollet pikir ruangan kosong. Ketika mereka masuk ke dalam, Viollet dapat melihat ada sekitar 19 orang yang sedang duduk sambil membaca buku. Semua mata menatap kearahnya. Mata mereka begitu dingin, dan menusuk.

“Selamat pagi, Sir.” Ujar mereka serempak, pria itu mengangguk saja.

“Yah, seperti yang kalian lihat. Kalian kedatangan murid baru. Maksud saya, teman baru. Mungkin?”

Semua orang menatap nya penuh kritik dari atas hingga bawah, hingga Viollet menggaruk tengkuknya bingung. Dia menatap penampilan nya sendiri. Baju berantakan seperti tidak di gosok, dasi di ikat aneh dan berantakan rok nya ketat melebihi batas seharusnya. Dan yah, rambutnya di warnai ungu. Seperti namanya. 

Viollet yang merasa ditatap aneh, melototi mereka satu-persatu seolah mengancam. Namun mereka lebih dulu mengalihkan pandangannya kebuku. Kecuali dua orang laki-laki di belakang. Mereka berdua menatap nya tanpa ekspresi apapun, beberapa detik Viollet bertatapan dengan mereka berdua. Seolah terhipnotis, seolah-olah tatapan itu sangat kuno dan rapuh. Tak berlangsung lama, mereka berdua memalingkan wajahnya tak mau menatap wajah Viollet.

“Idih, sok ganteng amat.” Kata Viollet mencibir pelan.

“Silahkan perkenalkan diri kamu.” Kata pria di sampingnya, yang sampai sekarang tak Viollet ketahui namanya. “Bapak namanya siapa?”

“Sir.”

Viollet menahan untuk tidak mendengus. “Yes Sir. What your name?”

“Ariciloe. Sir Ariciloe.”

Viollet membulatkan bibirnya mengerti. “Perkenalkan nama gue Viollet Venezuela. Gue pindahan dari Jakarta. Salam kenal.” Hening, tak ada yang membalas. Viollet tersenyum masam.

“Nah.” Kata Sir Ariciloe. “Silahkan duduk di samping Xezruezi.”

“Namanya susah amat.” Kata Viollet reflek. Laki-laki yang tadi sempat bertatapan dengannya sedikit mengangkat sebelah alis, Viollet menatapnya menantang seolah itu kalimat biasa saja.

Atlantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang