21:10
Shandy melempar tasnya kelantai dan mengeluarkan buku sketsanya, membuka halaman dimana terdapat gambar bunga lotus dan segitiga beserta sebuah foto peti kayu dengan logo yang sama.
Senyumnya terulas, menatap pada bingkai besar didepannya.
"Gue sebenernya bingung mau senang apa sedih Fen." Katanya, "gue penasaran apa yang lo sembunyiin dari gue dua tahun lalu, cowo itu siapa? Kenapa lo keliatan seneng banget sama dia?"
Shandy terduduk dilantai.
"Gue udah nemuin darimana logo ini berasal, tapi masih panjang jalan yang harus gue tempuh buat membuktikan siapa yang ngebunuh lo."
"Jadi please.. Stop datengin gue!"
"Sebenarnya saya tidak bisa membiarkanmu tinggal sendiri dengan kondisi seperti ini apalagi dengan dosis obat yang lebih tinggi dengan halusinasi yang belum membaik. Apa kamu punya anggota keluarga di Jakarta?"
"Tenang dok, selama ini juga nggak ada masalah. Keluargaku belum tahu soal ini."
"Ok.. ingat, kontak saya selalu terbuka untukmu tolong hubungi saya jika terjadi sesuatu."
"Ya."
"Kita berjuang sama-sama."
Shandy merebahkan dirinya dikasur dan tertidur lelah menahan amarahnya.
"Shan-"
"Shandy.. tolong.. disini dingin...gelap.."
Shandy terjerembab dan membuka matanya, bulir keringat turun dari pelipis dan nafasnya tersengal. Dia melihat sekeliling menghela napas dia masih ada dikamarnya, sendirian. Dia terduduk dan mengusap wajahnya sambil bergumam mengatakan hal yang tidak berarti.
Jam menunjukan pukul tiga pagi, mimpi buruk yang terus menerus menghantuinya membuatnya tidak tahan. Hal ini berulang sejak tahun lalu dan selalu di jam yang sama, dia bergeser dan mengambil botol kecil berisi tablet berwarna putih dan meminumnya. Entah sejak kapan, tapi tablet penenang ini seperti tidak memiliki arti untuk mengurus mimpi buruknya.
Bang
Bang
Bang!Shandy kaget mendengar suara gedoran pintu dari luar kamar, dia beranjak dan menyalakan lampu ruang tengah seraya menunggu kembali darimana asal suara gedoran itu.
Bang!
Bang!
Bang!"Shandy~!"
Shandy menoleh kearah pintu balkon yang bergetar dihantam sesuatu, dia juga mendengar seseorang memanggil namanya. Tanpa berpikir panjang dia berjalan kearah pintu kaca menuju balkon, menahan napasnya hendak menyikap gorden yang menutup pintu itu. Awalnya dia ragu, tidak mendengar suara ketukan itu lagi namun dia tetap bersikeras untuk membukanya karena siapa yang menggedor pintu balkon dilantai 10 apartemennya?
Tapi, bukannya itu jadi pertanyaan serius?
Shandy menarik napas dan menyikap gorden tersebut.
"Siapa?!"
Namun tidak ada apa apa disana, sedikit lebih tenang akhirnya dia buka pintu balkon tersebut dan angin berhembus kencang.
"Shan.. disini dingin-"
"AAAA!!!!! PERGI! PERGI!"
Shandy membuka matanya kembali dalam keadaan panik, dia membuka selimutnya dan berjalan keluar kamar untuk yang kedua kalinya. Dia melihat pintu balkon masih tertutup namun suara ketukan pintu itu tidak berhenti, dia berlari menuju pintu depan dan membukanya melihat sesosok pria menjulang didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Little Things (Ricky x Shandy)
FanfictionShandy seorang ilustrator berbakat yang tiba-tiba diterima kerja disebuah perusahaan besar, dimana ternyata perusahaan tempat dia bekerja ada hubungannya dengan kematian seseorang dari masa lalu.