⚠️ self harm ⚠️
Ding!
Shandy meraih ponsel dari nakas sebelah tempat tidur, sebuah foto muncul dilayar "memories from January" . Foto selfie dua orang disebuah cermin, sama-sama mengenakan baju berwarna putih dan sepatu hitam. Shandy mengulas senyum, memori dari bulan Januari ketika dia pergi dengan Fenly ke sebuah mall untuk membeli beberapa baju. Beberapa foto Fenly juga bermunculan dengan tanggal yang sama.
"Shan, ke mall yuk. Gue mau beli baju sama lego! Mereka baru keluarin edisi baru."
"Dah gede masih main lego aja sih Fen, duh."
"Iya deh yang udah tua mah belinya kemeja sama dasi, eww~"
"Heh!"
Senyum tipis terulas, rasa sesak didada tiba-tiba terasa. Shandy menatap tak menentu, beberapa saat otaknya seperti tidak berfungsi. Suara televisi yang barusan terdengar jelas mendadak hilang, dunia menjadi sunyi. Shandy menarik kakinya sampai menyentuh dada dan bertopang dagu pada lututnya, perasaan yang sudah lama tidak pernah muncul kembali lagi disaat yang tidak tepat.
Entah mengapa saat seperti ini menjadi moment pas untuk berpikir, sebenarnya apa niat Shandy sejak awal masuk ke perusahaan ini. Balas dendam? Iya, harusnya. Tapi kenapa semua tidak berjalan dengan lancar? Fenly, apakah dia tahu dari atas sana bahwa Shandy mulai goyah dengan tujuan utamanya?
Ricky, dia terlalu baik. Hatinya terlalu murni untuk menunjuknya sebagai pembunuh, firasatnya mengatakan tidak mungkin. Setiap hari selalu memiliki rasa yang berbeda, pria itu punya banyak kejutan dan kelembutan yang selama ini tidak pernah Shandy rasa atau temukan. Seharusnya Shandy membencinya, bukan menikmati setiap kenyamanan yang Ricky berikan.
Shandy meneteskan air mata, semuanya jadi terasa salah. Apa benar dia mencintai Fenly bahkan sampai bisa bersumpah untuk balas dendam dan mencari keadilan atas kematiannya?
Tangannya terasa kebas, dia menghela napas untuk kesekian kalinya. Dadanya terasa sesak, dia harus melakukan sesuatu yang bisa menyalurkan rasa sakit tidak berujung.
⚠️
Shandy bangkit menuju kamar mandi, membuka pouch skincare yang ada diatas meja keramik berwarna putih lalu mengambil kotak putih persegi panjang.
Cutter.
Satu atau dua nggak masalah..
Shandy menarik napas, menyayat cutter tersebut dekat urat nadinya. Menyayat agak dalam, setidaknya sampai dia bisa merasakan sensasi darah yang keluar. Tetes demi tetes jatuh menghiasi wastafel berwarna putih, area kulit yang terluka mulai memerah.
Kurang..
Shandy menyayat lagi untuk yang ke empat kalinya, sensasinya sangat luar biasa. Matanya terpana melihat warna merah yang indah, dia selalu menyukai warna merah apalagi jika melekat pada kulitnya. Shandy meletakan cutter tersebut dan memandang dirinya didepan cermin, matanya masih memerah penuh amarah dan kecewa namun mulutnya tersenyum. Siapa yang terpantul dicermin?
⚠️
Setelah cukup membiarkan lukanya menutup sendiri, Shandy membilasnya dengan air. Rasa perih yang tiba-tiba membuatnya mendesis, namun dia merasa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Little Things (Ricky x Shandy)
FanfictionShandy seorang ilustrator berbakat yang tiba-tiba diterima kerja disebuah perusahaan besar, dimana ternyata perusahaan tempat dia bekerja ada hubungannya dengan kematian seseorang dari masa lalu.