37. Starry Night

684 74 504
                                    

Hai, hai!!! Hallooo~

Apa kabar semuanyaaa???

Maaf, yaa, aku updatenya lama 🙏🙏🙏

Sebelum baca, jangan lupa pencet vote dulu, yaa!

*mohon koreksi typo dan mohon maaf kalau banyak typo atau kesalahan 🙏

•••

Selamat membaca, Amories!♡
. · . · . · . · . · . · . · . · . · . · . ·. · . · .

★★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★

Udara malam di Villa dekat puncak memang sangat dingin. Tak heran Starla memakai jaket tebal dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Lantaran kesulitan tidur, Starla memutuskan pergi ke teras balkon lantai dua guna mencari udara segar dan memanjakan mata dengan pemandangan perbukitan di malam hari.

Starla telah mengirimkan pesan pada Jefano bahwa ia tak bisa tidur. Jefano pun mengatakan akan menemani Starla sampai gadis itu mengantuk. Namun, sudah hampir lima menit Starla menunggu, sosok Jefano tak kunjung datang.

Starla memegang besi balkon, memejamkan mata menikmati angin malam. “Emang tempat healing, sih, ini,” gumam Starla.

“Starla?!”

Starla terkejut mendengar suara bentakan Jefano. Ia menoleh, bingung melihat raut kemarahan di wajah cowok itu.

“Udah gue bilang, jangan pegang besi balkon,” ujar Jefano, nada suaranya terdengar sangat marah.

“Emangnya kenapa, sih?”

“Lo bisa jatuh nanti.”

Starla kembali memegang besi balkon tersebut, membuat Jefano refleks memejamkan mata. “Nih, gue pegang. Gak jatuh, kan, gue?”

“Jauh-jauh dari balkon, Starla. Susah banget buat lo dengerin omongan gue?!” bentak Jefano, mengalihkan pandangan pada apapun selain tangan Starla di besi balkon tersebut.

“Gue aja bingung kenapa lo larang gue ke balkon. Setidaknya lo kasih tau dulu alasannya,” ujar Starla.

“Gue benci balkon, Starla.” Angin pun kalah dingin dengan tatapan dan suara Jefano.

Starla tak puas jika belum mendapatkan jawaban yang pasti. Ia semakin penasaran apa yang terjadi antara Jefano dan balkon hingga Jefano semarah itu.

“Pergi dari situ, sekarang,” titah Jefano.

Starla menggeleng. “Gue gak akan jatuh, Jeno. Besinya kuat. Lo lihat ke bawah, deh. Ada penyangga juga. Kalo pun jatuh gak akan mati—”

“STARLA!” Napas Jefano tercekat, terasa sesak di dadanya. Kata terakhir Starla mengingatkan Jefano pada insiden bertahun-tahun silam. Mendadak tangannya gemetar, perlahan-lahan melangkah mundur walau kaki Jefano mulai lemas.

LJN ⨾ 3 Months with JefanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang