08:45
Pagi hari kamis yang tidak damai, hujan lebat semalam cukup membuat keributan dan kemacetan panjang. Shandy berjalan sambil mengikuti tempo musik yang sedang dia dengarkan melalui headphone, sesekali menoleh melihat kereta yang datang ketujuan mana.
Kereta tiba di peron, Shandy langsung masuk saja tanpa memperhatikan siapa yang ada disekitarnya. Sungguh pagi yang sibuk, semua orang tiba-tiba naik kereta karena jalanan mengalami banyak kendala seperti pohon tumbang, banjir dan beberapa kabel yang jatuh. Untung saja kereta tidak mengalami kendala apapun, setidaknya jika harus terlambat dia bisa beralasan dan sudah berusaha menggunakan transportasi yang tepat.
Satu, dua, tiga stasiun terlewati. Cukup jauh jarak yang harus ditempuh, saat sudah mau turun distasiun berikutnya dia beradu pandang dengan seseorang. Lelaki yang sepertinya lebih muda darinya, mengenakan seragam sekolah namun wajahnya terasa tidak asing.
Tidak menggubris Shandy berlalu saja dan turun distasiun yang dia tuju, menuruni tangga bersama penumpang lain lalu berbelok menuju pintu selatan dan menunggu ojek online disana.
Pukul sembilan pas, Shandy sampai dikantor yang juga bersebelahan dengan pabrik yang suara mesinnya sudah menderu-deru dengan halus pagi ini. Matanya menatap dengan tajam dan mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa menarik perhatiannya, saat hendak menaiki anak tangga terdengar suara langkah sepatu yang sedikit bertabrakan dengan suara mesin yang hanya diberi batas dengan kaca yang cukup tebal.
"Shandy~" Ricky berjalan sambil membentangkan tangannya, "ayo ayo, udah pada nungguin."
Shandy membalas senyum Ricky sedikit, lalu mereka bersama-sama naik satu lantai lagi dan memasuki ruangan dibalik pintu kaca transparan.
"Guys, ini Shandy yang mau gue kenalin." Kata Ricky lagi, "yok kenalan dulu."
Laki-laki yang duduk paling pinggir berdiri dengan cepat, dia tinggi semampai, berkulit putih, memakai kacamata dan pipinya sedikit lebih besar dari yang seharusnya.
"Hai kenalin gue Fiki." Dia mengangkat sebelah tangannya, disambut oleh Shandy yang hendak mencium tangan namun ditepis. "DIH NGAPAIN CIUM TANGAN????"
".. gue pernah ngomong mau cium tangan sama desainer Silence98 empat musim."
Fiki tertawa renyah, "yailah yang bikin bukan gue, noh yang keriting." Sambil menunjuk kearah pria paling ujung.
Lalu lelaki yang disebelahnya hanya mengangkat alis, "Gilang."
Yang duduk paling ujung sedikit menunduk, rambut keritingnya seperti keberatan untuk menunduk lama-lama. Dari sekian banyak staf yang ada disini, nampaknya si lelaki dengan rambut keriting dan tatoan itu terlihat paling trendi.
"Farhan." Katanya sambil mengangkat sebelah alis, "mau cium tangan nggak nih?"
"Nggak." Shandy menggelengkan kepalanya menolak.
Perkenalan tidak berjalan cukup lama, Ricky terlihat berbicara dengan pegawai yang kebih muda bernama Fiki itu dan tertawa membahas projekan dan seseorang yang tidak disebutkan namanya pembicaraan seputar film apa yang mereka lihat di bioskop kemarin. Shandy tidak banyak bicara hari ini, dia memandangi Ricky yang hidupnya terlihat sangat meyenangkan namun ada sisi misterius darinya yang bergejolak ingin dikeluarkan.
Ricky sesekali melipat lengan kemeja putihnya, memperlihatkan lengan yang terbentuk sempurna. Matanya yang semula melihat lengan Ricky kini naik menatap dua kancing kemeja yang tidak tertutup, memperlihatkan tulang belikat yang terbungkus kulit sawo matang yang indah bahkan ketika Ricky bergerak membungkuk sedikit pria ini bisa melihat otot perut yang sempurna dan tanpa disadari Shandy membuka mulut membentuk "oh" tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Little Things (Ricky x Shandy)
FanfictionShandy seorang ilustrator berbakat yang tiba-tiba diterima kerja disebuah perusahaan besar, dimana ternyata perusahaan tempat dia bekerja ada hubungannya dengan kematian seseorang dari masa lalu.