Memories.

90 14 8
                                    

Shandy POV

"Jaga diri baik-baik, Jakarta itu keras. Beda sama disini karena ada mama sama papa, janji ya kabarin mama setiap hari?"

Mama memang orang yang perhatian, dia bahkan nggak bisa ngelepas gue yang sudah kepala dua ini untuk merantau ke Jakarta.

"Iya mah, janji."

Gue salim sama mama, lalu berjalan mendekati pintu kamar dan melihat papa yang pura-pura sibuk membaca koran hari ini. Gue menghela napas dan berjalan mendekati papa mengulurkan tangan seraya berpamitan, tapi sepertinya papa memang belum bisa menerima kalo gue memilih untuk merantau.

"Shandy pamit dulu, pa."

"Hmm." Papa cuma menjawab dengan dehaman.

Gue kembali berjalan ke teras, mama melihat gue sambil tersenyum dan berkata bahwa dia akan berusaha membuat papa percaya dan menerima Shandy apa adanya dan tidak perlu khawatir, dua hari sebelumnya gue sama papa memang terlibat perdebatan hebat ketika tiba-tiba gue mutusin mau kerja di Jakarta. Papa bersikeras bahwa di Bukittinggi juga bisa hidup menjanjikan, tapi jiwa petualang Gue nggak bisa kalo hanya diam di kampung halaman.

Gue berjalan menyusuri trotoar menunggu angkot yang akan membawa gue ke tempat travel lalu menuju bandara selanjutnya selama enam jam, sambil dengerin lagu kpop yang lagi gue suka akhir-akhir ini.

23:00

Akhirnya gue tiba di Jakarta! Padahal baru sampe bandara tapi- wow keren banget ini tempat! Gue nggak membiarkan momen ini berlalu, dengan ponsel seadanya gue mengabadikan momen dimana pesawat-pesawat berjejer ditemani lampu kuning nampak keemasan dengan indah.

Malam ini juga gue memutuskan untuk nginep dihotel kapsul, permalam dikenakan biaya seratusan ribu konsepnya hampir seperti kos-kosan karena kita mandi dikamar mandi yang disusun seperti bangsal.

"Shan, lo dah sampe Jakarta?"

"Udah bro, gue ke kosan lo besok ya kemaleman nih hehe."

Itu temen gue, Fenly. Kita belum pernah ketemu, kita kenalan di facebook waktu itu karena gabung grup anime disana. Awalnya obrolan kita awkward banget karena kita sama-sama nggak bisa buka pembicaraan tapi lama-lama jadi cair juga. Udah sekitar tiga tahunan kita temenan via online, dia udah tahu keluarga gue dan gue juga tahu keluarga dia karena sering video call.

Fenly orangnya baik banget, saking baiknya dia sering nggak sadar suka dimanfaatin sama orang sekitar dia. Udah berapakali gue jadi teman curhat Fenly dan nggak perlu nunggu waktu lama gue tahu kalo temennya ini cuma dimanfaatin sama orang-orang itu.

Setelah penantian yang panjang akhirnya gue mutusin mau ke Jakarta, Fenly senang bukan main karena akhirnya kita bisa ketemu. Gue ke Jakarta bukan tanpa alasan, so.. Fenly tahu bakat gue dalam gambar dan kebetulan nyokapnya kerja disebuah perusahaan stasiun tv swasta besar dan membutuhkan tenaga kerja baru untuk bagian produksi animasi. Dengan kekuatan orang dalam tentu gue bisa masuk perusahaan itu tanpa melalui seleksi bersama ratusan pelamar lainnya, dengan gaji yang lumayan ditambah Fenly yang nggak keberatan gue tinggal satu kosan sama dia kenapa pula harus gue tolak? Yekan??

Nah alasan lain kenapa gue nggak cerita ke mama sama papa karena mereka nggak setuju dengan bakat gue yang itu, fyi gue itu kuliah jurusan ekonomi dan lulusan ekonomi ya masa sih gue kerjanya jadi animator? Karena mama sama papa nggak pernah tahu kalo gambar itu bisa jadi peluang, mereka masih berpikir bahwa gambar cuma buang-buang waktu.

Setelah satu jam ngobrol dan Fenly nggak sabar mau ketemu akhirnya dia jadi banyak bicara, setelah itu kita janjian mau ketemu disebuah mall besok siang.

Sweet Little Things (Ricky x Shandy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang