Best Years.

105 10 0
                                    

24 Desember

"Rick, mau bareng apa pergi sendiri-sendiri?"

"Bareng aja, naik mobil gue."

"Yakin? Lo nggak mau istirahat dulu lo 'kan baru sampe Jakarta."

"Nggak, 'kan dah janji kita bakal dateng sama-sama pas natal."

Ricky menutup laptop dan mengambil dompet serta kunci mobil, dia berjalan dibelakang teman-temannya yang akan pergi bersama. Sesampainya di mobil, Fiki duduk dikursi penumpang sementara Gilang dan Nikki duduk dikursi belakang. Perjalanan tidak terlalu panjang, namun kesunyian yang membuat udara sekitar terasa tidak menyenangkan.

Gilang sesekali mengubah duduknya yang terasa tidak nyaman, meremat karangan bunga yang ada dipangkuannya sambil memberikan senyum kecil merasakan setiap kelembutan kelopak mawar putih dan merah.

Mereka sampai ditujuan, berjalan dengan satu garis melewati beberapa batu nisan dan membaca setiap nama.

"Tante Venny." Sapa Ricky melihat Venny sedang menabur bunga, "maaf terlambat." Ricky mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Tante baru sampe kok." Venny mengabaikan tangan Ricky dan menarik pria itu memberikan pelukan hangat sejenak dan dibalas oleh Ricky juga.

"Halo Fenly."

Ricky bertumpu diatas gundukan makam, meletakan bunga chrysanthemum putih yang dia siapkan. Menatap kearah nisan dengan lambang salib diatasnya, dia menunduk sebentar dan berdoa dalam hati. Fiki, Gilang dan Nikki melakukan hal yang sama. Tidak lama Gilang beranjak lebih dulu dan berpamitan untuk pergi kesisi yang lain.

"Gue ikut." Kata Fiki menyusul dibelakang Gilang.

Mereka sampai dibatu nisan lain yang tidak jauh dari tempat Fenly, Gilang melemaskan kakinya terjerembab dan hal itu tidak menbuat Fiki kaget. Gilang selalu seperti itu, setiap mereka pergi menjenguk Zweitson.

Zweitson Thegar Setya Wijaya
Born : 14 Desember
Dead :  15 Desember 

"Just whisper my name in your heart and I will be there."

"Hai Son.." Gilang terkekeh kecil, "kalo lo denger pasti lo sekarang lagi marah-marah, soalnya lo nggak suka 'kan."

Fiki ikut berjongkok disebelah Gilang, mencabuti rumput liar yang tumbuh diatas tanah makam Zweitson, membersihkannya dari dedaunan kering dan mengembalikan bebatuan kecil yang berantakan. Dia sedikit kesal mengingat kadang anak-anak sering bermain dengan batu yang dijadikan hiasan untuk makam teman baiknya, rasanya dia ingin memberikan pagar listrik.

"Oh, Rick."

Fiki bergeser sedikit memberikan ruang untuk mereka, Ricky berada disebelah Fiki dan tangannya merangkul baik Fiki maupun Gilang memberikan support yang mereka butuhkan. Sudah dua tahun berlalu, waktu terasa sangat cepat.

Zweitson mengalami brain death selama setahun setengah akibat tembakan malam itu, beberapa bulan keluarga serta teman masih berpikir positif bahwa Zweitson akan bangun dan kembali hidup normal namun setelah penantian sampai setahun lebih hanya tertidur diatas tempat tidur tanpa bisa membuka mata bahkan tubuhnya semakin kurus akhirnya keluarga sampai pada keputusan terberat dalam hidup mereka untuk melepas Zweitson pergi dan kini dia sudah tidak menderita. Gilang tidak prnah pergi dari sisi Zweitson sejak awal sampai akhir dia menjadi saksi saat petugas rumah sakit melepas mesin-mesin yang menyangga kehidupan Zweitson, bahkan sampai Zweitson sudah tertidur ditanah Gilang tetap berada disisinya.

Sweet Little Things (Ricky x Shandy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang