🍑 Lagi mood :") enjoy fluff peaches! 🍑
🍑
🍑
Ricky menutup pintu apartment, meletakan tasnya dimeja yang ada dilorong masuk. Pergi kekamar dan membersihkan diri seraya membuang semua stress yang tidak berujung.
Sambil memutar musik, Ricky membuat makan malam karena hari ini dia pulang lebih cepat. Memasak bukan hal yang dia sukai atau dia tekuni, saat membuka kulkas hanya ada sekotak keju yang terbuka setengah nyaris kering seutuhnya.
"Gue harus belanja."
Ricky kembali kekamar mengambil hoodie dan kunci mobil, keluar dari apartment menuju parkiran. Jarak ke supermarket tidak begitu jauh, hanya sepuluh menit namun karena dia sudah lelah pergi dengan mobil adalah jalan terbaik.
Ricky berjalan dengan trolley yang sudah terisi dengan beberapa bahan makanan, sebagai pria muda yang banyak menghabiskan waktu dengan duduk Ricky sangat ketat dalam menjaga makanannya. Akhir-akhir ini dia tidak bisa pergi ke gym karena sibuk.
Dia berbelok tajam menuju rak daging dan mengambil salah satunya, namun tangannya bertemu dengan tangan orang lain hendak mengambil kotak daging yang sama.
"Ricky."
Ricky mengangkat wajahnya melihat Shandy, dari sekian banyak tempat dibumi kenapa harus di supermarket? Begitu pikirnya.
Udara tiba-tiba tidak bersahabat, mereka canggung sekali dan ini sudah seminggu sejak Ricky menghindar dari Shandy setelah kejadian kerumah sakit. Ricky mengambil kotak daging tersebut dan melemparnya ke trolley dan berlalu.
"Sorry!"
Shandy menatap punggung Ricky, "sorry, gue nggak bermaksud kasar sama lo waktu itu."
"Hm." Jawaban Ricky.
"Please, gue bener-bener minta maaf."
Ricky membalikkan tubuhnya sambil menghela napas, "kalo minta maaf iya gue terima, tapi lo nggak bisa maksa gue maafin atau nggak. Itu urusan gue, Shan."
Shandy berusaha tidak melempar tantrum.
"Bye."
Selesai belanja bulanan Ricky segera kembali ke apartment, pintu lift terbuka dan dia berjalan menelusuri lorong kemudian berbelok.
Langkahnya berhenti sejenak melihat Shandy sedang terduduk didepan pintu apartmentnya sambil membenturkan kepala merengek tidak jelas.
"Kayaknya itu bukan cara buka pintu deh." Ujar Ricky setibanya didepan Shandy, "kenapa?"
Ricky berusaha terkesan baik, meski sebenarnya dia ingin lari atau bahkan kembali ke lobi untuk menghindari Shandy. Namun dasarnya pria ini memang mudah tersentuh, jadi dia tidak mengabaikan orang meski sudah dibuat kesal.
"Gue lupa bawa kunci, ini udah malem jadi tukang kuncinya dateng besok."
Shandy menggerakkan kakinya seperti anak kecil dan mengumpat, Ricky melihat belanjaan Shandy yang berantakan dan menghela napas.
"Yaudah, malem ini ditempat gue dulu aja." Ucapan Ricky membuat Shandy cerah seketika, "lo bisa taro dagingnya dikulkas gue dulu, sayang nanti rusak."
Tanpa menunggu lama Shandy langsung membereskan belanjaannya dan berlari kecil mengikuti Ricky yang sudah jalan lebih dulu didepan. Ricky membuka pintu apartmentnya dan aroma lavender samar-samar memenuhi paru-paru Shandy begitu dia berdiri dibelakang bosnya.
Apartment Ricky terihat sangat berbeda dengan Shandy, terlihat mewah dan elegan tapi tidak begitu banyak perabotan. Dilorong pintu masuk ada sebuah meja panjang dimana Ricky meletakan tas kerja dan kunci mobil disana, dibawahnya terdapat rak sepatu. Lalu ruang tengah yang menyatu dengan dapur dan meja makan, Ricky meletakan belanjaannya diatas meja island terbuat dari marble hitam.
Dia membuka kulkas besar yang terihat kosong melompong dan mulai mengisinya dengan belanjaan yang dia bawa, tubuhnya berbalik dan menyuruh Shandy meletakan belanjaannya yang harus dimasukan kulkas dan meninggalkan sisanya didalam plastik.
"Udah makan?" Tanya Ricky dijawab gelengan Shandy, "ng.. gue nggak bisa masak, makan indomie aja gimana?"
"G-gue aja yang masak!" Shandy membuka kulkas kembali dan mengeluarkan daging giling yang tadi dia beli, "spaghetti meatballs?"
"M'kay." Ricky membuka laci dibagian bawah mengeluarkan panci dan teflon untuk memasak, "gue bantu."
Ricky mengupas bawang bombai dan mencucinya sebelum dipotong-potong menjadi bagian kecil, sementara Shandy menyiapkan daging yang akan dia bentuk bulat-bulat. Fokusnya terganggu melirik kearah Ricky yang sekarang menangis sambil mengiris bawang bombai, dia tidak bisa menahan tawa karena meski Ricky sudah memakai kacamata hawa panas dari bombai tetap menusuk dari celah yang terbuka.
"Daripada ketawa mending bantuin ngelap airmata gue! atau lo mau ekstra asin?" Ricky ikut tertawa disela tangisannya.
Shandy berlari ke meja ruang makan dan mengambil tisu, lalu mengelap airmata Ricky seadanya tentu dia tidak mau makan malamnya jadi terlalu asin karena airmata. Ricky sedikit mencondongkan tubuhnya ketika Shandy mengelap wajahnya dengan tisu sambil melemparkan kata-kata tidak berarti menanggapi kekanakan bosnya itu.
Ricky membuka matanya dan dia bertemu pandang dengan Shandy, menyadari jarak mereka terlalu dekat Shandy cepat-cepat menjauh dan pura-pura sibuk mengaduk pasta yang sedang direbus dengan tenang.
45 menit kemudian makan malam mereka jadi, Ricky mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas sementara Shandy menyiapkan spaghetti diatas piring dan membawanya ke meja makan. Ricky tertegun sejenak melihat Shandy begitu berhati-hati menata bola daging itu diatas pasta, begitu rapih dan dia memastikan semuanya terlihat estetik. Rambutnya yang agak panjang itu jatuh menutupi sebagian dahinya, lampu dapur yang bercampur emas dan putih nampak seperti cahaya surga yang meneranginya dari atas.
Ricky terhipnotis, dia tidak pernah menyadari bahwa dapur akan menjadi tempat yang begitu indah untuk matanya dan dia siap bila pemandangan ini akan menjadi hal yang akan dia lihat setiap hari. Ya.. dia menginginkan hal itu.
Shandy memanggil namanya membuat Ricky buyar dari lamunan, dia berjalan ke meja makan dan meletakan botol soda didepan Shandy. Setelah berdoa mereka mulai makan, Ricky memejamkan matanya menikmati sensasi tomat segar dan bola daging yang rasanya pas tidak terlalu asin maupun terlalu berat.
"Enak??" Tanya Shandy suaranya naik satu oktaf menandakan rasa senangnya.
"Banget, thanks."
Ricky ikut tersenyum melihat Shandy yang semakin lebar saja senyumnya membuat pipinya yang penuh makanan itu ikut naik, sekarang dia terlihat sangat lucu. Ricky seakan melupakan rasa marahnya yang masih meluap sebelum ini, melihat Shandy yang bahagia membuatnya luluh dan melupakan kejadian yang sepele dan tidak perlu dibesarkan begitu pikirnya.
Selesai makan mereka mencuci piring bersama, lebih tepatnya Shandy hanya berdiri didekat Ricky seraya menemani selama bosnya sibuk mencuci piring yang tidak seberapa, obrolan mereka tidak lebih dari sekedar Shandy menceritakan kegiatannya hari ini sesekali dia menyelipkan candaan yang membuat Ricky tertawa hampir melepas pegangannya dari piring yang licin.
Setelah selesai mencuci piring mereka berjalan keruang tengah dan duduk disofa abu-abu yang panjang, Shandy menghempaskan tubuhnya tapi dia masih berbicara namun hanya menjadi angin lalu untuk Ricky. Ricky menatap Shandy dengan penuh rasa, melihat Shandy begitu antusias bercerita dan tertawa karena jokesnya sendiri. Ricky sanggup untuk mendengarkan ceritanya setiap hari.
"Gue suka."
"Gue pikir itu kucing bakal mabok— hah apa?"
"Huh?"
"S-suka apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Little Things (Ricky x Shandy)
FanficShandy seorang ilustrator berbakat yang tiba-tiba diterima kerja disebuah perusahaan besar, dimana ternyata perusahaan tempat dia bekerja ada hubungannya dengan kematian seseorang dari masa lalu.