17.| Si Kembar Ed

2.2K 198 12
                                    

Pukul 05.30

Pagi ini, rumah Nauka kembali dibuat rusuh oleh dua mahkluk kembar yang tengah cekcok mempermasalahkan sesuatu.

Nauka menggeram kesal saat suara dua orang yang sangat dikenalinya berhasil mengusik tidurnya yang tenang.

"WOEE KEMBAR! DIAM GAK KALIAN!!" Teriak Nauka saat dia membuka pintu kamarnya. Menatap sengit dua abangnya yang sedang berdebat di tangga. Peduli monyet dengan dua abangnya itu.

Seketika suasana hening. Tidak ada yang bicara saat Nauka sudah terusik dari tidurnya atau yang terjadi akan lebih parah.

"Udah besar, masih aja kayak anak kecil. Ganggu orang tidur tau gak. Mana berantemnya di rumah orang lagi." Omel Nauka.

Edward dan Edwin yang masih berada di tangga hanya bisa diam tak berkutik saat mereka berhasil mengganggu tidur Nauka.

"Salah lo sih," bisik Edwin seraya menendang pelan kaki kembarannya.

"Elo, lah. Gua Abang jadi yang adek ngalah." Balas Edward balas menendang kaki kiri Edwin sedikit keras dan berhasil membuat kembarannya itu jatuh tersungkur.

"Anjing lo, bang! Lepas nih kaki gua!" Umpat Edwin mengusap lutut kanannya yang nyeri.

"NGAPAIN SIH BERANTEM DISINI." Lagi, suara toa Nauka menggema ke seisi rumah.

Tidak mempedulikan Edward yang kembali diam akan teriakan Nauka, Edwin meraih kaki palsunya dan kembali memasang benda itu diselingi umpatan yang ditujukan pada kembarannya. Ya, Edwin hanya punya satu kaki.

"Kalian ngapain sih pagi-pagi udah berantem, malah ganggu tidur Nau lagi." Nauka akhirnya berjalan mendekati Edwin yang sedang memasang kaki palsunya itu.

Cup

Satu kecupan mendarat di hidung mungil Nauka. "Morning dek. Maaf kami ganggu tidur kamu, ya." Ujar Edwin setelah kaki palsunya selesai terpasang.

Bertanya dimana perginya semua penghuni rumah, jawabannya adalah kedua orangtua Nauka sedang ada perjalanan bisnis di Itali. Para art ada di rumah belakang, berpisah dengan rumah utama.

"Ngapain sih kalian heboh banget pagi-pagi?" Tanya Nauka sembari membantu Edwin berdiri.

"Itu, si jiplakan Abang habisin susu punya Abang, padahal udah dibagi rata sama Mama." Adu Edwin menatap tajam kembarannya yang nyengir tanpa rasa bersalah. "Emang dasarnya kalo rakus ya gini."

Nauka menggeleng tak percaya mendengar alasan kedua Abang kembarnya pagi-pagi begini mendebatkan sesuatu yang tidak penting sampai mengganggu tidurnya.

"Kan bisa beli lagi susu SGM nya. Emang kalian minum berapa gelas sih sehari?"

"Empat gelas lah paling minimal." Jawab Edward.

Nauka menjatuhkan rahangnya. Sebegitu maniak susu SGM kah dua Abang kembarnya ini. Pantas saja Mama Tita, ibu Abang twins nya selalu mengamuk pada dua anaknya jika menyangkut tentang susu.

"Kan bisa beli lagi Abang. Uang kalian kan banyak." Ketus Nauka sembari masuk ke kamarnya diikuti Edward dan Edwin.

"Semuanya disita semalam karena si Edward ketahuan Mama ikut tinju ilegal."

Yakin dan percaya, Nauka yang kebetulan memegang penggaris besi lantas menatap Edward sembari tersenyum manis setelah mendengar pengakuan Edwin yang terlampau jujur.

Di tempatnya, Edward sudah ketar ketir dan menyumpahi kembarannya yang terlampau polos dan jujur dalam memberi jawaban. Sedangkan Edwin, dia melempar tubuhnya ke kasur dan belum sadar dengan ucapannya yang berhasil membuat Edward dalam masalah besar.

"Kayaknya bang Nico harus pulang lebih awal untuk latihan tinju sama Abang." Nauka meletakkan kembali penggaris yang sempat ingin dia lemparkan pada Edward tadi.

Mengerti dengan maksud "latihan tinju" yang dikatakan Nauka, Edward sudah berkeringat dingin ditempat.

"Abang udah kaya, ngapain ikut ajang tinju ilegal sih? Masih ngerasa kismin?" Sarkas Nauka, tanpa sadar menggetok kepala Edward.

Bukan tanpa alasan Nauka marah pada Edward karena mengikuti ajang tinju ilegal. Pernah satu kali Edward mengikuti ajang tinju ilegal dan berakhir sekarat karena dihajar oleh orang-orang suruhan yang kalah melawannya. Sampai dua bulan full laki-laki itu berdiam diri di rumah sakit karena banyak tulangnya yang patah dan cedera lainnya.

Setelah kejadian itu, Edward dilarang keras oleh Mamanya untuk mengikuti pertandingan tinju ilegal itu lagi.

Namun sekarang, lihatlah, ternyata bukan hanya Nauka saja yang bila dilarang satu kali langsung berhenti, Edward pun sama. Bahkan laki-laki itu masih mengikuti pertandingan tinju ilegal diam-diam tanpa mengingat bahwa nyawanya pernah hampir melayang karena pertandingan sialan itu.

Ting~

Edward langsung membaca pesan yang baru masuk di ponselnya.

Bang Nico
Tunggu di ruang biasa di rumah gue

Edward tersenyum cerah sembari menatap Nauka dan Edwin bergantian. "Kalau besok Abang gak ada kabar, itu tandanya Abang udah mati." Katanya santai, jangan lupakan berbagai umpatan Edward layangkan dalam hati pada dua orang didepannya.

Edwin bangun dari rebahannya, menatap Edward prihatin. "Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un. Gue udah ucapin duluan, siapa tau gak sempat karena gue banyak urusan."

Kembaranasu emang! Gumam Edward.

***

Di tempat lain, beberapa orang pemuda tengah duduk berkumpul di rooftop sebuah gedung terbengkalai di sudut kota.

"Kayaknya udah lama kita gak bikin masalah sama mereka." Seringaian muncul dibibir cowok yang tengah menghisap sebatang nikotin ditangannya.

"Gimana, bos?" Tanya cowok itu, meminta pendapat pada ketua mereka.

Laki-laki yang duduk di single sofa itu mengangguk. "Ide bagus, mumpung gue lagi gabut."

Jawaban dari ketua mereka sontak dimeriahkan dengan sorak gembira.

"Besok, ditempat biasa." Ujar cowok berkacamata yang merupakan pengatur strategi di geng mereka.

***

Kalo udah baca sampai atas, silahkan tekan bintang bagian pojok kiri, oke?

35 vote aku lanjut!

Yokk bisa yokk promosiin cerita ini!!!

My Possessive GuardiansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang