"Sejak kapan Tama jadi pengecut?"
Nico refleks membuka matanya, berbalik dan mendapati gadis bertubuh mungil berdiri di belakangnya sedang tersenyum manis.
"Ura.." Nico tidak dapat berkata apa-apa saat gadis yang selama ini berada dipikirannya kini sudah duduk disampingnya.
"Hai." Sapa Azhura dengan manisnya.
Nico masih diam, mencerna apa yang terjadi. "Udah lupa ternya-" ucapan Azhura terhenti saat tubuhnya seketika melayang dan mendarat di pangkuan Nico bersama pelukan erat yang melilit tubuhnya.
"Maaf." Hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulutnya bersama isakan kecil yang entah kapan terakhir kali Nico alami.
Senyum Azhura mengembang disusul dengan tawa manisnya. Gadis itu mengelus rambut tebal Nico yang pemiliknya tengah menangis terisak.
"Udah Ura maafin." Gadis itu mengangkat kepala Nico yang bersembunyi diceruk lehernya, kemudian mengusap air mata yang mengalir disana.
"Kok jadi cengeng sih? Malu loh kalo ketahuan sama Nauka, bisa di bully kamu." Nico kembali menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Azhura nya.
"Hiks.. maaf, Tama gak bisa nepatin janji hiks.. ke Ura," cowok itu bergumam pelan sambil sesenggukan.
Wajah Nico sudah memerah hingga telinga, ditambah lagi kepalanya sakit akibat hidungnya yang tersumbat. Begini lah kalau Nico sudah menangis.
Srooooottt...
Tanpa aba-aba, Azhura menghisap hidung Nico, menyedot cairan yang mengganggu pernafasan cowok itu kemudian menoleh kesamping untuk membuang ingus di dalam mulutnya.
"Ura!" Nico mengelus hidung mancungnya yang semakin memerah karena tidak siap dengan perbuatan Azhura tadi.
"Kalau Tama dikasih tau, ingusnya bakal numpuk, kepala kamu makin sakit nantinya." Jelas Azhura. Gadis itu bukan pertama kalinya menghisap ingus Nico seperti tadi, tapi saat di panti pun sudah biasa saat cowok itu sakit atau menangis.
Nico mengerucutkan bibirnya. Baru bertemu malah langsung diomeli.
"Gak usah dimajuin bibirnya, makin jelek tau. Sekarang Ura minta penjelasan, dari mana aja kamu enam tahun ini?" Tanya Azhura. Dia sangat gemas dengan ekspresi Nico yang satu ini hingga tangannya tanpa bisa dikontrol mencubit sedikit keras bibir cowok itu.
"Sakit, Ura!" Nico mengelus pelan bibirnya yang kini memerah karena perlakuan Azhura. "Jelasin!" Azhura kembali hendak mencubit bibir Nico tapi si pemilik bibir langsung menangkap tangannya.
Mendudukkan Azhura disampingnya, lantas Nico langsung mengangkat kaos yang dia gunakan hingga menampilkan perutnya yang tampak menggiurkan untuk disentuh.
Mata Azhura membola kaget saat Nico tiba-tiba saja mengangkat kaosnya hingga sebatas dada. Memperlihatkan perut atletis nan six-pack cowok itu. Namun ada yang mengganggu pemandangan disana, sebuah bekas luka jahitan memanjang dipinggang sebelah kiri cowok itu.
"Ini.. kenapa?" Tanpa meminta izin, Azhura langsung menyentuh bekas luka yang panjangnya sekitar 8 cm. Matanya menatap tajam menuntut penjelasan.
Menikmati elusan dari tangan halus di pinggangnya, membuat Nico sedikit geli. "Tama sakit, gagal ginjal. Tapi udah sembuh kok, udah ada gantinya juga." Dia tersenyum hangat kearah gadis yang masih menunduk mengelus bekas lukanya.
"Hari dimana Tama di adopsi, hari itu juga Tama langsung ke Australia menjalani pengobatan disana, karena kondisi ginjal Tama waktu itu memburuk. Selama tiga tahun Tama cuma tinggal di rumah sakit jalani perawatan intensif, sampai di tahun keempat ginjal tama udah gak berfungsi lagi dan beruntung ada pendonor yang ginjalnya cocok. Setelah itu Tama pulang ke Indonesia, dari bandara Tama langsung ke panti buat jengukin Ura, tapi sampai di panti..."
Tama tidak melanjutkan penjelasannya. Matanya menatap Azhura berkaca-kaca kemudian kembali menghambur ke pelukan hangat Azhura dan lagi lagi menangis.
Azhura tau bagaimana perasaan Nico saat itu, dia bangga pada cowok yang tengah menangis dalam pelukannya ini, demi menepati janjinya, Nico rela langsung pulang menemuinya selepas masa penyembuhannya selesai. Dia mengerti perasaan Nico saat mencarinya di panti dan sudah tidak ada lagi disana.
"Udah, gak usah nangis. Ura juga minta maaf ya, waktu Tama udah ada di panti, Ura udah gak ada di sana." Ucapnya menenangkan.
Nico mengangguk masih menenggelamkan wajahnya diceruk leher Azhura. Entahlah, wangi parfum bercampur dengan wangi tubuh Azhura sangat menenangkan.
Masih dengan menenangkan Nico yang masih terisak, Azhura menoleh kebelakang, tepatnya ke arah balkon yang menjurus ke taman belakang tempat mereka saat ini.
Disana, empat orang tengah menonton pertemuan Nico dan Azhura secara live. Bunda, Kinara dan Mami Clara terharu melihat pertemuan keduanya, beda lagi dengan Nauka yang merasa jengah dan geli melihat sikap abang keduanya itu.
Gila saja, Nauka tidak habis fikir dengan Nico, cowok itu pernah ditabrak truk dan terpental beberapa meter sampai sekarat tapi tidak pernah tuh dia melihat abangnya yang satu itu menangis. Tapi setelah bertemu dengan Azhura, abangnya itu langsung menangis dan cengeng seperti anak kecil. Benar-benar sifat abangnya itu yang baru dia ketahui sekarang.
"HUUUU DASAR BAYI KINGKONG!! GITU AJA NANGEEESSS.... CENGENG!! WOYY INGAT UMUR NGAB, LU UDAH TUA!" teriak Nauka dan berhasil mengacaukan momen haru orang-orang disekitarnya.
Jika sekarang Nico berdecak pelan sambil merengek pada Azhura karena ketahuan oleh adik tengilnya itu, lain lagi dengan Azhura yang tertawa mendengar teriakan Nauka tadi.
Azhura pastikan teriakan Nauka tadi bisa didengar oleh tetangga sebelah.
***
Setelah kehebohan Nauka sehabis memergoki Nico dan Azhura, kini Nauka, Kinara, Bagas, Azhura dan Nico berada diruang tengah, dengan Nico yang masih saja gelondotan tak ingin lepas dengan gadisnya itu. Bahkan sekarang ini, Nauka sudah memasang wajah julidnya.
Mencari Bunda dan Mami Clara, dua wanita itu tengah berada di dapur membuat sesuatu.
"Nau, bang Nico emang gitu ya kalo sama lo?" Tanya Kinara berbisik sembari menatap Azhura yang anteng-anteng saja saat Nico mendusel di ceruk lehernya.
Nauka menggeleng. "Dia orangnya datar, emosian, tukang ngatur. Tapi kayaknya lain cerita kalau sama si Azhura."
"Lo gak cemburu kan, Abang lo kayak gitu ke Azhura? Secara lo kan adeknya." Kinara menatap jengah sahabatnya yang kini sedang mengelus rambut Nico yang terus mendusel padanya.
"Ngapain gua cemburu? Yang ada sujud syukur gua liat bang Nico gelondotan kayak bayi kingkong ke Azhura. Setidaknya beban gua berkurang satu karena pastinya bang Nico bakal lebih posesif ke Azhura. Liat aja nanti." Jawab Nauka panjang lebar.
Kinara terkekeh pelan mendengar jawaban absurd Nauka. Sebegitu tertekan kah Nauka punya 5 abang yang protektif padanya?
"Nih cemilannya dihabisin. Azhura sama Kinara ayo, dimakan, anggap aja rumah sendiri, gak usah sungkan." Ucap Mami Clara sambil mencomot bolu coklat yang dia buat bersama Bundanya Nauka.
Kinara dan Azhura mengangguk dan tersenyum simpul.
"Nico, lepasin Azhura gih, dia berat itu nahan badan kamu yang segede gajah, udah dari tadi gelondotan mulu sama dia!" Peringat Mami Clara sembari menjewer telinga Nico agar segera melepas pelukannya dari Azhura.
"Ck, Mi, Ura aja gak keberatan itu." Nico baru saja hendak memeluk Azhura kembali tapi tidak jadi saat mendengar suara Bagas.
"Jangan ngebantah. Duduk yang bener, laki bukan sih lo?" Ujar Bagas. Setelah sedari tadi menjadi penonton tanpa bayaran, akhirnya dia buka suara juga.
Ucapan Bagas tadi memberi efek pada Kinara yang duduk disamping pria 25 tahun itu. Aura yang Bagas keluarkan dan suara datar plus wajah dinginnya berhasil membuat Kinara juga diam membatu.
"Udah, udah, gak usah berantem atau Bunda tendang kalian dari rumah!" Ancam Bunda saat melihat Nico yang hendak membalas ucapan Bagas.
Tanpa mereka sadari, Bagas tersenyum sangat tipis dan menoleh sekilas pada gadis yang duduk di sampingnya.
"Menarik" Batinnya.
***
35 vote aku lanjut!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Guardians
HumorDikelilingi cowok-cowok posesif, ganteng, tajir, banyak bacot, selalu ngatur? Udah biasa gue mah terselip diantara mereka. Mungkin para abang-abang atau sepupu kalian pasti punya sifat kek gitu juga. Tapi kalo mereka bukan bagian dari keluarga lo? S...