(TEST PACK)
"Nggak, nggak bisa! ALA DI SINI!"
Calvin dan menyembunyikan Ala di belakang tubuhnya.Alarice menjadi bertambah bingung. Apa yang membuat cowok yang bertubuh kekar di hadapannya sekarang begitu menginginkan dirinya terus berada di sini. Apakah yang namanya Roommate memang begini? Sulit dimengerti bagi Alarice yang masih polos akan tentang hal itu.
Alarice juga kebingungan akan Afkar yang masih menjadi teka-teki dalam kepala Alarice. Untuk apa Afkar menghampiri dirinya ke apartemennya Calvin dan langsung hendak membawanya pergi begitu saja? Sikap cowok yang dingin, cuek dan suka membully ketika dulu sekarang berubah menjadi posesif seperti ini, itu terasa aneh bagi Ala. Iya, benar. Alarice tahu kalau Afkar adalah sepupu angkatnya. Tetapi, sifat dari cowok berambut pirang ini baru ia rasakan sekarang ketika Afkar mengetahui tentang Roommate di waktu kemarin, sebelum-sebelumnya cowok itu tidak pernah perduli kepadanya.
"Calv-"
"Apa! Lu mau ikut dengan dia? Nggak bisa lu harus tetap di sini," sela Calvin sebelum Alarice mengeluarkan kata-katanya.
Afkar benar-benar kesal melihat Calvin yang begitu melarang Alarice. Ia pun akhirnya melontarkan kata-kata kebohongan.
"Alarice! Ayahmu mencarimu. Cepat pulang dia sudah menunggu di rumah," ujar Afkar yang terpaksa berbohong agar Alarice menurut dengannya.
Seketika tangan Alarice terlepas dari genggaman erat Calvin. Alarice melihat tangan Calvin berubah menjadi sebuah kepalan, hingga urat-urat tangannya terlihat.
"Enggak mungkin, itu pasti bohong!" tukasnya.
"Calvin!" teriak Ala yang memberanikan diri membantah cowok yang mejadi roommatenya itu.
"Kenapa kamu menuduhnya begitu? Tau apa kamu tentang Ayahku,"
"Kenapa kamu menuduhnya begitu? Dia, sepupuku. Tau apa kamu tentang Ayahku? Maaf, Vin. Aku harus pulang karena Ayahku sudah menungguku," ucap Alarice pada Calvin yang hanya bergeming menatapnya mendekati Afkar.
"Kontak itu-"
Calvin tidak bisa lagi melarang Alarice, karena benar apa yang dikatakan oleh gadis lugu itu. Tau apa dirinya tentang Ayahnya, kecuali sepupunya itu.
Calvin mengusap wajahnya kasar, melihat kepergian dua orang berbeda jenis itu keluar dari apartemennya.
_______________________
Di taman, halaman belakang kampus. Shania, mendudukkan dirinya di kursi taman. Ia mengeluarkan botol kecil cairan pencuci luka, segumpal kapas, kain kasa, dan handsaplast dari tasnya.
Menuangkan sedikit cairan itu ke kapas. Lalu, ia tempelkan sedikit demi sedikit pada torehan luka yang ada di lengannya.Terlihat jelas sebuah lebam, biru keungu-unguan nampak di pelipis samping matanya. Shania melihat-lihat sekitar, ia takut jika ada orang yang melihatnya. Maka dari itu, ia berusaha menutupi lebam tersebut dengan rambutnya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering menandakan ada panggilan dari seseorang. Ia mengambil ponselnya di tasnya lalu, menatap nama pemanggil yang terlihat jelas di layar ponsel miliknya. Jari jempolnya ingin menekan, tombol angkat, tetapi, ia teringat satu hal yang membuatnya mengurungkan niat untuk mengangkat panggilan itu.
"Maaf, aku tidak bisa menerima panggilan darimu."
Shania mematikan ponselnya dan kembali menyimpannya ke dalam tas.
Ia kembali fokus membersihkan luka yang ada di lengannya."Ssshhh, awwhh."
Ringis Shania saat ujung kain lengan bajunya mengenai lukanya. Dengan cepat Shania membalut luka di lengannya dengan kain kasa lalu menempelkan handsaplast pada ujung balutan sebagai perekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALVARICE
Teen FictionSelalu dibully semasa SMA, membuat seorang gadis lugu ingin merubah cirlce pertemanan dalam perkuliahan. Namun, permasalahan yang ia hadapi bukan hanya itu. Melainkan, dirinya yang juga selalu di bawah kendali orang tua angkatnya. Sehingga, membuat...