-VII--

2 0 0
                                    

*
*
*

Seusai membersihkan diri, Rakhael
segera memeriksa handphonenya.

Balasan Resena sangat menyebalkan, ia ingin marah. Namun kepada siapa? Dan terhadap apa?

Semua yang terjadi murni kebetulan, tapi tetap saja. Rakhael kesal.

Ia menggerutu sembari mendumel habis-habisan untuk mengungkapkan kekesalan.

'Sena! Kau menyebalkan!'.

***

Pintu mewah itu terbuka, menampilkan lorong panjang menuju ruangan mewah tempat keluarga lain berkumpul.

Belum sampai di meja, dapat terdengar percakapan antara Opa, Paman, Bibi dan Sepupu-sepupunya.

Resena mengetuk kusen dinding sebentar, membuat semua atensi tertuju padanya.

Ia tersenyum menatap semua orang. "Malam Opa, Paman dan Bibi".

Sapaan itu dibalas deheman oleh sang Paman, Bibinya ikut tersenyum, dan Opa langsung berdiri menyambut Resena.

Senyum lebar terpatri di wajah Pria paruh baya itu sembari menghampiri sang Cucu kebanggaan.

"Resena, Cucuku. Apa kabarmu, Nak?". Tanya pria paruh baya.

"Baik, Opa. Opa sendiri apa kabar?". Jawab Resena sembari merengkuh ringan Opanya.

"Baik, Sena. Duduklah".

Segera Resena mengambil tempat di kiri sang opa. Berhadapan dengan Paman Wanta yang di sampingnya terdapat Bibi Vera.

Sepupu tertuanya mendengus tak suka. Sejak dulu Ia berharap duduk di dekat Opanya, namun selalu Sena yang di sana.

Resena tampak menikmati percakapan ringan dengan Opa, tidak ada yang membahas perusahaan. Seolah keduanya tidak peduli, atau hanya ingin membahasnya empat mata.

Suasana di meja Seinselara lebih menyenangkan dari yang dikira Sena.

"Kudengar kau belum menyelesaikan penelitianmu. Ada apa? Otak pintarmu itu berhenti bekerja?". Tanya sepupu Sena, Karandra Cio Seinselara.

'Perusak suasana'. Pikir Resena sembari melirik sepupunya.

"Belum bukan berarti tidak, kan? Aku hanya menunggu waktu untuk mengumumkan penyelesaiannya". Sinis Resena.

"Lalu, Kakak sendiri? Sudah berpikir tentang bagaimana mengelola perusahaan?". Resena tentu membalas, Ia bukan orang yang mau kalah. Terutama kepada Karan.

"Tentu! Aku bekerja keras untuk itu. Bukan seperti seseorang yang langsung mendapatkannya karena darah".

"Artinya darahmu kurang kenta-".

"Sudah! Hentikan kalian berdua". Tegas Paman Wanta menghentikan pertikaian mulut dua saudara itu.

"Sena lanjutkan makanmu, Karandra setelah ini temui ayah bersama Belin dan Bilan".

Belin dan Bilan adalah anak kembar Paman Wanta, keduanya hanya diam melihat adu mulut kedua Kakaknya.

Bingung untuk memihak siapa, Karandra Kakak kandung mereka atau Resena Kakak sepupu yang sangat dikagumi.

Connecting ThreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang